• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan beban terhadap kinerja motor induksi dengan menggunakan metode starting

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh motor induksi tanpa berbeban terhadap kinerja motor induksi 3 phasa dengan metode starting

3. Untuk memberikan informasi kepada pembaca bagaimana pengaruh dari perubahan beban tersebut terhadap motor induksi dan kinerjanya dengan menggunakan metode starting.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Motor induksi atau yang dikenal dengan asynchronous motor adalah motor ac yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industry-industri, pembangkit listrik, ataupun dalam rumah tangga. Motor ini bekerja dengan adanya perbedaan antara medan putar dictator dan dirotor atau yang disebut slip. Motor ini memiliki kelebihan tertentu yaitu kontruksinya yang kuat , sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor induksi tersebut juga memiliki effesiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Jika dibandingkan dengan motor arus searah (DC), motor induksi ini masih memiliki beberapa kekurangan khususnya dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatannya masih sukar dilakukan ,sementara pada motor DC hal ini sangat jarang ditemukan.

Jika dilihat dari penggunaan sekarang ini motor induksi sangat berperan penting dalam industry ,khususnya motor induksi 3 phasa banyak dijumpai di perusahaan atau pabrik yang digunakan sebagai sumber penggerak peralatan yang digunakan. Hal ini dikarenakan motor induksi ini memiliki keuntungan tersendiri atau kelebihan tersendiri. keuntungan dari motor induksi ini antara lain:

1. Kontruksinya sangat kuat dan sederhana

2. Memiliki efesiensi yang tinggi dalam keadaan kerja normal 3. Untuk biaya perawatan atau maintenance murah

4. Dapat diandalkan dalam beberapa kondisi

Meskipun motor induksi paing banyak dipergunakan dalam motor, tetapi jarang dipergunakan sebagai generator; karakteristik penampilannya sebagai generator tidak memuaskan pada kebanyakan pemakaiannya. Mesin induksi dapat juga dipergunakan sebagai pengubah frekuensi.

2.2 Konstruksi Motor Induksi

Motor induksi pada dasarnya memiliki konstruksi yang sama dengan motor syncron yaitu memiliki stator dan memiliki perbedaan dalam hal konstruksi rotornya. Stator dibentuk dari laminasi-laminasi tipis yang terbuat tipis yang terbuat dari aluminium ataupun dari besi tuang , dan kemudian dipasang bersama-sama sehingga membentuk inti stator dengan slot. Kemudian bagian yang berputar disebut dengan rotor, rotor ini terletak dibagian dalam dari motor induksi tepatnya dibagian dalam dari stator. Untuk lebih jelasnya konstrusi dari motor induksi dapat ditunjukkan oleh gambar 2.1 berikut

Gambar 2.1 Konstruksi umum motor induksi

2.2.1 Stator

Stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan tempat mengalirkan arus fasa (Gambar 2.2. (a)). Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dilitkan yang berbentuk silindris. Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi dapat ditunjukkan dalam gambar (2.2.(b)). Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2(c)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa yang terpisah secara listrik sebesar 1200 . Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapisi dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa. Berikut konstruksi stator dan laminasi-laminasi stator ditunjukkan pada gambar berikut:

(a) (b) (c) Gambar 2.2 Komponen stator motor induksi tiga phasa

2.2.2 Rotor

Rotor merupakan bagian dari mesin induksi yang berputar dan terletak dibagian dalam motor induksi. Rotor dari motor induksi ini dibagi dari 2 bagian yaitu rotor sangkar (squirrel-cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Pada motor belitan (wound rotor) memiliki perbedaan dengan rotor sangkar dalam hal konstruksi.

Pada rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot-slot yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap-tiap ujungnya dihubung singkat dengan mengguakan cincin aluminium. Batang rotor dan cincin ujung sangkar tupai yang kecil merupakan hasil cetakan tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor, maka batang rotor ini kelihatan seperti kandang tupai sehingga disebut motor induksi rotor sangkar tupai ditunjukkan dalam gambar 2.3

Gambar 2.3 Rotor sangkar (squirrel-cage rotor)

Berbeda dengan rotor belitan (wound rotor) atau yang sering dijumpai dalam motor rotor belitan, rotor dililit dengan lilitan terisolasi dengan lilitan stator.

