• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu sebagai dasar dalam usaha perbanyakan (rearing) dan dalam pengontrolan populasi kumbang E. kamerunicus di lapangan sehingga populasi efektif untuk membantu penyerbukan per hektarnya dapat terpantau. Pengukuran efektivitas penyerbukan E. kamerunicus melalui fruit set yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menentukan tingkat efisiensi penyerbukan oleh E. kamerunicus.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi dan Morfologi E. kamerunicus Faust.

Kumbang E. kamerunicus termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili Curculionidae, dan genus Elaeidobius (Setliff 2007). Ciri-ciri morfologi E. kamerunicus, yaitu tubuh berwarna coklat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Di toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks, memiliki moncong pada bagian mulutnya sehingga kumbang ini disebut kumbang moncong (weevil).

Kumbang jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya ukuran tubuh jantan lebih besar dari betina, moncong jantan lebih pendek dari betina, permukaan tubuh jantan memiliki rambut-rambut lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat tonjolan.

B. Serangga Pengunjung Bunga Kelapa Sawit

Pengamatan Wilder (1998) yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit Costa Rica sebelah selatan, dilaporkan 11 spesies serangga pengunjung bunga kelapa sawit, diantaranya E. kamerunicus, 5 spesies lalat, 2 spesies lebah, 2 spesies tabuhan, dan satu spesies semut. Dari 11 spesies serangga tersebut, serangga yang paling dominan adalah E. kamerunicus, diikuti kelompok semut, lalat, dan tabuhan. Lebah mengunjungi bunga betina ketika serangga dominan lainnya sedikit. Pada bunga kelapa sawit di Banten ditemukan Thrips hawaiinensis Morgan dan ngengat Pyroderces sp. (Pardede 1990) sebagai serangga asli di daerah tersebut yang membantu penyerbukan bunga kelapa sawit.

Di Indonesia dan Malaysia, dilaporkan serangga yang membantu penyerbukan tanaman kelapa sawit, umumnya adalah Thrips hawaiinensis

Morgan (Thysanoptera) dan E. kamerunicus Faust (Coleoptera) (Sipayung & Soedharto 1982). Selain E. kamerunicus, terdapat spesies lain dari genus

(O’Brien 1986), tetapi yang paling efektif adalah E. kamerunicus (Labarca et al.

2007; Moura et al. 2008).

C. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kelapa sawit (E. guineensis) merupakan tanaman monokotil yang termasuk dalam divisi Magnoliophyta (Tracheophyta), kelas Liliopsida (Angiospermae), ordo Arecales, familia Arecaceae, genus Elaeis, dan spesies

Elaeis guineensis Jacq (Corley & Tinker 2003).

Seperti tanaman palma lainnya, daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah berwarna hijau muda. Tanaman kelapa sawit sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam, bentuk daun termasuk majemuk menyirip dan tersusun rozet pada ujung batang. Tiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Bilangan pelepah yang dihasilkan meningkat dari 30 hingga 40 ketika berumur tiga hingga empat tahun dan kemudian menurun 18 sampai 25 pelepah. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga mirip dengan tanaman kelapa. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu, juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi (Kee et al. 2004).

Bunga jantan dan betina pada tanaman kelapa sawit terletak pada tandan bunga yang berbeda dan waktu anthesis tidak bersamaan. Hal ini menyebabkan penyerbukan sendiri jarang terjadi dan perlu agens untuk penyerbukan silang ataupun penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan perlu dilakukan karena jumlah bunga jantan lebih sedikit dibandingkan bunga betina. Selain itu, yang menyebabkan perlunya penyerbukan buatan adalah kelembaban yang tinggi atau musim hujan yang panjang. Penyerbukan buatan yang telah dilakukan seperti penyerbukan buatan dengan bantuan manusia atau serangga. Penyerbukan buatan yang dibantu oleh manusia dilakukan setelah kegiatan kastari (pembuangan bunga kelapa sawit dari pohonnya) dihentikan. Penyerbukan oleh manusia dilakukan pada saat tanaman memiliki bunga betina yang sedang anthesis, sedangkan

