• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui tentang kapasitas eksisting saluran drainase yang berada di kawasan Universitas Pertamina.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Hidrologi

Fenomena hidrologi merupakan suatu fenomena yang cukup kompleks dan belum sepenuhnya bisa ditinjau untuk setiap aspek-aspeknya. Daur hidrologi sebagai suatu sistem yang komponen-komponennya berupa curah hujan, penguapan, aliran, dan tahapan-tahapan lain dari daur hidrologi. Komponen-komponen ini dapat dikelompokkan menjadi sub-sistem dari daur keseluruhan guna menganalisis sistem keseluruhan.

Fungsi tanah yang dikenal sebagai tempat meresapnya air dapat dipertahankan apabila tanah tersebut ditumbuhi dengan berbagai tumbuhan. Adanya kegiatan-kegiatan manusia seperti pembangunan membuat daur hidrologi ini dapat terganggu siklusnya. Berikut merupakan beberapa aspek hidrologi yang relevan dengan studi ini adalah:

2.1.1. Estimasi curah hujan yang hilang a) Metode rata-rata aljabar

Metode rata-rata aljabar adalah metode yang paling praktis digunakan untuk mencari data curah hujan yang hilang. Pengukuruan yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun, stasiun yang digunakan dalam hitungan biasanya masih saling berdekatan (Triatmodjo, 2008).

𝑝 = 𝑝1+𝑝2+𝑝3+β‹―+𝑝𝑛 hilang. Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni dengan memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variable yang diperhitungkan pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain dan jummlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut. Rumus metode normal ratio untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut (Wei and McGuiness, 1973):

𝑝π‘₯

𝑝1, 𝑝2,... 𝑝𝑛 = data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama 𝑁π‘₯ = hujan tahunan di stasiun x

𝑁1, 𝑁2, …,𝑁𝑛 = hujan tahunan di sekitar stasiun x 𝑛 = jumlah stasiun hujan disekitar stasiun x c) Metode inversed square distance

Metode inversed square distance adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama dengan metode normal ratio yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah hujan dalam 1 tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari data curah hujan yang hilang. Rumus metode inversed square distance untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut (Harto, 1993)

𝑝π‘₯ =

𝑝𝑖 = data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama 𝐿𝑖 = jarak antara stasiun

2.1.2. Analisa hujan rata-rata

Data curah hujan yang terdapat pada titik pengamatan dapat berupa data curah hujan harian, bulanan, atau tahunan. Data curah hujan yang dibutuhkan dalam perencanaan drainase yaitu tinggi curah hujan dan periode pencatatan hujan.

Dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata diatas wilayah tertentu dari beberapa pos pengamatan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a) Metode rata-rata aritmatik

Metode ini dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos pengamatannya ditempatkan secara merata didalam wilayah, dan hasil penakaran dari masing-masing pos pengamatan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos pengamatan di seluruh wilayah pengamatan.

Tinggi curah hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus:

𝑑 = 𝑑1+ 𝑑2+𝑑𝑁3+β‹―+𝑑𝑛 (2.4) dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

d1, d2, d3 …, dn = tinggi curah hujan pada pos pengamatan 1, 2, 3, …, n (mm) n = banyaknya pos pengamatan

N = jumlah pos pengamatan b) Metode polygon thiessen

Metode ini didasarkan rata-rata terbobot. Masing-masing dari pos pengamatan mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung diantara dua buah pos penghubung.

Metode ini dapat digunakan pada daerah dengan distribusi pos pengamatan curah hujan yang tidak tersebar merata didalam wilayah pengamatan. Hasil analisa dengan metode ini lebih teliti serta lebih dapat dipercaya apabila dibandingkan dengan cara rata-rata aritmatik, karena dalam menentukan curah hujan wilayah dengan metode ini akan diperhitungkan persentase luas pengaruh dari masing-masing pos pengamatan curah hujan. Luas pengaruh pos pengamatan yang digunakan merupakan luas daerah yang berada di dalam Daerah Aliran Sungai.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑑 = 𝐴1𝑑1+𝐴2 𝑑2+𝐴3𝑑3+β‹―+𝐴𝑛𝑑𝑛

