• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Masalah Sosial Anak

Banyak masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak semua masyarakat menyadari bahwa masalah pemenuhan hak dasar anak merupakan fenomena sosial yang perlu perhatian dari banyak pihak. Adapun masalah sosial yang melanggar hak anak adalah sebagai berikut :

a. Anak Rawan

Anak rawan pada dasarnya adalah sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak – anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanan – tekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum atau tidak terpenuhi hak – haknya, dan bahkan acap kali pula dilanggar hak-haknya. Inferior, rentan dan marginal adalah ciri – ciri yang umum diidap oleh anak – anak rawan. Dikatakan inferior, karena mereka biasanya tersisih dari kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya secara wajar. Adapun dikatakan rentan karena mereka sering manjadi korban situasi dan bahkan terlempar dari masyarakat (displaced children). Sementara itu, anak – anak

29

rawan tersebut tergolong marginal karena dalam kehidupan sehari – hari biasanya mereka mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi, mudah diperlakukan salah dan acap kali pula kehilangan kemerdekaannya (Suyanto, 2013: 4)

b. Child Abuse

Child Abuse adalah istilah untuk menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak – anak, yang dimaksudkan dalam hal ini selain mengalami gangguan fisik ditambah lagi gangguan emosi anak dan adanya asuhan yang tidak memadai. Selain itu Child Abuse sendiri dipakai untuk menggambarkan kasus anak – anak dibawah umur 16 tahun yang mendapat gangguan dari orang tua atau pengasuhnya dan merugikan anak secara fisik dan kesehatan mental serta perkembangannya (Suyanto, 2013: 28).

c. Pekerja Anak

Pekerja Anak adalah anak – anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak (Suyanto, 2013: 113)

d. Anak yang dilacurkan

Secara sosiologis, pelacur anak – anak sesungguhnya lebih tepat disebut dengan istilah anak – anak yang dilacurkan, karena kebanyakan mereka terperosok bekerja sebagai PSK bukan secara sukarela, melainkan karena kasus – kasus penipuan, pemaksaan atau karena ketidakmengertian mereka. Di Batam, misalnya melaporkan banyak pelacur anak – anak dipekerjakan secara paksa, lewat modus bujuk rayu, penipuan, dan bahkan penyekapan. Berbeda dengan faktor penyebab wanita dewasa memasuki kehidupan alokasi yang sebagian karena memang menginginkan menempuh jalan pintas untuk meraih penghasilan dalam jumlah besar. Anak – anak perempuan

30

yang terperosok dalam bisnis jasa seksual ini umumnya lebih disebabkan karena penipuan, pemaksaan, dan bahkan penganiayaan (Suyanto, 2013: 173).

e. Anak jalanan

Anak jalanan adalah anak yang tersisih, marginal, dan teraliensi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini dan harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Marginal, rentan, dan eksploitatif adalah istilah – istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang dan benar – benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang sangat lemah, tersubordinasi dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewanang – wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab (Suyanto, 2013: 199)

f. Anak terlantar

Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Ciri yang menandai seorang anak dikategorikan terlantar adalah : 1. Mereka biasanya berusia 5 – 18 tahun, dan merupakan anak yatim, piatu, dan anak yatim piatu. 2. Anak yang terlantar acap kali adalah anak yang lahir dari hubungan seks di luar nikah dan kemudian tidak ada yang mengurus mereka karena orangtuanya secara psikologis maupun ekonomi tidak siap untuk memelihara anak yang dilahirkannya. 3. Anak yang dilahirkan tidak direncanakan atau tidak dinginkan oleh kedua orang tuanya atau keluarga besarnya, sehingga cenderung rawan diperlakukan salah. 4.kemiskinan bukan

31

satu – satunya penyebab anak ditelantarkan dan tidak pula keluarga miskin akan menelantarkan anaknya, tetapi bagaimanapun juga harus diakui bahwa tekanan kemiskinan dan kerentanan ekonomi keluarga akan menyebabkan kemampuan mereka memberikan fasilitas dan memenuhi hak anaknya menjadi sangat terbatas. 5. Anak yang berasal dari keluarga yang broken home, korban perceraian orang tuanya, anak yang hidup ditengah kondisi keluarga yang bermasalah, pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat narkoba, dan sebagainya (Suyanto, 2013: 229).

g. Anak perempuan korban Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual Pelecehan Seksual adalah pemberian perhatian seksual, baik secara lisan, tulisan, maupun fisik terhadap diri perempuan, di mana hal itu di luar keinginan perempuan yang berangkutan namun harus diterima sebagai suatu kewajaran. Adapun tindak perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan secara paksa dan merugikan pihak perempuan.

