• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.9 Penelitian Terkait Penggunaan Breising Sebagai Perkuatan Struktur Rangka Beton BertulangRangka Beton Bertulang

2.9.2 Massumi dan Absalan (2013)

Gambar 2.12 menunjukan rangka breising jauh lebih kuat dan kaku dibandingkan dengan rangka momen dengan pendetailan khusus untuk seismik. Kemudian rangka breising yang dirancang dengan faktor reduksi beban yang sama dengan faktor reduksi untuk SRPMM menunjukan perilaku yang memadai dalam menahan beban gempa. Dan untuk perencanaan rangka breising baja dapat dilakukan dengan cara konvensional tanpa pendetailan khusus.

2.9.2 Massumi dan Absalan (2013)

Penelitian tentang interaksi antara sistem breising dan rangka pemikul momen pada rangka beton bertulang dengan breising baja telah dilakukan oleh Massumi dan Absalan (2013) dengan menguji dan memodel 2 buah rangka beton bertulang yang dirancang dengan peraturan lama. Satu rangka diperkuat dengan breising baja (BF1) sedangkan yang lain tidak diperkuat dengan breising baja (UBF1). Interaksi antara rangka momen dengan rangka dengan breising dianalisis dengan membuat model tambahan menggunakan software ANSYS dengan breising ada BF1 dihilangkan tetapi sambungan pelat buhul tetap (UBF2).

Gambar 2.13 menampilkan detail struktur yang akan diujikan setelah diskala 1/2,5 menghasilkan panjang 1,92 m dengan tinggi 1,26 m dengan ukuran pondasi yaitu panjang 0,8 m lebar 0,3 m dan tinggi 0,3 m. Ukuran balok dan kolom yaitu 120x120 mm, ukuran breising 20x20x2 mm dengan kuat leleh sekitar 240

MPa dan kuat tekan beton f’c 25 MPa. Untuk pendetailan sambungan breising

digunakan plat gusset dengan ukuran L 100x100x10 mm dan PL 100x100x8 mm sebagai dudukan pelat.

28 Gambar 2.13 (a) Rangka momen (b) Rangka momen dengan pelat buhul (c)

Rangka breising beserta pelat buhul (d) Detail pelat buhul

Sumber: Massumi dan Absalan (2013)

Pengujian kedua model tersebut dilakukan dengan memberikan beban vertikal berupa beban gravitasi lantai yang dibantu dengan turnbuckle yang tertancap ke bawah dan beban lateral. Gambar 2.14 menunjukan pola keretakan rangka dengan breising, dimana penambahan pelat buhul juga memberi kontribusi dalam bentuk pola keretakan,

Gambar 2.14 Pola retak dari pengujian

Sumber: Massumi dan Absalan (2013)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan breising pada rangka beton bertulang meningkatkan kekuatan, kekakuan dan kapasitas absorpsi energi struktur. disamping itu interaksi antara rangka beton bertulang dan sistem breising memiliki dampak positif terhadap perilaku struktur, yakni meningkatkan kekuatan ultimit struktur.

29 Hasil pengujian software ANSYS juga menghasilkan peningkatan kekuatan yang signifikan untuk rangka dengan penambahan breising. Ternyata pelat buhul juga memberikan kekuatan pada rangka momen. Hasil interaksi keseluruhan elemen tersebut menghasilkan perkuatan yang ditinjau dari penambahan masing-masing elemen sampai 100%.

Peningkatan yang signifikan bisa dilihat pada gambar 2.15. Beban lateral yang mampu diterima oleh rangka breising BF1 mencapai 60 kN, sedangkan rangka momen hanya mampu menahan beban sampai 13 kN. Rangka dengan pelat buhul mampu menahan beban sekitar 24 kN, ini membuktikan pelat buhul juga memperkuat struktur.