𝐴1+𝐴2+𝐴3+β‹―+𝐴𝑛 (2.5) dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

𝑑1, 𝑑2, … , 𝑑𝑛 = curah hujan pada stasiun 1, 2, …, n (mm)

𝐴1, 𝐴2, … , 𝐴𝑛 = luas daerah yang dibatasi oleh masing-masing stasiun (km2) c) Metode isohyet

Metode isohyet merupakan metode yang paling teliti untuk mendapatkan curah hujan wilayah rata-rata. Tetapi metode ini memerlukan pos pengamatan curah hujan yang cukup rapat di dalam daerah pengamatan, sehingga memungkinkan untuk membuat kontur tinggi curah hujan atau garis-garis isohyet.

Supaya mendapatkan suatu hasil penggambaran garis-garis isohyet yang diharapkan maka perlu diperhatikan kondisi topografi daerah. Rumus dari metode ini adalah sebagai berikut.

𝑑 =𝐴1

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

𝑑0, 𝑑1, … , 𝑑𝑛 = curah hujan pada isohyet 0, 1, …, n (mm)

𝐴0, 𝐴1, … , 𝐴𝑛 = luas daerah yang dibatasi oleh isohyet yang bersangkutan (km2) 2.1.3. Analisa frekuensi

Analisa frekuensi merupakan rangkaian data hidrologi yang merupakan suatu variabel kontinyu yang dapat digambarkan dalam suatu persamaan distribusi peluang. Masing-masing dari jenis distribusi atau sebaran mempunyai parameter statistik yang terdiri dari nilai rata-rata (ΞΌ = π‘₯Μ… ),

standar deviasi ( Οƒ = S ), koefisien variasi (Cv), dan koefisien ketajaman (Ck) (Suwarno, 1995).

Distribusi peluang dalam analisa frekuensi yang umum digunakan adalah sebagai berikut.

a) Distribusi Gumbel b) Distribusi Normal c) Distribusi Log Normal

d) Distribusi Log Pearson Tipe III

Masing-masing dari jenis distribusi memiliki parameter statistik yang terdiri dari nilai rata-rata (ΞΌ = π‘₯Μ… ), standar deviasi ( Οƒ = Sd ), koefisien variasi (Cv), dan koefisien ketajaman (Ck) yang masing-masing dicari berdasarkan rumus sebagai berikut.

- Nilai rata-rata - Koefisien variasi (Cv)

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Besarnya koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝐢𝑣 = 𝑆𝑑 - Koefisien kemencengan (Cs)

Kemencengan adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan dari suatu bentuk distribusi. Pengukuran kemencengan adalah mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetri atau menceng. Umunya ukuran kemencengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan dapat dihitung dengan rumus berikut ini.

𝐢𝑠 = (π‘›βˆ’1)(π‘›βˆ’2)𝑆𝑛 βˆ‘(π‘‹βˆ’π‘‹ Μ… )3𝑑3 (2.10)

dimana:

Cs : koefisien kemencengan S : standar deviasi

X : data sampel

𝑋̅ : nilai rata-rata hitung n : jumlah pengamatan

- Koefisien ketajaman (Ck)

Koefisien ketajaman dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Untuk menentukan keruncingan kurva distribusi digunakan rumus sebagai berikut.

πΆπ‘˜ = 𝑛2βˆ‘(π‘‹βˆ’π‘‹Μ…)4

Adapun parameter statistik dari masing-masing distribusi adalah:

a. Distribusi Gumbel dengan syarat harga Cs = 1,139 dan Ck = 5,402.

b. Distribusi Normal dengan syarat harga Cs =Μƒ 3 Cv dan Ck = 3.

c. Distribusi Log Normal dengan syarat harga Cs > 0 dan Ck > 0 d. Distribusi Log Pearson Tipe III dengan syarat harga Cs antara 0 – 9.

Dalam memilih satu fungsi tertentu dibutuhkan sebuah ketelitian. Hal itu dikarenakan untuk suatu rangkaian data tidak selalu cocok dengan sifat-sifat sebaran. Kesalahan dalam memilih sebaran dapat menyebabkan kejadian fatal yang mengakibatkan kerugian jika perkiraan desain terlalu kecil (under estimate) atau terlalu besar (over estimate).