Lilitan fasa rotor dihubungkan dengan hubungan wye dan masing-masing ujung fasa terbuka dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Slot rotor menampung belitan terisolasi yang mirip dengan belitan pada stator. Dalam hal

ini, sikat karbon menekan cincin slip, oleh karena itu tahanan eksternal dapat dihubungkan seri ke belitan rotor untuk mengontrol torsi start dan kecepatan selama pengasutan. Penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan mengahasilkan torsi yang lebih besar dengan arus starting yang lebih kecil dibandingkan dengan rotor sangkar. Konstruksi motor induksi tiga phasa dengan rotor belitan dapat ditunjukkan gambar 2.4.

Gambar 2.4 Konstruksi rotor belitan dan motor dengan rotor belitan

2.3 Medan Putar

Adanya putaran dalam motor induksi 3 phasa terjadi akibat adanya medan putar (fluks yang berputar) yang memotong rotor. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dengan suplai fasa banyak, umumnya fasa tiga.

Pada saat terminal tiga fasa motor induksi dihubungkan dengan suplai tiga fasa maka arus bolak-balik tiga fasa ia, ib, ic, yang terpisah sebesar 1200 satu sama lain akan mengalir pada kumparan stator. Arus-arus ini akan menghasilkan gaya gerak magnet yang kemudian menghasilkan fluks yang berputar atau disebut juga medan putar. Untuk melihat bagaimana medan putar dihasilkan, dapat diambil contoh sebuah motor induksi tiga fasa yang dihubungkan dengan sumber tiga fasa

sehingga pada stator mengalir arus tiga fasa yang kemudian menghasilkan medan putar, seperti gambar 2.5 berikut:

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Medan putar motor induksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa seimbang

Sehingga fluks yang dihasilkan oleh arus tiga phasa tersebut adalah:

Gambar 2.6 Diagram phasor fluksi tiga phasa seimbang

(a) (b) (c) (d)

Ib = - √3πΌπ‘šπ‘Žπ‘₯

2 Fb = - √3

2 Fmax

Ic = √3πΌπ‘šπ‘Žπ‘₯

2 Fc = √3

2 Fmax

Kecepatan putaran medan putar stator dinamakan kecepatan sinkron, medan putar stator kemudian memotong konduktor pada batang rotor sehingga pada konduktor rotor timbul tegangan induksi yang mengakibatkan rotor timbul tengan induksi yang mengakibatkan rotor ikut berputar setelah melalui beberapa proses. Arah putaran rotor motor induksi searah dengan putaran medan putar, namun kecepatan putaran rotor lebih rendah daripada kecepatan sinkronnya. Perbedaan dari kecepatan putar ini disebut dengan slip motor induksi.

2.4 Slip

Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Jika hal ini terjadi maka rotor tidak akan berputar relative terhadap fluksi yang berputar.

Maka tidak aka nada ggl yang diinduksikan dalam rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir pada rotor dan tidak akan menghasilkan kopel. Apabila rotor motor induksi berputar dengan kecepatan nr dan kecepatan medan putar stator adalah ns

maka slip (s) adalah

𝑆 =π‘›π‘ βˆ’π‘›π‘Ÿ

𝑛𝑠 x100% (2.1)

dimana : ns = kecepatan medan putar distator

nr = kecepatan rotor

Dalam hal ini kecepatan relatif rotor terhadap kecepatan medan putar stator adalah nrel, dimana nrel = ns- nr.Maka frekuensi yang dibangkitkan pada belitan rotor adalah f2,dimana

f2 = π‘π‘ βˆ’π‘π‘Ÿ

120 𝑃 (2.2)

Sedangkan frekuensi medan putar stator adalah f1, dimana :

f1 = 120𝑁𝑠

𝑝 (2.3)

Persamaan (2.1) memberikan informasi yaitu:

1. Saat s = 1 dimana nr = 0, ini berarti rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar

2. S = 0 menyatakan bahwa ns = nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. Biasanya slip untuk mendapatkan efesiensi yang tinggi pada saat beban penuh adalah 0,04.

2.5 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik keenergi mekanik.