penyerbukan oleh serangga umumnya dilakukan oleh serangga penyerbuk E. kamerunicus. Serangga penyerbuk dilepas pada saat bunga betina sedang

reseptive. Keuntungan penyerbukan oleh kumbang ini, yaitu menghasilkan tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15%, dan produksi inti meningkat sampai 30%.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung varietasnya. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu eksoskarp: bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, mesoskarp: serabut buah, dan endoskarp: cangkang pelindung inti (Setyamidjaja 2006) (Gambar 1).

Gambar 1. Lapisan buah kelapa sawit. Lapisan eksokarp (a), lapisan mesocarp (b), lapisan endocarp (c), endosperm/kernel (d).

Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Berdasarkan tebal tipisnya tempurung, kelapa sawit dibedakan menjadi 3, yaitu :

dura, yaitu kelapa sawit yang memiliki tempurung tebal, yaitu sekitar 3 - 5mm

pisifera, yaitu kelapa sawit yang memiliki tebal tempurung tipis a b c d

tanera, yaitu kelapa sawit yang memiliki tebal tempurung sedang, yaitu sekitar 2 - 3 mm (Setyamidjaja2006) (Gambar 2).

D. Ciri-ciri Bunga Jantan dan Betina Anthesis

Ciri-ciri bunga jantan kelapa sawit yang sedang anthesis adalah bunga berwarna kuning, mengeluarkan aroma yang menjadi attractant bagi kumbang E. kamerunicus, dan pada permukaan spikelet bunga banyak terdapat serbuk sari (polen). Sedangkan ciri-ciri bunga betina receptive adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir, serta mengeluarkan aroma. Aroma atau bau harum yang dihasilkan oleh bunga jantan lebih kuat dibandingkan aroma yang dihasilkan bunga betina (Corley & Tinker 2003).

Gambar 2. Varietas buah kelapa sawit: dura (a), tenera (b), dan pisifera (c). a

b

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan Desember 2009. Pengamatan demografi kumbang E. kamerunicus dilakukan di Laboratorium Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, dan di Laboratorium Biologi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten. Sedangkan pengukuran populasi E. kamerunicus dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Sejahtera Puti Pesona, Astra Agro Lestari Tbk, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisalak Baru, Kabupaten Lebak, Banten.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu kumbang E. kamerunicus sebagai objek pengamatan dan etanol 70% untuk mengawetkan sampel kumbang. Sedangkan alat yang digunakan adalah kotak pengamatan untuk tempat pemeliharaan dan pengamatan biologi E. kamerunicus, mikroskop stereo untuk membantu pengamatan E. kamerunicus yang berukuran kecil, kantung plastik untuk membungkus spiekelet bunga jantan kelapa sawit pada saat pengambilan sampel populasi E. kamerunicus, gunting tanaman untuk memotong spikelet bunga jantan kelapa sawit, counter untuk membantu penghitungan populasi E. kamerunicus, tangga untuk membantu naik ke atas pohon kelapa sawit, kamera untuk dokumentasi pengamatan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban, lux meter untuk mengukur intensitas cahaya, tali dan alat tulis (Gambar 3).

Gambar 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian: termohigrometer (a),

counter (b), gunting tanaman (c), kotak pengamatan (d), mikroskop stereo (e), lux meter (f), dan tangga (g).

