• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)

Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan Tenggara Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini terdiri atas batuan-batuan mafik dan ultramafik disertai batuan sedimen pelagis dan melange di beberapa tempat. Batuan ultramafik dominan di Lengan Tenggara, tetapi batuan mafiknya dominan lebih jauh ke utara, terutama di sepanjang pantai utara Lengan Tenggara Sulawesi. Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur, meliputi batuan mafik dan ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen pelagis yang didominasi limestone laut dalam serta interkalasi rijang berlapis. Berdasarkan data geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).

Continental terrain Sulawesi Tenggara (The Southeast Sulawesi continental terrain = SSCT) menempati area yang luas di Lengan Tenggara Sulawesi, sedangkan sabuk ofiolit terbatas hanya pada bagian utara lengan tenggara Sulawesi. SSCT berbatasan dengan Sesar Lawanopo di sebelah timur laut dan Sesar Kolaka di sebelah barat daya. Dataran ini dipisahkan dari Dataran Buton oleh sesar mendatar, dimana pada ujung timur terdapat deretan ofiolit yang lebih tua. SSCT memiliki batuan dasar metamorf tingkat rendah dengan sedikit campuran aplitic, karbonat klastik berumur Mesozoikum dan limestone berumur Paleogen. Deretan sedimen klastik tersebut mencakup formasi Meluhu di akhir Triassic dan unit limestone yang berumur Paleogen mencakup formasi Tamborasi dan formasi Tampakura.

Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama lengan Tenggara Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan proses penguburan, sedangkan batuan metamorf muda disebabkan oleh patahan dalam skala besar ketika continental terrain Sulawesi Tenggara bertabrakan dengan sabuk ofiolit, Batuan metamorf ini diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-latite terutama di sepanjang pantai barat Teluk Bone.

Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. Formasi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah,

yaitu; wilayah Toronipa merupakan kelompok yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale. Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat. Wilayah Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa terdiri dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari dyke yang menerobos basement metamorf. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi Tinala di dataran Matarombeo dan umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di bagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung penafsiran ini.

Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih oleh butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya karbonat formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah di bagian bawah formasi Tetambahu menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas formasi Tetambahu mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai dengan awal Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan Banggai-Sula yang berada di lengan timur Sulawesi, terdiri dari limestone dan napal dengan sisipan shale dan chert (rijang). Adapun Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang sekarang berada di formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous. Namun, Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone mengindikasikan umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi antara formasi ini dan bagian atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic mungkin yang paling tepat untuk usia formasi Tokala, sedangkan usia Permo-Carbonaferous mungkin merupakan usia basementnya, dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan konglomerat pink granite dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari basement granit Kepulauan Banggai-Sula.

Deretan limestone berumur Paleogen dari formasi Tampakura (400m tebal) menimpa formasi Meluhu di SSCT (Sulawesi Tenggara Continental Terrane). Formasi ini terdiri atas ophiolite, lime mudstone, wackestone dan locally packstone, grainstone dan

framestone. Pada bagian terendah dari formasi, ada strata klastik terdiri dari mudstone, sandstone dan batuan konglomerat. Adanyan kandungan foraminifera pada formasi mengindikasikan umur akhir Eosen Akhir sampai dengan awal Oligosen. Nanoflora dalam formasi menunjukkan umur pertengahan Eosen sampai dengan pertengahan Miosen, sehingga pengendapan pada formasi tersebut harus terjadi selama akhir Eosen sampai dengan awal Oligosen. Deposisi awal berada di lingkungan delta dimana material silisiklastik masih dominan. Penurunan suplai sedimen klastik membiarkan fasies karbonat intertidal-subtidal berkembang secara luas pada platform relief rendah. Karbonat bertambah, didominasi oleh batu karang dan pasir karbonat. Adapun deretan karbonat berumur Paleogen yang sama pada formasi Tamborasi diendapkan di laut dangkal, dimana berdasarkan usia dan litologi batuan, Formasi Tampakura dan Tamborasi ataupun juga formasi Lerea di Matarombeo diendapkan pada satu laut dangkal yang mengelilingi sebuah pulau dengan komposisi basement metamorf dan granit dan sisipan sedimen klastik berumur Mesozoikum mencakup formasi Meluhu , Tinala dan Tetambahu. Unit ekuivalen di daratan Banggai-Sula termasuk limestone berumur Eosen-Oligosen formasi Salodik yang berhubungan dengan napal dalam Formasi Poh.

Formasi batuan tertua pada masa Triassic disebut formasi Tokala. Formasi ini terdiri dari batuan limestone dan napal dengan sisipan shale dan cherts (rijang), yang diendapkan di laut dalam.

Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut dangkal dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus sedimen klastik seperti batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan schist. Pada lengan Timur Sulawesi juga ditemukan batuan kompleks ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai dengan Eosen yang berasal kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kompleks ofiolit ini ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur Mesozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti harzburgite, lherzolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro, diabase, basalt dan microdiorite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali akhibat deformasi dan displacement sampai dengan pertengahan masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak selaras ditindih oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klastik seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan batubara. Di antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan granit merah, batu metamorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan berasal dari mikrokontinen Banggai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur formasi ini dianggap kurang dari pertengahan masa Jurassic dan terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu formasi Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit laut dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal yang mengandung belemnite dan Inoceramus.

Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai dengan akhir masa Cretaceous terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (rijang), napal

dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene. Formasi Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal dan sandstone yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam formasi ini mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut dangkal.

Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan sandstone. Asiosiasi foraminifera dari formasi ini menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan Miosen, dimana plankton Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya sekitar Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse yang dulunya terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt, napal dan limestone yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal. Area ini terbentang tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks ofiolit.

Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu karang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.

2.4 Fragmen Benua Banggai-Sula dan

Dokumen terkait