• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 Marak Alge

Marak alge (Algal Blooms) merupakan fenomena meledaknya populasi fitoplankton yang dapat merugikan dan memiliki efek negatif, yaitu menurunnya kualitas perairan. Pada jenis fitoplankton tertentu dari kelompok dinoflagelata, ledakan populasinya akan berdampak sangat besar baik bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya, karena kelompok ini pada saat marak (blooming) mengeluarkan racun (tosik) yang dapat menyebabkan sakit dan bahkan kematian jika kita memakan produk hasil laut (kerang-kerangan, ikan, dan biota laut lainnya) pada keadaan tersebut. Sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap fenomena ini.

Berdasarkan data yang telah diolah diketahui bahwa pada saat

pengambilan data (Maret 2010), konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Jakarta relatif rendah dan tidak mengindikasikan akan terjadi marak alge. Peta sebaran klorofil-a bulan Juli 2009 (Gambar 9.b) memperlihatkan hampir separuh perairan Teluk Jakarta (174.9531 km2 ) memiliki konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi (>10mg/m3) dan dapat dikategorikan sebagai kejadian marak alge, yang

biasanya disusul dengan menurunnya kadar oksigen ketingkat rendah (kondisi hypoksid <2ml/l), dan bahkan ke tingkat tidak ada oksigen sama-sekali ( kondisi anoksik; 0 ml/l) sehingga dapat memicu terjadinya kematian masal ikan di Teluk Jakarta.

Sehubungan dengan dampak negatif dari fenomena marak alge, telah terjadi kematian massal ikan di perairan Teluk Jakarta tepatnya pada tanggal 16-17 September 2010 sepanjang perairan Marina sampai Pantai Karnaval, Ancol yang yang diduga akibat kondisi perairan yang anoksik (Media Indonesia, 2010). Berdasarkan informasi tersebut, telah diolah tiga buah citra yaitu tanggal 12,14, dan 18 September 2010, seperti tampak pada Gambar 12.

Gambar 11. Konsentrasi Klorofil-a Perairan Teluk Jakarta Tanggal 12 (a), 14 (b),

dan 18 (c) September 2010.

Berdasarkan ketiga gambar tersebut dapat kita lihat pada tanggal 12 September 2010 terdapat konsentrasi klorofil-a yang dapat dikategorikan

berbahaya sehubungan dengan sistem peringatan dini marak alge (>10 mg/m3) yang memiliki luasan sebesar 74.9617 km2. Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi ini, kemudian semakin meningkat secara spasial menjadi 108.4877 km2 pada tanggal 14 September 2010. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi ini diduga karena curah hujan yang sangat tinggi akibat fenomena La-Nina yang terjadi pada tahun 2010 (Tempo, 2010). Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan meningkatnya masukan nutrien melalui sistem sungai, selain itu dapat pula disebabkan oleh turbulensi di dasar perairan sehingga serasa yang banyak mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik terangkat (resuspension). Beberapa hari setelah kejadian marak alge (tanggal 12 dan 14 september 2010) terjadi kematian masal ikan pada tanggal 16-17 September 2010 yang

34

Kejadian kematian masal ikan akibat kadar oksigen yang rendah dan ditunjang dengan pola arus yang lemah di sekitar pantai Marina-Karnaval, Ancol (Gambar 12). Pada area dengan arus yang kuat tidak akan terjadi kematian masal ikan, karena massa air dengan kadar oksigen rendah akan digantikan oleh masa air yang bergerak cepat yang membawa kadar oksigen tinggi, sehingga pasokan oksigen (>2 ml/l) dapat menyelamatkan semua organisme dasar (ikan dan biota dasar lainnya) dari kematian. Citra tanggal 18 September 2010 tidak terlihat konsentrasi klorofil-a yang dapat dikategorikan berbahaya di Teluk Jakarta, karena marak alge telah selesai. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi klorofil-a tertinggi pada tanggal 18 September 2010 hanya berkisar antara 2,5-5,0 mg/m3 dan dapat dikategorikan aman (Wouthuyzen, 2006).Hal ini

menunjukkan bahwa fenomena marak alge dapat terjadi begitu cepat dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar, khususnya di sektor perikanan.