Listrik yang diubah merupakan listrik tiga phasa. Arus pada rotor didapat dari arus induksi dimana arus ini berada dalam medan magnetik sehingga akan terjadi gaya (F) pada rotor yang akan menggerakkan rotor dalam arah tegak lurus medan. Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa adalah sebagai berikut :

1. Apabila sumber tegangan tiga fasa dihubungkan kekumpran stator maka kumpran stator akan mengalirkan arus tiga fasa.

2. Arus tiga fasa tersebut akan menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah – ubah

3. Interaksi ketiga fluksi bolak-balik tersebut akan menghasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns dimana:

Ns = 120𝑓

𝑝 (2.4)

4. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor, akibatnya pada kumparan rotor akan timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yakni:

E2 = 4,44fN2Π€m (volt) (2.5)

dimama: E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam

N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor Π€m = Fluksi maksimum (Wb)

5. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl akan menghasilkan arus I2.

6. Adanya arus I2 didalam medan magnet menimbulkan gaya F pada rotor.

7. Bila torsi awal yang dihasilkan oleh gaya F pada rotor cukup besar untuk memikul torsi beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.

8. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron dan diperlukan adanya erbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan putar rotor (nr). Perbedaan kecepatan antara ns dan nr disebut dengan slip.

9. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor tergantung dari besarnya slip.

Tegangan ini dinyatakan E2s yaitu

E2S = 4,44f N2Π€m (volt) (2.6)

dimana :

E2S = Tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor

F = frekuensi rotor yang berputar

10. Bila nr = ns, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan torka. Torka motor akan timbul apabila nr < ns dan apabila nr > ns maka motor induksi beroperasi sebagai generator induksi yang menghasilkan energi listrik.

2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Pada prinsipnya, proses dalam motor induksi identik dengan sebuah transformator , dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah karena pada kenyataan bahwa kumparan rotor ( kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara dengan hal yang sama sebagaimana sebuah transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.

Rangkaian ekivalen motor induksi untuk masing-masing sisi dapat diperlihatkan sebagai berikut:

2.6.1 Rangkaian Stator Motor Induksi

Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan ggl induksi lawan pada setiap phasa dari stator. Sehingga tegangan terminal V1 menjadi ggl induksi lawan dari E1 dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga diperoleh persamaan tegangan pada stator adalah:

V1 = E1 + I1 ( R1 + X1)Volt (2.7)

dimana:

V1 = Tegangan nominal stator (Volt)

E1 = Ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara (Volt) I1 = Arus stator ( Ampere)

R1 = Resistansi stator (Ohm) X1 = Reaktansi bocor stator (Ohm)

Sama seperti halnya trafo, maka arus stator (I1) terdiri dari dua buah komponen.

Salah satunya adalah komponen beban (I2). Salah komponen yang lainnya adalah arus eksitasi Ie (excitting current). Dan arus eksitasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E1 dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 900 dengan E1. Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi inti dan arus Im akan menghasilkan resultan fluks celah udara. Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol menghasilkan fluks celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban ( rugi inti + rugi gesek angin + rugi I2R dalam jumlah kecil ) sedangkan pada trafo fungsi eksitasi untuk menghasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti.

Rangkaian ekivalen dari stator ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator motor induksi

2.6.2 Rangkaian Rotor Motor Induksi

Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini dilambangkan dengan E2. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan berikut.

E2S = s E2 (2.8)

dimana:

E2 = Tegangan Induksi pada rotor pada saat diam (Volt) E2S = Tegangan induksi pada rotor saat berputar ( Volt)

Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi tergantung kepada induktansi rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L2, maka reaktansi pada rotor diberikan persamaan:

X2 = s X2 (Ohm) (2.9)

dimana :

X2 = Reaktansi dalam keadaan diam (Ohm)

Rangkaian rotor dapat ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi

Sehingga arus yang mengalir pada gambar 2.9 adalah:

I2 = 𝐸2

𝑅2+𝐽𝑋2 π΄π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘’ (2.10)

Pada saat diberikan beban atau dipengaruhi slip, maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:

I2S = 𝑠𝐸2

𝑅2+𝐽𝑠𝑋2π΄π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘’ (2.11)

I2S = 𝐸2

𝑅2/2+𝐽𝑋2π΄π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘’ (2.12)

Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip adalah :

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi yang sudah dipengaruhi slip

Impedansi ekivalen rotor motor induksi pada gambar 2.10 adalah :

Z2S = 𝑅2

𝑆 + 𝐽𝑋2 (Ohm) (2.13)

Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet (mmf) dan fluksi yang dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang dilihat dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan.

Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang sebenarnya (Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor (E2S) adalah :

E2S = a Erotor (2.14)

dimana :

a adalah perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya Sedangkan hubungan antara arus rotor sebenarnya (IRotor) dengan arus I2S

pada rangkaian ekivalen haruslah

I2S = πΌπ‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘œπ‘Ÿ

π‘Ž (2.15)

Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang diinduksikan tegangan dapat disedarhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan anatara impedansi bocor, slip dan frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Z2S) dengan impedansi bocor, slip

dan frekuensi rotor sebenarnya (ZRotor) adalah:

Z2S = 𝐸2𝑠

𝐼2𝑠 =π‘Ž 2 πΈπ‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘œπ‘Ÿ

πΌπ‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘œπ‘Ÿ = a2Zrotor (2.16)

Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi oleh slip seperti persamaan (2.12) maka besarnya arus impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor :

Z2S = 𝐸2𝑠

𝐼2𝑠 =R2 + JsX2 (2.17)

dimana :

R2 = Tahanan rotor (Ohm)

sX = Reaktansi rotor yang sudah berputar (Ohm)

Z2S = Impedansi slip bocor frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Ohm)

Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron.

Medan putar ini akan menginduksikan ggl induksi pada rangkaian rotor (E2S) dan menginduksikan ggl lawan pada stator sebesar E2. Bila bukan karena efek kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor (E2S) akan sama dengan ggl induksi lawan pada rangkaian stator (E2) karena rangkaian ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian ekivalen stator. Akan tetapi dengan kecepatan relative medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direfensikan pada sisi stator ,maka hubungan kedua ggl adalah :

E2S = s E1 (2.18)

I

2

R

2

E

2

X

2

Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan stator dan rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator dan rotor adalah :

I2S = I2 (2.19)

Apabila persamaan 2.18 dibagi dengan persamaan 2.19 maka diperoleh :

𝐸2𝑠 𝐼2𝑠 = 𝑠𝐸2

𝐼2 (2.20)

Dengan mensubtitusikan persamaan 2.20 kepersamaan 2.17 maka diperoleh :

𝐸2𝑠 𝐼2𝑠 = 𝑠𝐸1

𝐼1 = R2 + JsX2 (2.21)

Dengan membagi persamaan 2.21 berikut dengan s maka diperoleh

𝐸1 𝐼2 = 𝑅2

𝑆 + JX2 (2.22)

Sehingga dari persamaan-persamaan yang sudah dijabarkan diatas diperoleh suatu rangkaian umum dari rangkaian ekivalen stator yang ditunjukkan oleh gambar 2.11 berikut :

Gambar 2.11 gambar rangkaian ekivalen rotor motor induksi

Dari penjelasan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor induksi gambar 2.12 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi :

Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen motor induksi

2.7 Efesiensi Motor Induksi

Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya masukan total dan biasanya dinyatakan dalam persen juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.

Θ = π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘

𝑃𝑖𝑛 = π‘ƒπ‘–π‘›βˆ’π‘ƒπ‘™π‘œπ‘ π‘ 

𝑃𝑖𝑛 = π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘

π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘+π‘ƒπ‘™π‘œπ‘ π‘  π‘₯ 100% (2.23)

Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugi-ruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen rugi – rugi yang dibahas sebelumnya. Pada motor induksi pengukuran motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti :

1. Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran 2. Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan

3. Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan Dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan ketiga cara diatas.

Umumnya,daya listrik dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanik lebih sulit untuk diukur. Saat ini lebih dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efesiensi yang tepat. Pengukuran kepada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan kalometri. Walupun pengukran dengan metode ini sangat sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluaran.

Kebanyakan pabrik menggunakan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, Karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor dan ini adalah suatu keuntungan pada suatu pabrikan. Keuntungan lainnya yang sering dibicarakan adalah bahwa benar error pada komponen rugi-rugi tidak mempengaruhi keseluran efesiensi. Keuntungannya terutama adalah fakta ada kemungkinan koreksi untuk temperature lingkungan yang berbeda. Biasanya data efefsiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan data tertentu.

