• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Penyakit Ginjal

2.2.3 Sindrom uremik

2.2.3.1 Manifestasi Sindrom Uremik di Rongga Mulut

Gangguan fungsi ginjal, penurunan LFG, akumulasi dan retensi berbagai produk gagal ginjal mengakibatkan berbagai perubahan pada rongga mulut. Statistik menunjukan hampir 90% penderita penyakit ginjal kronik memiliki masalah kesehatan rongga mulut. Halitosis, rasa kecap logam, xerostomia dan stomatitis uremik merupakan kelainan-kelainan yang paling sering dijumpai.7,8,9

Kadar urea pada saliva memiliki korelasi dengan kadar urea pada darah. Meningkatnya kadar urea pada darah mengakibatkan meningkatnya kadar urea pada saliva. Kadar urea tersebut kemudian akan dipecah menjadi amoniak oleh flora normal rongga mulut. Hal ini mengakibatkan halitosis dan rasa kecap logam. Selain itu, perubahan komposisi saliva juga berperan dalam perubahan rasa kecap pada lidah penderita penyakit ginjal kronik.7,8,9,12

Gambar 3. Stomatitis uremik, lesi hyperkeratosis putih yang terlihat seperti hairy leukoplakia di perbatasan lateral lidah.26

Gambar 4. Stomatitis uremik, pseudomembran keputihan abu-abu pada lidah dan dasar mulut.26

Gambar 5. Erythemopultaceous.26

Stomatitis uremik merupakan komplikasi oral yang biasa dijumpai pada penderita penyakit ginjal kronik stadium akhir dengan etiologi yang belum diketahui. Stomatitis uremik terbagi atas 4 tipe, yaitu erythemapultaceous, ulseratif, hemoragik dan hiperkeratosis. Stomatitis uremik dapat muncul dalam Erythema pultaceous dengan mukosa merah yang ditutupi eksudat tebal dan pseudomembran, atau dalam bentuk ulserasi yang kemerahan dan pultaceous. Stomatitis uremik biasa muncul pada permukaan ventral lidah dan permukaan mukosa anterior.7,9

Xerostomia pada penderita kemungkinan disebabkan oleh pembatasan asupan cairan, efek samping obat-obatan (biasanya obat-obatan hipertensi), kelainan pada kelenjar saliva dan pernapasan kussmul. Pernapasan kussmul adalah pernapasan yang dalam dan berat yang merupakan reaksi tubuh yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbondioksida sehingga dapat mengurangi keparahan asidosis.1,7,8,9

2.2.4 Pemeriksaan Penyakit Ginjal a. Laju Filtrasi Gromerulus (LFG)

Salah satu indeks fungsi ginjal yang terbaik adalah laju filtrasi glomerulus (LFG). Terdapat banyak cara dalam mengukur LFG, salah satunya adalah uji bersihan inulin yang dianggap merupakan cara paling teliti dalam mengukur LFG.

dengan kecepatan yang konstan dan pengumpulan urin pada saat-saat tertentu dengan kateter.1

Cara lain yang lazim digunakan adalah menggunakan persamaan

Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan persamaan Cockcroft-Gault. Persamaan-persamaan ini dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin dan etnis.19,27,28

Persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) saat ini lebih sering digunakan dalam mengukur LFG menggantikan persamaan Cockcroft-Gault. Persamaan ini dapat menyesuaikan empat variabel sekaligus yaitu, luas area permukaan tubuh normal (1,73 m2), ras, jenis kelamin dan usia sehingga dapat meminimalisir ketidakakuratan.2,19,27,28

Persamaan MDRD.19

Normalnya, nilai LFG pada laki-laki muda normal adalah 125 ± 15 mL/menit/1,73m2 sedangkan pada perempuan normal muda normal adalah 110 ± 15

Normalnya, nilai LFG pada laki-laki muda normal adalah 125 ± 15 mL/menit/1,73m2 sedangkan pada perempuan muda normal adalah 110 ± 15 mL/menit/1,73m2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dinyatakan dalam mL/menit/1,73m2. LFG dapat berkurang seiring bertambahnya usia dan hal ini dianggap normal.1

b. Serum Kreatinin

Konsentrasi serum kreatinin dapat digunakan sebagai petunjuk laju filtrasi glomerulus. Serum kreatinin merupakan indeks yang lebih cermat dibandingkan pemeriksaan urea nitrogen darah dalam menentukan laju filtrasi glomerulus dikarenakan kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi dari massa otot sehingga jarang sekali mengalami perubahan. Konsentrasi serum kreatinin normal adalah 0,7-1,5 mg/dl. Seseorang dapat dikategorikan menderita penyakit ginjal sedang apabila konsentrasi serum kreatinin berada pada nilai 2,5-5,0 mg/dl dan

dikategorikan menderita gagal ginjal kronik apabila konsentrasi serum kreatinin > 5,0 mg/dl. 1,29

c. Pemeriksaan Urea Nitrogen Darah (BUN)

Konsentrasi nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Konsentrasi BUN normal besarnya hanya sekitar 10 hingga 20 mg per 100 mL. Zat ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya dieksresikan dalam urin. BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh.1

2.2.5 Penanganan Gagal Ginjal Kronik 1. Hemodialisis

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal dengan tujuan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Hemodialisis terbukti sangat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik.