C. Metode Penelitian

1. Studi Demografi E. kamerunicus

a. Pemeliharaan (rearing) Kumbang E. kamerunicus

Pemeliharaan kumbang dilakukan dalam kotak pemeliharaan sebanyak 6 kotak, berupa kotak plastik (ukuran 20 x 15 x 15 cm) yang ditutup dengan kain kasa. Dalam kotak pemeliharaan dimasukkan sepasang imago E. kamerunicus dan satu spikelet bunga jantan anthesis

steril. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari hari pertama pemeliharaan. Penyediaan spikelet bunga jantan anthesis steril dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan mengambil spikelet mulai anthesis

dengan tingkat kemekaran bunga sekitar 2%, dimana belum ada kumbang

E. kamerunicus yang hinggap pada bunga tersebut. Cara kedua adalah dengan mengurung tandan bunga jantan yang belum anthesis

menggunakan kain kasa supaya tidak ada kumbang E. kamerunicus yang

c d

b a

hinggap. Bunga jantan ini kemudian diambil ketika sudah anthesis dengan tingkat kemekaran bunga sekitar 80% (Gambar 4).

a b c

Gambar 4. Tandan bunga betina receptive (a), bunga betina (b), tandan bunga jantan anthesis (c).

b. Pengamatan Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Pengamatan biologi dan siklus hidup E. kamerunicus dilakukan setiap hari dengan mengamati telur, larva, pupa dan imago yang dihasilkan. Pengamatan meliputi lama tiap fase, ukuran tubuh, dan jumlah keturunan jantan dan betina. Karena mengalami kesulitan dalam pengamatan, jumlah telur diasumsikan sama dengan jumlah larva instar 1.

Pengamatan siklus hidup digunakan 6 kotak dan dilakukan 4 ulangan. Hari pertama dilakukan pengamatan telur, apabila belum ditemukan telur pengamatan dilanjutkan pada hari berikutnya sampai ditemukan telur ataupun larva. Telur ataupun larva yang ditemukan diamati setiap hari sampai menjadi imago. Selain itu, dilakukan pengukuran parameter lingkungan setiap hari pada pukul 10.00 WIB di dalam laboratorium meliputi suhu udara (minimum dan maksimum), dan kelembaban udara.

c. Analisis Demografi

Analisis statistik demografi (Price 1984) meliputi laju reproduksi kotor (G = ∑mx); laju reproduksi bersih (Ro = ∑ lx mx); waktu generasi (T

Penghitungan peluang hidup menggunakan rumus sebagai berikut, x: kelas umur cohort (hari); ax: banyaknya individu yang hidup setiap umur pengamatan; lx: proporsi yang hidup pada umur x (lx = ax/ao); dx:

banyaknya individu yang mati di setiap kelas umur; qx: proporsi mortalitas pada masing-masing umur (qx = dx/ax); Lx: jumlah rata-rata individu pada

kelas umur x dan kelas umur berikutnya (Lx = (l x + lx+1) / 2); Tx: jumlah

individu yang hidup pada kelas umur x (Tx = ∑ Lx); ex: harapan hidup

pada setiap kelas umur x (ex = Tx / lx); mx = jumlah anak betina yang lahir

pada umur x. Proporsi kumbang yang hidup (lx) dengan hari pengamatan

(x) kemudian diplotkan dalam kurva ketahanan hidup (survivorship curve).

2. Pengukuran Populasi Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun (Gambar 5). Metode yang digunakan adalah metode sampling populasi kumbang pada tandan bunga jantan anthesis, dengan cara mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah dan ujung tandan bunga jantan (Dhileepan 1994) (Gambar 6).

a b c

Gambar 5. Pohon kelapa sawit: umur 3 tahun (a), umur 6 tahun (b), dan umur 12 tahun (c)

Jumlah kumbang yang didapatkan dari 9 spikelet yang diambil kemudian dihitung dan dirata-ratakan jumlah kumbang per spikeletnya. Selain itu, dihitung juga jumlah spikelet per tandan. Jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan dihitung untuk mengetahui jumlah kumbang per tandan. Sampling dilakukan pada 5 pohon per blok (1000 m x 300 m).

Pengamatan populasi kumbang pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Kebun Cisalak Baru. Pengamatan dilakukan di dua blok, yaitu blok A dan C untuk 3 tahun, dan blok B dan D untuk 6 tahun. Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus, September dan Oktober 2009. Pengamatan populasi kumbang pada kelapa sawit umur 12 tahun dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik PT. GSPP di empat blok, yaitu blok E16, E18, E20 dan F18, dilakukan pada bulan Mei, Juli, Oktober dan Desember 2009.

