• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.5 Manfaat dan Kelemahan Pola Kemitraan

Pelaksanaan pola kemitraan merupakan suatu bentuk usaha yang dilaksanakan oleh pengusaha dan peternak, dan merupakan salah satu strategi pengembangan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Mulyantono (2003), manfaat dan kelemahan dari pelaksanaan kemitraan, manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternakan serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dan dapat dipenuhi. Dari kerjasama kemitraan yang terjadi banyak manfaat yang dirasakan oleh peternak seperti pada Table 2.2.

Tabel 2.2. Manfaat Kemitraan Menurut Peternak

No Manfaat Jumlah

(orang) % 1 Terciptanya lapangan Kerja Baru 2 8 2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin

perusahaan 2 8

3 Tidak diperlukan modal sendiri 9 36 4 Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13 52 5 Resiko kerugian kecil 10 40 6 Tambahan pengetahuan teknologi budidaya

14

Dari Tabel 2.2. terlihat beberapa manfaat dari pola kemitraan yang perlu dikembangkan, pertama terciptanya lapangan kerja baru, adanya pola kemitraan pihak perusahaan atau pengusaha yang berniat untuk bermitra akan menyediakan modal atau bermitra dengan beberapa orang sebagai peternak, secara langsung ini dapat memperluas skala usahanya dan membuka lapangan kerja baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Hapsah, (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, bantuan teknologi dan pembinaan berupa pembinaan mutu produksi dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta pembinaan manajemen.

Manfaat kedua adalah harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, manfaat ini tergantung dari kondisi harga jual ayam, jika harga jual ayam cenderung tetap maka peternak dapat merasakan manfaatnya namun jika harga jual mengalami perubahan maka peternak tidak bisa komplain karena sudah terikat kontrak. Hal ini didukung oleh pendapat Sirajuddin (2005) yang mengatakan bahwa diperlukan hubungan kemitraan sebagai antisipasi terhadap fluktuasi harga pakan dan bibit yang tidak dapat dikendalikan oleh peternak. Akan tetapi masalah yang sering dihadapi dengan system kemitraan ini adalah keterikatan peternak untuk menjual produk yang dihasilkan dengan harga yang telah disepakati di dalam kontrak yang kadang-kadang lebih rendah dari harga pasar.

15

fasilitas dan sumber daya cukup memerlukan modal besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus (2009) yang menyatakan bahwa peternak mandiri prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak. Maka dari itu untuk mempermudah peternak melaksanakan budidaya ayam ras pedging maka salah satu jalan yaitu melakukan kemitraan dengan pengusaha atau bermitra dengan pengusaha besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2007) yang mengatakan bahwa dalam membuka usaha peternakan ayam ras pedaging membutuhkan modal yang besar sedangkan modal peternak masih lemah, maka untuk mendapatkan modal tersebut, peternak melakukan kemitraan atau kerja sama dengan perusahaan mitra yang bergerak di bidang budi daya dan penyediaan sapronak. Dengan daya bantuan tersebut maka peternak tidak khawatir lagi akan pemenuhan sapronak yang sudah dijamin kualitasnya oleh perusahaan mitra.

Untuk mengatasi masalah kekurangan modal bagi calon peternak untuk memulai usaha peternakan maka dapat dilakukan pengajuan kepada pihak pengusaha mitra untuk bermitra, sebab dalam usaha kemitraan peternak akan dibantu dalam hal pengadaan sapronak, atau modal sebagian ditanggung oleh pengusaha mitra. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno (2005) yang menyatakan bahwa Dalam SK Mentan No. 472/1996 disebutkan bahwa perusahaan inti adalah perusahaan peternakan yang berkewajiban

16

ras, mengusahakan permodalan, dan melaksanakan budi daya sebagaimana dilakukan oleh peternak. Dengan aturan ini maka peternak yang bertindak sebagai plasma hanya berkewajiban melakukan budi daya ternak sebaik-baiknya sehinggah hasil produksinya mencapai target. Jadi apabila pengusaha mitra menyediakan beberapa kebutuhan yang disebutkan diatas maka peternak tidak merasa berat untuk melaksanakan usaha peternakan tersebut atau peternak tidak memerlukan modal sendiri.