2.8 Torsi Motor Induksi

Suatu persamaan torsi dari motor induksi dapat dihasilkan dan dijelaskan dengan rangkaian Thevenin. Dalam bentuk umumnya, teori thevenin mengijinkan pergantian sembarang yang terdiri dari unsur-unsur rangkaian linear dan sumber tegangan phasor. Rangkaian thevenin diasumsikan dengan gambar 2.13 diman sumber tegangan V1eq terhubung seri dengan impedansi Z1eq = R1eq + Jx1eq

Gambar 2.13 Rangkaian Ekivalen Thevenin motor induksi

Dari gambar 2.13(a) dapat dihitung tegangan Thevenin (V1eq) dan impedansi thevenin (Z1eq)

V1eq = V1( π‘—π‘‹π‘š

𝑅1+𝐽(𝑋1+π‘‹π‘š)) (2.24)

Z1eq = R1eq + Jx1eq = π‘—π‘‹π‘š (𝑅1+𝑗𝑋1)

𝑅1+𝑗(𝑋+π‘‹π‘š) (2.25)

Dari gambar 2.13(b) nilai I2 dapat dihitung dengan persamaan :

I2 = 𝑉1π‘’π‘ž

𝑍1π‘’π‘ž+𝑗𝑋2+𝑅2/𝑠 (2.26)

Torsi mekanik pada motor induksi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(2.27)

dimana

(2.28)

2.9 Metode-metode starting motor induksi 3 fasa

Motor induksi tiga fasa tidak mengalami masalah pengasutan/starting seperti pada motor sinkron. Motor induksi dapat diasut langsung dengan menghubungkan langsung dengan sumber tegangan. Untuk motor induksi rotor belitan, pengasutan dapat dilakukan pada arus yang relatif kecil dengan menambahkan tahanan pada belitan rotor melalui cincin slip. Penambahan tahanan ini tidak hanya menyebabkan torsi start meningkat tetapi juga memperkecil arus start. Untuk motor induksi tipe rotor sangkar, pengasutan motor induksi dapat dilakukan dengan banyak cara tergantung pada daya nominal motor dan tahanan efektif rotor saat motor distart. Ada beberapa metode starting motor induksi tiga fasa antara lain [1]:

1. Starting langsung (Direct online starting)

2. Starting wye-delta

3. Starting dengan autotransformator

2.9.1 Starting Langsung (Direct online)

Starting langsung (Direct Online Starting) merupakan cara paling sederhana, dimana stator langsung dihubungkan langsung dengan sumber tegangan, artinya tidak perlu mengatur atau menurunkan tegangan pada saat starting. Penggunaan metode ini sering dilakukan untuk motor-motor AC yang mempunyai kapasitas daya yang kecil [1]. Untuk memperjelas mengenai metode starting secara langsung perhatikan Gambar 2.13 berikut [5]:

Gambar 2.14 (a) Rangkaian diagram starting langsung (b) Rangkaian control starting langsung.

Keterangan:

So = tombol OFF

S1 = tombol ON K1 = Start Contactor

F1 = Thermal Overload Relay

F2 = Overload Relay F3 = Control circuit fuse

U, V, W = Motor winding M = Motor

2.9.2. Starting wye-delta

Metode ini dipergunakan untuk motor induksi rotor sangkar yang dirancang untuk memberikan keluaran nominal bila kumparan stator dihubungkan delta dan biasanya dipakai pada motor yang mempunyai keluaran nominal sampai 25HP.

Belitan stator didesain beroperasi pada hubungan delta dan pada saat starting belitan tersebut terhubung dengan hubungan bintang/wye. Mula-mula motor distart pada hubungan bintang ketika kecepatan motor meningkat maka hubungan pada motor tersebut berganti dari hubungan bintang ke delta.

Pada starting hubungan delta [5]:

Arus start per phasa, Isc = V βˆ• Zsc (Ampere) (2.29) Arus starting = √3Isc (Ampere) ( 2.30)

Pada starting hubungan wye [5]:

Arus start per phasa, Isc = 𝑉 /√3

𝑍𝑠𝑐 (Ampere) (2.31) Arus starting = 1

√3Isc (Ampere) (2.32) Berikut adalah rangkaian starting wye-delta :

Gambar 2.15 (a) Rangkaian daya Starting wye-delta (b) Rangkaian kontrol.

2.9.3 Starting Autotransformer

Metode starting dengan autotransformator adalah suatu metode starting yang digunakan untuk mengurangi tegangan pada stator pada saat start, yang akan membatasi arus start. Metode starting dengan autotransformator dapat dijalankan dengan cara open atau cloce transition.

Starting dengan autotransformator digunakan untuk mengurangi tegangan pada saat start. Dengan berkurangnya tegangan pada saat start, maka arus start

Dokumen terkait