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap pengamatan populasi kumbang. Parameter yang diukur meliputi suhu dan kelembaban relatif udara dengan menggunakan termohigrometer dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter.

3. Pengukuran Fruit Set.

Pengukuran fruit set tandan buah dilakukan di PT. GSPP menggunakan metode sampling. Pengukuran pada 3 tandan buah kelapa sawit per blok. Pengukuran dilakukan pada bulan Desember 2009 di blok E16 dan E18 yang merupakan blok yang diamati populasi kumbangnya.

Pengukuran dengan cara menghitung persentase tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan tipe buah bukan hasil penyerbukan dalam satu tandan

Ujung Tengah

Pangkal

(Gambar 7.a) (Dhileepan 1994). Penghitungan buah dengan cara mencacah tandan buah kelapa sawit, kemudian dihitung jumlah butiran buah dalam satu tandan (Gambar 7.b). Jumlah buah hasil penyerbukan dan bukan hasil penyerbukan per tandannya dipersentasekan dan nilai persentase tersebut merupakan nilai fruit set per tandan buah kelapa sawit.

a b Gambar 7. Tandan buah kelapa sawit (a), brondolan (buah terlepas dari

tandan) buah kelapa sawit (b).

4. Analisis Data Populasi Kumbang E. kamerunicus

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan Sigma Plot. Hubungan antara jumlah kumbang dengan faktor lingkungan dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson Program Minitab dan Principal Component Analysis (PCA) Program R seri 10.

HASIL

A. Studi Demografi

1. Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Hasil pengamatan di laboratorium yang dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2009 menunjukkan bahwa kumbang E. kamerunicus

mengalami siklus hidup lengkap (metamorfosis sempurna), mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Gambar 8).

a b c

d e

Gambar 8. Fase dalam siklus hidup kumbang E. kamerunicus: telur (a), larva (b), pupa (c), imago betina (d), imago jantan (e).

Waktu yang diperlukan untuk perkembangan kumbang dari telur sampai menjadi imago rata-rata 17 hari (12–21 hari). Rincian waktu yang diperlukan pada tiap-tiap fase tercantum pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1. Lama setiap fase dan ukuran tubuh telur, larva, pupa, dan imago E. kamerunicus.

Fase Lama (hari) Panjang Tubuh (mm) Rerata (kisaran) Rerata (kisaran) Telur 02,40 (02–03) 0,45 (0,3–0,6) Larva Instar 1 Larva Instar 2 Larva Instar 3 03,13 (02–04) 02,79 (02–04) 03,50 (02–06) 1,50 (1,0–1,9) 2,75 (2,7–3,0) 3,00 (2,9–3,2) Pupa 03,96 (03–06) 3,05 (2,9–3,2) Imago Jantan Imago Betina 18,17 (09–31) 15,32 (05–21) 3,35 (3,0–3,5) 3,15 (2,9–3,3)

Ukuran telur rata-rata 0,45 mm, larva instar 1 rata-rata 1,50 mm, larva instar 2 rata-rata 2,75 mm, larva instar 3 rata-rata 3,0 mm, pupa rata-rata 3,05 mm, ukuran tubuh imago jantan rata-rata 3,35 mm, dan imago betina rata-rata 3,15 mm (Tabel 1).

Parameter lingkungan pada saat pengamatan di laboratorium adalah rata-rata kelembaban 85% (78–92%), suhu udara 29 0C (27–31 0C) dengan suhu minimum 26 0C (25–28 0C) dan suhu maksimum 31 0C (29–31 0C).

2. Statistik Demografi E. kamerunicus

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai rata-rata waktu generasi (T) E. kamerunicus yaitu 16,34 hari, laju reproduksi kotor (G) yaitu 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) yaitu 3,12 individu, dan laju pertumbuhan intrinsik (r) yaitu 0,029 (Tabel 2).