Anak – anak perempuan cenderung menjadi korban potensial bagi terjadinya kejahatan seksual, salain karena faktor kebejatan mental si pelaku, secara psikis dan fisik, anak – anak umumnya memang sangat rentan dan mudah menjadi korban dari tindak perkosaan (Suyanto, 2013: 274).

h. Perdagangan dan Penculikan Anak

Dalam kasus penculikan dan perdagangan anak yang terjadi di Indonesia, motif pelaku melakukan penculikan anak relatif beragam. Secara garis besar, biasanya motif yang melatarbelakangi sebagai berikut: 1. Praktik penculikan anak yang dimanfaatkan sebagai tenaga kerja paksa, baik itu di sektor industri, sebagai TKI, maupun untuk sekedar dijadikan pengemis atau anak jalanan di bawah komando seorang preman. 2. Praktik penculikan anak sebagai bagian dari modus kriminal untuk memperoleh uang besar dalam jangka waktu pendek. 3. Kasus penculikan dan perdagangan anak untuk

32

dijadikan korban kekerasan seksual, baik untuk dipekerjakan sebagai PSK, maupun kepentingan perbudakan yang dibungkus dengan kedok perkawinan. 4. Pratik penculikan anak untuk diperjualbelikan di luar negeri, baik untuk dimanfaatkan organ tubuhnya maupun untuk dijadikan anak adopsi oleh keluarga tertentu yang menginginkan anak angkat (Suyanto, 2013: 302).

i. Anak Korban Fedofilia

Secara garis besar, sejumlah faktor yang menyebabkan pedofilia semakin marak mengancam anak – anak Indonesia adalah: 1. Berkaitan dengan ancaman hukuman yang sangat longgar, di mana para pelaku pedofil yang tertangkap dan diproses di pengadilan umunya hanya diganjar hukuman – hukuman dalam hitungan bulan, sehingga di mata para pedofil Indonesia ibaratnya adalah surga dunia bagi mereka untuk memuaskan nafsu mereka. 2. Kesempatan yang bercampur dengan daya tarik eksotisme anak – anak Indonesia di mata para pedofil. 3. Meski tidak langsung, tetapi makin maraknya kasus pedofilia sedikit banyak adalah implikasi dan ekses dari meluasnya gaya hidup permisif yang biasanya selalu dikunjungi wisatawan dari mancanegara. 4. Konsekuensi dari perkembangan jaringan pedofil yang makin rapi, dan lintas negara.

Dua bentuk ancaman yang biasanya dihadapi anak – anak lokal dari para pedofil asing adalah: 1. Untuk memenuhi kebutuhan nafsu bejat dari sebagian warga asing mengidap kasus penyimpangan seksual. 2. Untuk kepentingan bisnis komersial pornografi (Suyanto, 2013: 319).

j. Pengungsi Anak

Secara garis besar, ada tiga kelompok anak pengungsi yang membutuhkan terapi yang berbeda – beda. 1. Kelompok anak – anak yang telah kehilangan sebagian atau seluruh orang tua dan keluarganya, sehingga mereka tidak lagi memiliki tempat

33

untuk bergantung. 2. Kelompok anak yang menjadi korban langsung tindak kekerasan. 3. Anak – anak yang dipaksa terlibat sebagai pelaku tindak kekerasan seperrti layaknya orang dewasa yang tengah berperang melawan musuh.

k. Anak Putus Sekolah dan Rawan DO

Ketika tekanan kemiskinan makin meluas, dan kondisi keuangan pemerintah terbatas, maka dampaknya bagi anak – anak adalah 1. Akses yang kesempatan anak – anak dari keluarga miskin untuk memperoleh pelayanan pubik di bidang pendidikan jelas makin berkurang, dan bahkan tidak mustahil sama sekali pupus karena terpaksa masuk dalam situasi yang teramat sulit dan dilematis antara meneruskan sekolah atau membantu orang tua untuk menutupi kebutuhan hidup yang semakin mencekik akibat krisis. 2. Bersamaan dengan terjadinya gelombang anak putus sekolah dan tingginya angka siswa yang tidak meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tidak mustahil menyebabkan anak – anak dari keluarga miskin potensial terpuruk dalam kondisi hubunngan kerja yang merugikan, eksploitatif, dan bahkan tidak menutup kemungkinan mereka terpaksa terperangkap pada kegiatan produktif atau sektor yang sesungguhnya sangat tidak dapat ditoleransi. 3. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia bukan tidak mungkin menyebabkan batas toleransi kasus eksploitasi dan pelibatan anak dalam kegiatan produktif menjadi makin longgar, sebab situasi dan kondisi yang ada dinilai sebagai faktor pendorong yang tidak terelakkan.

Dokumen terkait