Persentase terbesar dari manfaat kemitraan adalah jaminan pemasarannya, dimana dalam pelaksanaan kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging mempunyai hasil akhir yang merupakan tanggung jawab pengusaha yang bermitra untuk memasarkan hasil tersebut, maka dari itu peternak tidak khawatir dengan tidak lakunya hasil panen, menurut Siregar (1981) bahwa usaha ayam ras mempunyai hambatan yang merupakan factor penghambat usaha peternakan tersebut, seperti harga jual ayam yang fluktuatif, karena adanya factor penghambat tersebut akan membuat peternak mengalami kerugian jika dalam keadaan harga jual ayam rendah, berbeda halnya dengan pola kemitraan, diterapkan suatu kontrak awal sehingga jika harga jual turun maka peternak tidak merasa rugi. Hal ini sesuai dengan pendapat Amin (2005) menyatakan bahwa ada aturan (norma-norma) yang harus dilaksanakan oleh inti-plasma adalah sebagai kewajiban inti, menyediakan sarana produksi berupa pakan, bibit (DOC), obat, vaksin dan peralatan lainnya, mengambil dan memasarkan ayam pedaging hasil budidaya peternak, membantu peternak dalam proses budidaya. Ditambahkan

17

Disini terhindar dari resiko tidak lakunya hasil panen dan sekaligus mendapatkan harga produk yang wajar.

Pelaksanaan kemitraan memperkecil resiko karena kedua belah pihak masing-masing menanggung resiko yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2007) yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan resiko yang timbul dalam usaha peternakan ditanggung bersama oleh pihak perusahaan mitra yang apabila resiko yang diakibatkan oleh tingkat mortalitas yang tinggi maka ditanggung oleh peternak dan apabila resiko akibat harga ayam di pasar lebih rendah dari harga kontrak, harga bibit dan pakan lebih tinggi dari harga kontrak maka ditanggung oleh perusahaan. Ditambahkan pula oleh Seragih (2000) bahwa sistem kemitraan usaha adalah kerja sama saling menguntungkan antara pengusaha dengan pengusaha kecil. Kemitraan antara kedua belah pihak bukan hanya untuk menikmati keuntungan bersama akan tetapi juga memikul resiko secara bersama secara profesional kemitraan usaha dalam bidang peternakan bukan lagi sebagai suatu keharusan akan tetapi menjadi sebuah kebutuhan antara industri atau pemasok sapronak sebagai inti dan juga peternak sebagai plasma dengan prinsip kerja sama yang saling menguntungkan.

Pola kemitraan dapat menambah pengetahuan teknologi budidaya ayam ras bagi peternak, dimana pihak inti melakukan suatu bimbingan khusus kepada peternak mitranya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono (2003) menyatakan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana

18

peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak.

Pola kemitraan mendatangkan manfaat bagi peternak, seperti meningkatkan pendapatan peternak, selain itu pengusaha juga mendapat manfaat seperti penyediaan ayam siap potong terpenuhi. Hal ini didukung oleh pendapat Mulyantono (2003) yang menyatakan bahwa dalam pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi petertnak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Pola kemitraan mempunyai manfaat yang dirasakan langsung oleh peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak.

Ditambahkan pula oleh Yunus (2009) yang menyatakan bahwa pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam (DOC); pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin; tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan

19

pengusaha tertarik untuk melaksanakannya. Ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang dapat menjadi dasar daya tarik peternak dan pengusaha untuk melakukan kemitraan diantaranya yaitu terlihat dalam Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Pernyataan Responden Tentang Faktor Pendukug Keberhasilan Kemitraan

No Faktor Pendukung Jumlah (Orang) % 1 Adanya perjanjian tertulis yang mengikat kedua belah

pihak 8 32

2 Kredit diberikan dalam bentuk sapronak bukan uang

tunai 5 20

3 Sapronak diantar langsung ke lokasi kandang 11 44 4 Pembimbingan oleh tenaga ahli dari perusahaan inti 8 32

Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.