Tabel 2. Statistik demografi kumbang E. kamerunicus di laboratorium

Ulangan G Ro T R 1 6 3,25 16,54 0,031 2 4 2,62 15,62 0,027 3 4 2,37 16,1 0,023 4 6 4,25 17,12 0,037 Rata-rata 5 3,12 16,34 0,029

Keterangan: G: laju reproduksi kotor, Ro: laju reproduksi bersih, T: waktu generasi, r: laju pertumbuhan intrinsik

Peluang hidup tertinggi terdapat pada fase telur, yaitu sebesar 4,95 dan peluang hidup terendah pada fase imago yaitu 0,50. Fekunditas E. kamerunicus sebesar 4,83 telur per imago betina dan total mortalitas dari telur sampai imago sebesar 23,0% (Tabel 3) (Lampiran 2).

Tabel 3. Neraca kehidupan E. kamerunicus Fase ∑ Hidup (ax) ∑ Mati (dx) % Mati (qx) Harapan Hidup (ex) Telur Larva 1 4,83 4,83 0,00 0,49 0 4,9 4,95 3,95 Larva 2 4,59 0,81 8,5 3,13 Larva 3 4,20 0,25 2,9 2,38 Pupa 4,08 0,57 6,7 1,43 Imago 3,81 0,50 Total 2,12 23,0%

3. Kurva Ketahanan Hidup (survivorship curve) E. kamerunicus

Tipe kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus sebagai hasil plot antara proporsi yang hidup (lx) dengan lama hidup (x)adalah kurva tipe I (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva ketahanan hidup (survivorship) kumbang E. kamerunicus

B. Populasi Kumbang E. kamerunicus

Hasil pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun paling tinggi pada bulan Agustus (7.641 individu dan 21.681 individu per tandan) dan paling rendah pada bulan Oktober (2.345 individu dan 10.361 individu per tandan) (Lampiran 3 dan 4). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi E. kamerunicus tertinggi terjadi pada bulan Juli, yaitu sekitar 22.499 individu per tandan dan terendah pada bulan Desember, yaitu sekitar 10.959 individu/tandan (Gambar 10) (Lampiran 5).

a b c

Gambar 10. Rata-rata jumlah populasi kumbang per tandan pada bulan Mei– Desember pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Jumlah spikelet per tandan bunga jantan pada kelapa sawit umur 3 tahun tertinggi pada bulan September, yaitu sebanyak 103 spikelet per tandan, dan terendah pada bulan Oktober, yaitu sebanyak 66 spikelet per tandan. Pada kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah spikelet per tandan tertinggi pada bulan Agustus, yaitu sebanyak 146 spikelet per tandan dan terendah bulan September, yaitu 116 spikelet per tandan. Pada kelapa sawit umur 12 tahun, jumlah spikelet per tandan tertinggi pada bulan Juli, yaitu 216 spikelet per tandan dan terendah pada bulan Oktober, yaitu 170 spikelet per tandan (Gambar 11).

Bulan Bulan Bulan

a b c

Gambar 11. Rata-rata jumlah spikelet per tandan pada bulan Mei–Desember pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b) dan 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Bulan Jm l k u m b an g p er t an d an 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Agst Sept Okt Bulan Jm l k u m b an g p er ta n d an 0 2000 4000 6000 8000 10000

Agst Sept Okt

Bulan 0 1 2 3 4 5 Jm l K u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Mei Jul Okt Des