2.1.4. Analisa distribusi

Sebelum memilih distribusi probabilitas yang akan digunakan dalam perhitungan, dilakukan analisa terlebih dahulu terhadap data yang akan digunakan. Parameter-parameter statistik yang dimiliki data adalah 𝑋̅, S, Ck, Cv, dan Cs. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik tersebut didapatkan harga Cs dan Ck lalu dipilih untuk diuji sebagai perbandingan. Persamaan distribusi yang dipilih adalah Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, dan Distribusi Log Pearson Tipe III.

a) Distribusi Normal

Perhitungan Distribusi Normal menggunakan persamaan sebagai berikut.

𝑋 = 𝑋̅ + π‘˜ . 𝑆 (2.12)

dimana:

X : Besarnya suatu kejadian 𝑋̅ : Nilai rata-rata

S : Standar deviasi

k : Faktor sifat dari distribusi Normal ( Tabel 2.1) b) Distribusi Log Normal dan Distribusi Log Pearson Tipe III

Perhitungan Distribusi Log Normal dan Distribusi Log Pearson Tipe III menggunakan persamaan berikut ini.

πΏπ‘œπ‘”π‘… = πΏπ‘œπ‘”π‘…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… + π‘˜. π‘†π‘‘πΏπ‘œπ‘”π‘…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… (2.13) dimana:

πΏπ‘œπ‘”π‘… : Logaritma curah hujan untuk periode tertentu πΏπ‘œπ‘”π‘…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… : Harga rata-rata dari logaritmik data

π‘†π‘‘πΏπ‘œπ‘”π‘…

Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…: Standar deviasi

k : Faktor dari sifat distribusi Normal (Tabel 2.1), distribusi Log Normal (Tabel 2.2) dan distribusi Log Pearson Tipe III (Tabel 2.3).

Tabel 2. 1. Nilai k Untuk Distribusi Normal

T Peluang k

Sumber : Soewarno (1995)

Tabel 2. 2. Nilai k Untuk Distribusi Log Normal

Cv

Tabel 2. 3. Nilai k Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III

Sumber : Soewarno (1995)

2.1.5. Uji Kecocokan distribusi

Dalam menentukan kecocokan distribusi frekuensi dari data terhadap fungsi distribusi peluang, diperlukan pengujian parameter. Adapun uji parameter tersebut adalah uji Chi Kuadrat dan Uji Smirnov Kolmogorov.

a) Uji Chi Kuadrat

Uji ini digunakan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik data yang dianalisa atau tidak. Pengambilan keputusan uji ini

menggunakan parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi Kuadrat. Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung parameter uji X2.

π‘‹β„Ž2= βˆ‘ (π‘‚π‘–βˆ’πΈπ‘–)2

𝑂𝑖 : Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i 𝐸𝑖 : Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i

Adapun langkah-langkah uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut.

1. Urutkan data pengamatan dari data terbesar.

2. Kelompokkan data menjadi beberapa grup.

Tidak ada aturan pasti mengenai penentuan jumlah kelas (grup), Sturges pada tahun 1926 mengemukakan suatu perumusan untuk emenentukan banyaknya kelas, yaitu:

π‘˜ = 1 + 3,322 log(𝑛) (2.15)

dimana:

k : Banyaknya kelas

n : Banyaknya nilai observasi (data)

3. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar 𝐸𝑖. 4. Setiap grup dihitung nilai (π‘‚π‘–βˆ’ 𝐸𝑖)2 dan (π‘‚π‘–βˆ’πΈπ‘–)

2

𝐸𝑖 . 5. Jumlahkan seluruh nilai (π‘‚π‘–βˆ’πΈπ‘–)

2

𝐸𝑖 untuk menentukan nilai Chi Kuadrat hitung.

6. Tentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 ( nilai R = 2 untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R = 1 untuk distribusi Poisson).

Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 berikut menunjukkan nilai kritis untuk Uji Chi Kuadrat.

Tabel 2. 4. Nilai Kritis untuk Uji Chi Kuadrat

dk Ξ± derajat kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

Tabel 2. 5. Nilai Kritis untuk Uji Chi Kuadrat

Sumber : Soewarno (1995)

b) Uji Smirnov Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov Kolmogorov sering disebut juga dengan uji kecocokan non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Berikut ini merupakan prosedur uji kecocokan Smirnov Kolmogorov.