Gambar 2.15 Hubungan antara beban lateral load dan lateral displacement Rangka tanpa breising UBF1, rangka dengan plat buhul UBF2, dan rangka breising BF1

Sumber: Massumi dan Absalan (2013) 2.9.3 Massumi dan Tasnimi (2008)

Penelitian tentang pengaruh perbedaan detail sambungan breising X pada struktur beton bertulang yang diperkuat dengan sistem breising telah dilakukan oleh Massumi dan Tasnimi (2008). Penelitian dilakukan untuk menemukan detail sambungan breising yang efektif pada rangka beton dengan membuat 8 benda uji untuk sambungan breising yang berbeda yang telah diskala 1:2:5.

Dalam penelitian ini dibuat dua rangka tanpa breising dengan kode UBF11 dan UBF12 sebagai kontrol spesimen dan lima pendetailan sambungan antara rangka dan breising yang berbeda dengan kode BF11, BF12, BF21, BF22, BF23, dan BF31. Gambar 2.16 menunjukan pendetailan sambungan dari masing-masing spesimen Untuk BF11 dan BF12 menggunakan baut sebagai sambungan plat buhul pada rangka batang. Pada BF11 baut tertancap pada kolom dan balok, sedangkan

0 10 20 30 40 50 60 70 0 5 10 15 20 25 30 L ater al L o ad k N Lateral Displacemett (mm) UBF1 UBF2 BF1

30 pada BF21 hanya tertancap pada kolom. Pada BF21, BF22 dan BF23 sambungan breising pada rangka batang menggunakan jaket baja. Pada BF21 tidak ada hubungan antara jaket baja dengan permukaan beton, sedangkan pada BF22 dan BF23 digunakan perekat epoxy untuk menyatukan jaket baja kepermukaan kolom beton dan bagian dari balok. Pada BF31 breising telah ditetapkan pada pojok kolom dan balok dengan pengelasan sebelum pengecoran.

Gambar 2.16 Detail sambungan Sumber: Massumi dan Tasnimi (2008)

Pada penelitian ini, kolom dibangun kaku di atas pondasi beton bertulang dengan dimensi 800 x 300 mm. Sampel dites di bawah beban lateral yang berulang dan beban vertical sebesar 18 kN. Dari lima tipe detail sambungan breising X, dengan sambungan baut yang terhubung pada balok dan kolom (BF11) mampu meningkatkan kekakuan rangka, sehingga dapat digunakan untuk bangunan rendah sampai sedang. Sambungan baut hanya pada kolom (BF12) tidak cukup kuat dan mengalami kerusakan yang sangat signifikan, meskipun dapat digunakan untuk langkah awal. BF21 tidak direkomendasikan untuk diterapkan karena detail dengan bentuk jaket baja tanpa perekat epoxy menyebabkan slip pada sistem breising. Untuk tipe BF22 dan BF23 yang direkatkan dengan perekat epoxy serta BF31 yang diletakkan pada beton memiliki kinerjayang lebih baik dari rangka batang lainnya. Beban siklik menyebabkan kekuatan dan kekakuan berkurang dan perpindahan meningkat pada perilaku inelastik. Breising X pada beton bertulang mendukung sebagian besar gaya lateral, tetapi keruntuhan rangka disebabkan oleh leleh dari tarik breising dan terjadi kegagalan tekuk dari tekanan breising.

31 2.9.4 Viswanath et.al (2010)

Penelitian tentang tipe breising terbaik sebagai perkuatan rangka beton dalam menahan beban gempa telah dilakukan oleh Viswanath et.al (2010). Breising baja merupakan salah satu sistem struktur yang umum digunakan untuk menahan beban gempa pada gedung tingkat tinggi. Breising baja lebih ekonomis, mudah dikerjakan dan fleksibel dalam desain kekuatan dan kekakuan. Ada banyak tipe breising yang bisa digunakan sebagai perkuatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang tipe breising yang paling efektif untuk digunakan.

Dalam pemodelan struktur gedung digunakan software STAAD Pro V8i untuk membuat model 3D. Beban lateral yang diaplikasikan pada gedung berdasarkan Indian Standards. Gedung diasumsikan berada pada zona gempa IV sesuai dengan IS 1893:2002. Perletakan struktur tersebut diasumsikan sebagai jepit dan interaksi antara struktur dengan tanah diabaikan.