Bulan Jm l sp ik el et p er t an d an 0 50 100 150 200

Agt Sep Okt 0 1 2 3 4 5

Jm l sp ik el et p er t an d an 0 50 100 150 200 250

Mei Jul Okt Des

Jm l sp ik el et p er t an d an 0 20 40 60 80 100 120 140

Hubungan antara jumlah populasi E. kamerunicus yang didapatkan dengan waktu pengamatan, menunjukan bahwa jumlah individu kumbang E. kamerunicus

pada kelapa sawit umur 3 tahun tertinggi pada waktu pengambilan pagi hari (08.01-10.00 = 7.164 individu per tandan) dan terendah di pagi menjelang siang (10.01-12.00 = 2.545 individu per tandan) (Gambar 12.A). Pada kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah individu kumbang tertinggi didapatkan pada waktu pengambilan pagi hari (08.01-10.01 = 27.339 individu per tandan) dan terendah pada sore hari (14.01-16.00 = 8.071 individu per tandan) (Gambar 12.B). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, jumlah individu kumbang tertinggi didapatkan pada waktu pengambilan sore hari (16.01-18.00 = 24.784 individu per tandan) dan terendah pada pagi hari (08.01-10.00 = 12.925 individu per tandan) (Gambar 12.C).

Gambar 12. Hubungan antara jumlah individu kumbang per tandan dengan waktu pengamatan pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan umur 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Hasil uji PCA (Principal Component Analysis) data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan waktu pengamatan, tidak memiliki pengaruh yang signifikan, sedangkan jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang per tandan (Gambar 13; Tabel 4). W a k t u Jm l k u m b an g p er ta n d an (i n d iv id u ) 0 2 0 0 0 4 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0 06.00-08.00 08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00 a W a k t u Jm l k u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0 0 08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00 16.01-18.00 b Jm l k u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0 0 4 0 0 0 0 W a k t u 08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00 c

Gambar 13. Hubungan antara populasi kumbang per tandan (KPT), dengan parameter lingkungan (intensitas cahaya (IC), suhu udara (S), kelembaban relative (RH)), waktu pengamatan (W), dan jumlah spikelet per tandan (SPT) di areal kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan 12 tahun (c) menggunakan metode PCA.

b

c a

Tabel 4. Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter lingkungan, jumlah spikelet per tandan, dan waktu pengamatan.

Parameter

KPT pada Kelapa Sawit

Umur 3 Tahun Umur 6 Tahun Umur 12 Tahun

Korelasi Nilai P Korelasi Nilai P Korelasi Nilai P

Suhu Udara -0,305 0,102 -0,047 0,722 -0,077 0,596

Kelembaban Relatif -0,058 0,760 -0,292 0,023 0,020 0,890

Intensitas Cahaya -0,332 0,073 -0,215 0,099 -0,001 0,996

Spikelet per Tandan 0,463 0,010 0,729 0,000 0,409 0,003

Waktu Pengamatan -0,328 0,077 -0,188 0,150 0,218 0,127

Parameter lingkungan di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun adalah suhu udara rata-rata sebesar 29,57 0C (27–35 0C), kelembaban relatif udara 79,68% (64–81%), intensitas cahaya 5792,33 lux (458–31.200 lux), dan curah hujan rata-rata selama bulan Agustus sampai Oktober sebesar 86,33 mm. Sedangkan untuk areal perkebunan kelapa sawit umur 12 tahun, suhu udara rata-rata 32,09 0C (28–36 0C), kelembaban relatif 71,64% (54–85%), dan intensitas cahaya 2958,7 lux (33–31200 lux), dan curah hujan rata-rata selama bulan Mei sampai Desember sebesar 200 mm.

C. Penghitungan Fruit Set

Pada penghitungan fruit set yang dilakukan pada bulan Desember, didapatkan nilai fruit set di blok E16 sebesar 79,82%, dan di blok E18 sebesar 88,12% (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai fruit set tandan buah kelapa sawit

Blok Rata-rata ∑ buah ∑ Total Buah

% Buah Fruit set

(A + B)

A B C A B C

E 16 1509 89 418 2016 75,10 4,72 20,18 79,82

E 18 1778 59 198 2035 85,45 2,67 11,88 88,12

Penentuan tipe buah hasil penyerbukan dan tipe buah bukan hasil penyerbukan berdasarkan ukuran, warna dan ada tidaknya biji dalam buah (Gambar 14). Tipe buah hasil penyerbukan berukuran besar (panjang: 3-4,5 cm; diameter: 2-3 cm), berwarna ungu kekuningan sampai kemerahan, dan terdapat

biji dalam buah. Sedangkan tipe buah bukan hasil penyerbukan (buah partenokarpi) berukuran kecil (panjang: 2-3 cm; diameter: 1 cm), berwarna putih atau ungu keputihan, dan tidak terdapat biji dalam buah.