1. Urutkan data dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya peluang dari setiap data tersebut.

2. Tentukan nilai dari setiap peluang teoritis menurut hasil penggambaran data.

3. Tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis dari kedua nilai peluang tersebut.

D = maksimum [ P(Xm) – P`(Xm) ]

4. Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov Kolmogorov Test (Tabel 2.6) tentukan harga D0. Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 menunjukkan nilai wilayah luas di bawah kurva normal.

Apabila D β‰₯ D0 maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat digunakan. Sedangkan bila D ≀ D0 maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat digunakan.

Tabel 2. 6. Nilai Kritis D0 untuj Uji Smirnov Kolmogorov

N Ξ± Sumber : Soewarno (1995)

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

Tabel 2. 7. Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal

Tabel 2. 8. Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal Sumber : Soewarno (1995)

Dari uji kecocokan distribusi yang telah diperhitungkan dapat diambil kesimpulan untuk menentukan distribusi yang akan dipakai.

2.1.6. Perhitungan waktu konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh pada lahan hingga masuk pada saluran terdekat sampai pada titik yang ditinjau. Besar kecilnya nilai intensitas hujan (I) yang terjadi dipengaruhi oleh perhitungan waktu konsentrasi. Besarnya nilai intensitas hujan berbanding lurus dengan besar kecilnya debit saluran (Qs), sehingga akan mempengaruhi besar kecilnya dimensi saluran. Dengan memperhitungkan kemiringan daerah aliran dan kemiringan sungai, maka digunakan rumus Kirpich sebagai berikut.

𝑑𝑐 = 𝑑0 + 𝑑𝑑 (2.16)

𝑑𝑑 : waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir dalam saluran (jam) 𝑙0 : panjang jarak dari tempat terjauh pada lahan terhadap saluran (m) S : kemiringan lahan (Ξ”H/L)

𝑙1 : panjang saluran (m)

𝑣 : kecepatan rata-rata dalam saluran (m/s) 2.1.7. Perhitungan intensitas hujan

Hujan yang berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas pada umumnya terjadi dengan intensitas yang tinggi. Sedangkan hujan yang meliputi daerah luas, dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang dan jarang sekali dengan intensitas tinggi.

Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi 1987). Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF (Intensity-Duration-Frequency) memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

Dalam studi ini, intensitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe. Rumus tersebut merupakan variasi dari beberapa rumus intensitas curah hujan yang digunakan dengan menggunakan curah hujan harian untuk curah hujan jangka pendek.

𝐼 =π‘‹π‘‡π‘Ÿ,24

24 (24

𝑑)2/3 (2.19)

dimana:

π‘‹π‘‡π‘Ÿ,24 : curah hujan harian rencana dengan periode ulang (mm) t : waktu curah hujan (jam)

I : intensitas hujan (mm/jam) 2.1.8. Koefisien pengaliran

Dalam perencanaan sistem drainase dibutuhkan suatu nilai koefisien aliran (C). Koefisien aliran adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa persen air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadinya hujan pada suatu wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi dengan jumlah curah hujan yang ada (Silvia, 2008).

πΎπ‘œπ‘’π‘“π‘–π‘ π‘–π‘’π‘› π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› (𝐢) = π‘Žπ‘–π‘Ÿ β„Žπ‘’π‘—π‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘› 𝑑𝑖 π‘π‘’π‘Ÿπ‘šπ‘’π‘˜π‘Žπ‘Žπ‘›

π‘Žπ‘–π‘Ÿ β„Žπ‘’π‘—π‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘—π‘Žπ‘‘π‘’β„Ž π‘˜π‘’ π‘π‘’π‘Ÿπ‘šπ‘’π‘˜π‘Žπ‘Žπ‘› (2.20) Nilai koefisien aliran dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut.

Tabel 2. 9. Nilai Koefisien Aliran (Suripin, 2003)

Sumber : Suripin (2003)

Koefisien aliran tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

a. Topografi b. Tata guna lahan

c. Jenis penutup permukaan

2.1.9. Perhitungan debit banjir (Debit kawasan)

Banjir merupakan keadaan saat saluran drainase mengalirkan air diatas kondisi batas normalnya. Debit banjir adalah besarnya kelebihan volume air dari batas normal yang melalui saluran drainase persatuan waktu. Cara metode rasional digunakan untuk memperkirakan debit banjir.

Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai adalah Metode Rasional USSCS (1973). Pendekatan ini merupakan pendekatan dalam menghitung debit banjir dari pengaruh curah hujan, dengan menggunakan rumus:

𝑄 = 𝐢 . 𝐼 . 𝐴 (2.21)

dimana:

Q : debit banjir yang terjadi (m3/detik)

I : intensitas hujan yang merata didaerah yang ditinjau (mm/jam) A : luas daerah pengaliran yang ditinjau (km2)

C : koefisien pengaliran 2.2. Analisa Hidraulika 2.2.1. Kapasitas saluran

Untuk mengetahui kapasitas saluran, digunakan persamaan 2.22 dibawah ini.

𝑄 =1

𝑛 . 𝑅23 . 𝑆12 . 𝐴 (2.22)

dimana:

Q : debit aliran (m3/s)

n : koefisien kekasaran Manning R : jari-jari hidrolis saluran (m) S : kemiringan saluran

A : luas penampang saluran (m2)

Nilai koefisien kekasaran Manning dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut.

Tabel 2. 10. Nilai Koefisien Kekasaran Manning

Dinding

Saluran KONDISI n

Papan-papan rata, dipasang rapi 0,010

Kayu Papan-papan rata, dipasang kurang rapi 0,012

Papan-papan kasar, dipasang rapi 0,012

Papan-papan kasar, dipasang kurang rapi 0,014

Halus 0,010

Metal Dikeling 0,015

Sedikit kurang rata 0,020

Plesteran Semen halus 0,010

Pasangan Plesteran Semen dan pasir 0,012

Batu Beton dilapis baja 0,012

Beton dilapis kayu 0,013

Batu bata kosongan yang baik kasar 0,015

Pasangan batu, keadaan jelek 0,020

Halus dipasang rata

batu bongkahan, batu pecah, batu belah, batu guling, dipasang dalam semen

Tanah dengan batu-batu dan tumbuh-tumbuhan dalam keadaan jelek

sebagian terganggu oleh batu-batu atau tumbuhan

0,025 0,035 0,050

Sumber : Subarkah (1980)

Beberapa bentuk penampang hidraulik drainase dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut.

Tabel 2. 11. Penampang Hidraulis Efektif Saluran (Chow, 1988)

Keterangan:

Q = debit pada saluran (m3/detik) n = nilai koefisien kekasaran Manning S = kemiringan saluran

b = lebar saluran (m)

BENTUK POTONGAN GEOMETRI

OPTIMUM

KEDALAMAN CROSS-

NORMAL yn SECTIONAL AREA

Trapesoidal

Rectangular

Triangular

Wide Flat

Circular

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian studi ini dilakukan di dalam kawasan kampus Universitas Pertamina. Denah lokasi saluran drainase eksisiting yang berada dalam kawasan ini diperoleh dari bagian Aset PT Pertamina (Persero). Gambar 3.1 menunjukkan lokasi penelitian.

Gambar 3. 1. Kawasan Kampus Universitas Pertamina

3.2. Data

Sebelum dilaksanakannya suatu penganalisaan mengenai suatu permasalahan diperlukan adanya penelitian yang didukung dengan data awal yang mencukupi supaya tujuan penganalisaan dapat tercapai.

Seringkali dalam penganalisaan suatu permasalahan terjadi peninjauan ulang pada perancanaan teknisnya akibat kekurangan data pendukung. Data awal yang diperlukan dalam evaluasi sistem drainase di kawasan Universitas Pertamina terdiri dari:

a) Data hidrologi

Data hidrologi merupakan data yang boleh dikatakan paling penting dalam penganalisaan.

Sebab dat atersebut merupakan langkah awal perhitungan dalam penganalisaan. Data hidrologi berupa data hujan pada daerah yang dianalisa.

Data hujan ini diperoleh dari 3 stasiun dari situs online BMKG yakni Stasiun Meteorologi Kemayoran, Stasiun Hujan Tangerang Selatan, dan Stasiun Hujan Halim Perdana Kusuma.