Hemodialisis merupakan suatu mesin ginjal buatan yang terdiri dari membran semi permiabel dengan darah di satu sisi dan cairan dialisis disisi lain. Jenis cairan dialisis yang sering digunakan adalah asetat dan biokarbonat.1,2,23

Terdapat dua tipe dasar alat dialisis yang dipergunakan saat ini, yaitu alat analisis lempeng paralel dan capillary dialyzer atau biasa disebut dengan hollow dialyzer. Namun capillary dialyzer merupakan alat dialisis yang paling sering digunakan saat ini.1

Gambar 6. Capillary dialyzer.24

Suatu sistem dialisis terdiri atas dua sirkuit, yaitu untuk darah dan cairan dialisat. Saat sistem bekerja, darah mengalir dari tubuh penderita melalui tabung plastik (jalur arteri), melalui hollow fiber pada alat dialisis kemudian kembali melalui jalur vena. Air yang telah difiltrasi dan dihangatkan hingga sesuai suhu tubuh kemudian dicampur dengan konsentrat hingga terbentuk menjadi dialisat. Dialisat tersebut kemudian dimasukan kedalam alat dialisis, cairan tersebut akan mengalir di luar hollow fiber sebelum akhirnya keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi di sepanjang membran dialisis melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Pada suatu membran semipermiabel yang di letakan diantara darah penderita pada satu sisi dan dialisat pada sisi satunya, maka substansi yang dapat menembus membran akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.1,23

Tabel 3. Komposisi dialisat.1 Komponen Jumlah Na+ 138 – 145 mEq/l K+ 0 – 4,0 mEq/l Ca++ 100 – 107 mEq/l Mg++ 2,5 – 3,5 mEq/l Cl- 0,4 – 1,0 mEq/l Asetat 30 – 37 mEq/l Glukosa 100 – 250 mg/dl

Komposisi dialisat telah diatur hingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodbifikasi untuk memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum adalah Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah kedalam cairan dialisat karena unsur-unsur tersebut tidak ada dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi ke dalam darah, asetat nantinya akan dimetabolisme menjadi bikarbonat oleh tubuh penderita. Hal ini bertujuan untuk mengoreksi asidosis penderita sindrom uremia.1,3,24

Gambar 7. Diagram sistem hemodialis menggunakan

Pada umumnya indikasi gagal ginjal kronik adalah fungsi ginjal kurang dari 15 mL/mnt/1,73m2 namun keadaan pasien tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu gejala seperti keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata, K+ serum > 6 mEq/L, ureum darah > 200 mg/dL, pH darah < 7, anuria berkepanjangan (>5 hari) dan fluid overloaded. Di Indonesia, hemodialisis biasa dilakukan 2 kali seminggu selama 4 hingga 5 jam per sesi.2

2. Diet

Pada penderita gagal ginjal kronik, jumlah nefron yang berfungsi normal kurang dari 10 persen sehingga penderita akan mengalami retensi cairan (edema), kalium, natriumdan fosfor. Zat-zat yang seharusnya dikeluarkan dari dalam tubuh akhirnya menumpuk didalam darah, terutama urea (yang berasal dari pemecahan protein) sehingga blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin akan meningkat. Pada tahap ini, penderita membutuhkan pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan. 1,2,30

Pengaturan diet protein akan dimulai dengan pembatasan diet protein pada penderita. Rekomendasi klinis terbaru mengenai jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kgBB/hari.1

Pengaturan diet kalium juga dibutuhkan untuk menghindari terjadinya hiperkalemia pada penderita gagal ginjal kronik seperti menghindari pemberian obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium. Jumlah kalium yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari (1-1,5 g/hari).1,2

Asupan natrium yang bebas dapat menyebabkan retensi cairan, edem perifer, edem paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif pada penderita gagal ginjal kronik. Jumlah natrium yang biasa diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g/hari). Penderita akan diinstruksikan untuk mengindari makanan yang mengandung kadar natrium yang tinggi seperti mie instan, makanan kalengan makanan ringan dalam kemasan seperti chips dan creakers dan junk food. 1,2,30

Asupan cairan juga akan diatur sedemikian rupa. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam + 500 mL. Asupan cairan yang bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem dan toksikasi cairan.1,2,30

2.3 Saliva

Dokumen terkait