Dari tabel di atas terlihat beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang merupakan kriteria bagi pengusaha dan peternak untuk melakukan kemitraan. Menurut Priyono (2004) menyatakan bahwa peternak telah menjalankan kemitraannya dengan baik, ini artinya apa yang disuluhkan oleh pihak inti tentang teknologi usaha peternakan telah dijalankan dengan baik serta keberhasila tersebut di dasarkan oleh faktor-faktor pendukung usaha kemitraan.

Pola kemitraan usaha peternakan dapat mengefisienkan penggunaan waktu pelaksanaan usaha peternakan, dimana inti dan plasma yang bermitra melakukan perjanjian sebelum ada pelaksanaan usaha. Dimana dalam perjanjian tersebut memuat beberapa prosedur kerja. Biasanya dalam perjanjian tersebut berisi untuk inti berkewajiban menyediakan sarana produksi berupa: pakan, bibit (DOC), obat, vaksin dan peralatan lainnya.

20

menyediakan kandang, melaksanakan kegiatan budidaya dengan sebaik-baiknya, dan menyerahkan hasil budidaya. Dengan adanya perjanjian tersebut akan memperlancar seluruh kegiatan dengan penggunaan waktu yang lebih efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Firdauas (2004) yang menyatakan bahwa pola kemitraan hanya dapat berjalan dengan baik jika ada koordinasi antar inti dan plasma dengan dasar saling menguntungkan dan membutuhkan antara dua pihak dan berdasar pada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

Pelaksanaan kemitraan akan meningkatkan pendapat atau keuntungan peternak, karena dalam usaha ini peternak tidak banyak mengeluarkan biaya, sebab adanya bantuan sarana produksi dari pengusaha sebagai inti. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono (2003) yang menyatakan bahwa dalam pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi.

Pendapatan peternak juga bisa diperoleh dari hasil penjualan limbah peternakan, sebab limbah bagi peternak yang mengadakan mitra usaha tidak termasuk kontrak, jadi peternak bisa mengolah dan mejualnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) menyatakan bahwa penerimaan dalam suatu peternakan terdiri dari hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik itu hidup atau dalam bentuk karkas dan hasil menjual feses

atau alas “litter” yang laku dijual kepada petani sayur-mayur.

21

tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan (Yunus, 2009).

Berdasarkan Tabel 2.3 ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan, yang merupakan kriteria pengusaha dan peternak melakukan usaha peternakan dengan pola kemitraan, namun masih ada beberapa faktor penghambat keberhasilan pola kemitraan.

Tabel 2.4. Pernyataan Responden Tentang Faktor Penghambat Keberhasilan Kemitraan.

No Manfaat Jumlah

(orang) % 1 Terciptanya lapangan Kerja Baru 2 8 2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin

perusahaan 2 8

3 Tidak diperlukan modal sendiri 9 36 4 Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13 52 5 Resiko kerugian kecil 10 40 6 Tambahan pengetahuan teknologi budidaya

ayam ras 11 44

Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.

Berdasarkan Tabel 2.4. dilihat bahwa selain ada faktor pendukung usaha kemitraan ada pula faktor penghambat. Menurut Priyono (2004) kelemahan-kelemahan itu meliputi misal perusahaan inti bisa terjadi over supply apabila panen ayam terjadi bersamaan. Sementara bagi plasma antara lain penetapan harga jual ayam oleh perusahaan menyebabkan peternak tidak mendapatkan keuntungan maksimal, peternak tidak bisa memasarkan ayamnya kepihak lain, karena terikat perjanjian dengan pihak inti, harga input (DOC, pakan, vitamin, obat) dirasa terlalu tinggi, dan sampai saat ini peternak belum pernah mendapatkan kredit lunak dari inti untuk pembuatan kandang dan peralatannya.

22

Faktor-faktor penghambat dalam pola pelaksanaan kemitraan dapat diatasi guna menciptakan iklim usaha yang kondusif. Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif perlu peranan dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), dimana peranan KPPU disini yaitu melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kodusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat (Anonim, 2010).

Undang-undang No 5 Tahun 1999 bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

Tugas:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

Dokumen terkait