Pemilihan stasiun ini didasarkan atas pertimbangan bahwa 3 stasiun tersebut merupakan stasiun yang terdekat dengan kawasan Universitas Pertamina. Data observasi curah hujan yang akan digunakan pada tiga stasiun penakar hujan tersebut adalah selama 30 tahun (tahun 1990 s/d tahun 2019). Gambar 3.2 menunjukkan lokasi dari Universitas Pertamina, Stasiun Meteorologi Kemayoran, Stasiun Hujan Bendung Gintung, dan Stasiun Hujan Puskesmas Kemang.

Gambar 3. 2. Lokasi Universitas Pertamina, Stasiun Meteorologi Kemayoran, Stasiun Hujan Tangerang Selatan, dan Stasiun Hujan Halim Perdana Kusuma

Tabel 3.1 berikut merupakan data jarak antar stasiun pencatatan curah hujan yang diperoleh dari aplikasi Google Earth.

Tabel 3. 1. Data Jarak Antar Stasiun

(km) Stasiun A Stasiun B Stasiun C

Stasiun A 0 14,8 15,4

Stasiun B 14,8 0 13

Stasiun C 15,4 13 0

dimana:

Stasiun A : Stasiun Hujan Tangerang Selatan Stasiun B : Stasiun Hujan Halim Perdana Kusuma Stasiun C : Stasiun Meteorologi Kemayoran

Tabel 3.2 berikut merupakan data jarak Universitas Pertamina terhadap setiap stasiun pencatatan curah hujan yang diperoleh dari aplikasi Google Earth.

Tabel 3. 2. Data Jarak Universitas Pertamina Terhadap Setiap Stasiun Pencatatan Curah Hujan

Jarak antar- Universitas Pertamina (km)

Stasiun A 5,53

Stasiun B 11,3

Stasiun C 9,97

dimana:

Stasiun A : Stasiun Hujan Tangerang Selatan Stasiun B : Stasiun Hujan Halim Perdana Kusuma Stasiun C : Stasiun Meteorologi Kemayoran

b) Data saluran eksisting drainase di dalam kawasan Universitas Pertamina

Data ini diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan pada tanggal 28 Februari – 10 Maret 2020. Data saluran drainase eksisting dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3. Metodologi Penelitian

Diagram alir evaluasi sistem drainase di kawasan Universitas Pertamina, Jalan Teuku Nyak Arief, Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan dapat dilihat dari Gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3. 3. Diagram Alir MULAI

PERUMUSAN MASALAH

PENGUMPULAN DATA

STUDI LITERATUR

ANALISA DEBIT EKSISTING SISTEM DRAINASE (Q1)

ANALISA KAWASAN (Q = C.I.A)

HASIL PERHITUNGAN DEBIT KAWASAN (Q2)

Q

1

> Q

2

SELESAI YA

TIDAK

EVALUASI

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama dimulai dari pengumpulan data seperti yang disebutkan pada sub bab 3.2 sebelumnya.

b. Melakukan analisa frekuensi dengan menggunakan persamaan 2.4 sampai 2.8.

c. Menghitung debit limpasan (Q2) dengan menggunakan persamaan 2.18.

d. Menghitung kapasitas saluran drainase eksisting (Q1) dengan menggunakan persamaan 2.19.

e. Apabila Q1 > Q2, maka saluran eksisting drainase dalam keadaan baik atau dapat berfungsi dengan baik.

f. Apabila Q2 > Q1, maka dilakukan evaluasi dalam bentuk saran yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan genangan yang terjadi di kawasan Universitas Pertamina.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Estimasi Data Curah Hujan Yang Hilang

Dalam estimasi data curah hujan yang hilang, dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode Inversed Square Distance yang mempertimbangkan nilai curah hujan pada setiap stasiun dan jarak antar setiap stasiun. Hasil perhitungan estimasi data curah hujan yang hilang tersebut kemudian diambil data maksimum curah hujan setiap tahun yang digunakan untuk analisis selanjutnya.

4.2. Analisa Frekuensi 4.2.1. Analisis hujan rata-rata

Metode yang digunakan untuk menganalisis hujan rata-rata yaitu metode Polygon Thiessen.