Gambar 14. Tipe buah: buah hasil penyerbukan (i), buah hasil penyerbukan tidak sempurna (ii), buah bukan hasil penyerbukan (partenokarpi) (iii).

i

ii iii

PEMBAHASAN

A. Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Kumbang E. kamerunicus mengalami siklus hidup lengkap (metamorfosis sempurna) mulai dari telur, larva, pupa dan imago. Pada penelitian ini, telur berhasil ditemukan tetapi jumlahnya tidak diketahui. Ukurannya yang kecil dan menyerupai polen bunga jantan kelapa sawit, menjadi penyebab sulitnya mendapatkan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, telur bersifat lunak, sehingga ketika proses pencarian kemungkinan besar telur banyak yang rusak. Karena hal tersebut, kemungkinan tidak tepatnya dalam penghitungan telur cukup besar. Maka dalam penelitian ini jumlah telur diasumsikan sama dengan jumlah larva instar 1.

Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan bagi perkembangan kumbang E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago rata-rata 17 hari. Rincian waktu yang diperlukan pada tiap-tiap fase, adalah fase telur membutuhkan waktu sekitar 2,4 hari, fase larva instar 1 membutuhkan waktu 3,13 hari, fase larva instar 2 membutuhkan waktu 2,79 hari, dan fase larva instar 3 membutuhkan waktu 3,50 hari. Total waktu yang diperlukan pada fase larva yaitu sekitar 9,42 hari. Fase pupa membutuhkan waktu selama 4 hari. Pada fase ini, kumbang tidak banyak melakukan aktivitas dan sebagian besar waktunya digunakan untuk pembentukan organ-organ tubuh. Lama hidup imago jantan adalah 18,17 hari dan imago betina adalah 15,32 hari. Munculnya imago betina lebih cepat dibandingkan imago jantan. Imago betina muncul rata-rata pada hari ke 13, sedangkan imago jantan rata-rata pada hari ke 15 dari telur. Lama hidup imago betina (15,32 hari) lebih cepat dibandingkan masa hidup imago jantan (18,17 hari).

Telur E. kamerunicus memiliki memiliki ciri warna putih, kulit licin dan mengkilap, serta berbentuk lonjong. Induk betina meletakkan telur di permukaan bawah spikelet di antara anther bunga jantan, dimana perkembangannya diduga dipengaruhi oleh cendawan yang tumbuh pada permukaan spikelet. Cendawan tersebut menyebabkan suhu di sekitar permukaan spikelet menjadi hangat, sehingga menjadi pemicu perkembangan telur sampai menetas menjadi larva.

Fase larva mengalami pertumbuhan tubuh cukup signifikan, yaitu dari ukuran tubuh sekitar 1,75 mm pada larva instar 1, menjadi 3,0 mm pada fase larva instar 3. Pertumbuhan tubuh yang signifikan ini disebabkan aktivitas makan pada fase ini cukup tinggi. Pada fase pupa, tidak melakukan aktivitas makan dan lebih terfokus pada perkembangan organ-organ tubuh, seperti organ reproduksi, tungkai, sayap, moncong dan sebagainya.

Larva memiliki ciri tubuh berwarna kuning cerah, permukaannya mengkilap dan ditumbuhi rambut halus (Susanto 2007). Larva terdiri atas tiga instar, yaitu instar ke 1, instar ke 2, dan instar ke 3 (Hussein & Rahman 1991). Dari hasil pengamatan, penentuan fase instar didasarkan pada ukuran, warna, dan

Dokumen terkait