Pola arus pada saat pengamatan tanggal 20 sampai 27 Maret 2010 ditampilkan dalam Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut terlihat tidak ada indikasi marak alge di Teluk Jakarta. Hal ini dikarenakan pola arus yang terbentuk relatif menyebar sehingga sangat kecil kemungkinan untuk terjadi fenomena marak alge. Pola arus yang menyebar menyebabkan aktifitas pencucian (penggantian) massa air di daerah teluk cukup aktif sehingga “residence time” massa air dan berbagai organisme serta partikel di dalamnya juga menjadi singkat.

Gambar 12. Pola arus permukaan di Teluk Jakarta Tanggal 20, 22, 24, dan 26

Maret 2010 (musim peralihan 1)

Selain itu, Gambar 12 menunjukkan kecepatan arus yang terdapat di daerah pantai relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kecepatan arus di laut lepas. Sebagaimana kita ketahui bahwa marak alge umumnya terjadi di daerah pantai. Hal ini dapat menjelaskan bahwa fenomena marak alge dapat terjadi pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang relatif kecil.

Tabel 9 menunjukkan kejadian marak alge di Teluk Jakarta memiliki frekuensi yang tinggi pada musim-musim peralihan. Kejadian marak alge yang terjadi pada musim peralihan sebanyak 62.5% pada tahun 2004, 100% pada tahun 2005, 80% pada tahun 2006, dan 83.3% pada tahun 2007. Hal ini dikarenakan pada musim peralihan I Teluk Jakarta mendapatkan pasokan zat hara yang tinggi dari daratan yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada musim barat. Saat musim peralihan II pasokan zat hara dari daratan rendah karena curah hujan pada musim timur yang rendah, namun pada musim ini angin

36

timur yang kuat menyebabkan terjadinya turbulensi yang menaikan zat hara dekat dasar ke permukaan (Wouthuyzen, 2007 in Sidabutar, 2008).

Tabel 9. Kejadian marak alge di Teluk Jakarta tahun 2004-2007 Tahun 2004 2005 2006 2007 Bulan Januari Februari Maret X April X X X Mei X X X X Juni X Juli X X Agustus X X September X X X X Oktober X X X X November X X Desember Persentase Kejadian (Musim Peralihan) 62.5% 100% 80% 83.3%

Sumber : Wouthuyzen (2007) in Sidabutar (2008).

Ditinjau dari parameter arus, pada musim peralihan arus menjadi lebih rendah dibandingkan musim barat dan timur (Nontji, 2007). Arus yang lemah ini memberikan kesempatan fitoplankton untuk berkembang secara pesat pada suatu lokasi. Berdasarkan Tabel 9 juga terlihat bahwa marak alge tidak terjadi pada musim barat, sebagaimana menurut Nontji (2007) arus tertinggi terjadi pada musim barat. Hal ini semakin menjelaskan bahwa, kekuatan arus memberikan pengaruh terhadap fenomena marak alge.

37

5.1 Kesimpulan

Kejadian marak alge di Teluk Jakarta dapat dipetakan dan dipantau dengan baik oleh citra satelit Terra-MODIS and Aqua MODIS. Berdasarkan konsentrasi klorofil-a, SPL, dan data arus pada saat survei lapang (20-26 Maret 2010 ) tidak ditemukan marak alge di Teluk Jakarta. Hasil analisis citra MODIS pada bulan Juni dan Juli 2009 ditemukan konsentrasi klorofil-a >10 mg/m3 yang menunjukkan kejadian marak alge. Selain itu, pada tanggal 16-17 September 2010 juga ditemukan marak alge yang diikuti kematian massal ikan di Teluk Jakarta.

Algoritma empiris yang sesuai untuk menduga SPL pada penelitia ini adalah persamaan regresi linear berganda. Model tersebut terbentuk dari

hubungan antara nilai radiansi kanal inframerah termal citra MODIS dengan data

in situ SPL. Berdasarkan plot hubungan antara SPL dan klorofil-a, tidak terlihat

hubungan yang erat antara SPL dan klorofil-a pada saat penelitian.

5.2 Saran

Pada penelitian berikutnya disarankan menggunakan data meteorologi seperti curah hujan, sehingga fenomena marak alge dapat dikorelasikan dengan parameter tersebut.

38

Dokumen terkait