Metode ini dipilih karena stasiun pencatat hujan yang tersedia memiliki jarak yang variatif. Gambar 4.1 dibawah ini menunjukkan hasil hujan rerata metode Polygon Thiessen.

Gambar 4. 1. Polygon Thiessen Kawasan Universitas Pertamina

Curah hujan kawasan diperoleh dari hujan metode polygon thiessen dengan memperhatikan pengaruh stasiun-stasiun curah hujan pada kawasan tersebut. Pada analisa debit kawasan ini curah hujan rencana diambil stasiun terdekat dengan kawasan yang akan ditinjau, yaitu Stasiun Hujan Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan keseluruhan wilayah kawasan Universitas Pertamina berada pada daerah pengaruh Stasiun Hujan Tangerang Selatan.

4.2.2. Uji parameter statistik

Uji parameter statistik terhadap data yang tersedia merupakan hal yang harus dilakukan sebelum perhitungan probabilitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan perkiraan yang cukup besar baik under entimated atau over estimated. Hal ini juga dilakukan karena setiap data hidrologi harus diuji kesesuaianya dengan sifat statistik masing-masing distribusi seperti yang disebutkan pada bab II. Adapun data curah hujan yang dianalisis adalah data yang terdapat pada Tabel 4.1 yang menyajikan data curah hujan Stasiun Tangerang Selatan. Tahap pertama adalah

diambil data curah hujan maksimum pertahun (R) lalu dilakukan pengurutan data dari yang terbesar hingga yang terkecil. Selanjutnya hasil dari pengurutan data tersebut dihitung rata-ratanya (𝑅̅) dan didapatkan nilai (𝑅̅). Setelah itu dilakukan perhitungan (𝑅 βˆ’ 𝑅̅)2, (𝑅 βˆ’ 𝑅̅)3, (𝑅 βˆ’ 𝑅̅)4 dengan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan 4.2 berikut.

Tabel 4. 1. Perhitungan Parameter Statistik

Tahun R 𝑹̅ (𝑹 βˆ’ 𝑹̅) (𝑹 βˆ’ 𝑹̅)𝟐 (𝑹 βˆ’ 𝑹̅)πŸ‘ (𝑹 βˆ’ 𝑹̅)πŸ’

Tabel 4. 2. Perhitungan Parameter Statistik

Rata-rata 3490,69 - 71531 11517371 2584887171

Adapun perhitungan parameter statistik dari data yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 adalah perhitungan nilai 𝑆𝑑 menggunakan persamaan 2.5, perhitungan nilai 𝐢𝑣 menggunakan persamaan 2.6, perhitungan nilai 𝐢𝑣 menggunakan persamaan 2.7, dan perhitungan nilai πΆπ‘˜ menggunakan

Hasil dari perhitungan parameter statistik ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4. 3. Hasil Analisis Perhitungan Parameter Statistik

Data Hasil

Parameter Statistik Distribusi

Gumbel Normal Log Normal Log Pearson Tipe III

𝑅̅ 116,36

Sd 49,66467413

Cs 3,473568023 1.139 0 Cs =Μƒ 3 Cv 0 < Cs < 9

Ck 17,44110297 5.402 3 Ck > 0

Cv 0,426832116

Berdasarkan dari hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh Tabel 4.3 diatas dengan nilai 𝐢𝑆 sebesar 3,473568023, dan nilai πΆπ‘˜ sebesar 17,44110297 dengan memperhatikan sifat statistik dari masing-masing distribusi maka dapat disimpulkan bahwa data yang tersedia memenuhi sifat statistik dari distribusi Log Pearson Tipe III.

4.3. Perhitungan Uji Distribusi

Dalam perhitungan metode distribusi Log Pearson Tipe III, data yang telah diurutkan kemudian dihitung (Log 𝑅̅) dan didapatkan nilai Log 𝑅̅ = 2,042 mm. Lalu dilakukan perhitungan (Log R - Log 𝑅̅), (Log R - Log 𝑅̅) 2, (Log R - Log 𝑅̅) 3. Hasil perhitungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4. 4. Perhitungan Metode Distribusi Log Pearson Tipe III Jumlah

Tabel 4. 5. Perhitungan Metode Distribusi Log Pearson Tipe III

Tabel 4. 5. Perhitungan Metode Distribusi Log Pearson Tipe III

Dokumen terkait