Terdapat empat tipe breising yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu breising diagonal, breising X berpotongan, breising K dan breising X. Selain keempat tipe breising tersebut, analisis juga dilakukan terhadap struktur yang tidak diperkuat dengan menggunakan breising. Jadi dibuat lima model struktur bangunan bertingkat 4. Untuk bangunan bertingkat 8, 12 dan 16 dianalisis dalam zona gempa IV dan diperkuat dengan breising tipe X.

Hasil analisis gedung bertingkat 4 tersebut dibagi dalam 2 parameter yaitu perpindahan lateral dan gaya-gaya dalam pada kolom. Penambahan breising mampu mereduksi perpindahan lateral maksimum yang terjadi pada model gedung. Dari segi gaya-gaya dalam maksimum, dapat disimpulkan bahwa penambahan breising meningkatkan gaya aksial yang dapat diterima pada struktur dan adanya penurunan momen dan gaya geser pada kolom yang terhubungan dengan breising. Breising mampu mengurangi kebutuhan lentur dan geser pada balok dan kolom dan mentransfer beban lateral melalui mekanisme beban aksial. Dari kedua parameter tersebut, breising tipe X terbukti lebih efektif dalam memperkuat struktur gedung bertingkat 4 dari tipe bresing yang lain.

Pada analisis gedung bertingkat 8, 12 dan 16 digunakan breising tipe X sebagai perkuatan struktur gedung tersebut. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa pada gedung yang diperkuat breising terjadi reduksi perpindahan

32 maksimum sebesar 62-74 % jika dibandingkan dengan gedung tanpa perkuatan breising. Tipe breising X merupakan tipe yang paling efektif dalam perkuatan struktur gedung bertingkat.

2.9.5 Ismail et.al (2015)

Ismail et.al (2015) telah melakukan penelitian tentang perkuatan gedung dengan menggunakan breising baja yang dilakukan pada Gedung STKIP ADZKIA Padang, dengan kondisi gedung tersebut telah rusak (balok melendut dan retak pada dinding). Hasil evaluasi kinerja dan kekuatan struktur kondisi eksisting berdasarkan SNI 2012 diperoleh bahwa bangunan sekolah STKIP ADZKIA Padang tidak cukup kuat menahan kombinasi beban-beban yang bekerja pada struktur. Oleh karena itu, perlu dilakukan perkuatan pada struktur gedung tersebut dan metode perkuatan yang direkomendasikan adalah menambahkan breising aja tipe V terbalik.

Gedung STKIP ADZKIA dimodel dan dianalisis dengan bantuan software analisis struktur ETABS 9.7.1. Setelah pemodelan struktur, selanjutnya dilakukan analisis struktur gedung yang telah diperkuat dengan breising baja. Hasil analisis menunjukkan bahwa, pemasangan breising baja pada struktur lantai menyebabkan penurunan pada gaya dalam balok mencapai ±70% dibandingkan kondisi eksisting. Perbandingan simpangan antar lantai yang terjadi pada struktur antara kondisi eksisting dengan setelah dipasang breising baja mengalami penurunan simpangan maksimum sekitar kurang lebih 60% untuk arah X dan kurang lebih 65% untuk arah Y.

2.9.6 Maheri (2009)

Penelitian tentang breising baja internal pada rangka beton bertulang telah dilakukan oleh Maheri (2009). Penelitian dilakukan pada beberapa parameter respon seismik seperti uji pushover, uji siklik dan faktor perilaku seismik, kemudian ditambah sambungan kuat lebih dan alat pelepas tekan.

Pada pengujian uji pushover dibuat 4 model yang diskala 1:3,2 yaitu 2 model tanpa breising dan 2 model dengan breising X dengan semua unit rangka daktail. Hasil dari pengujian pushover menunjukkan bahwa terjadi peningkatan 3,5 kali untuk kapasitas beban lateral. Peningkatan juga terjadi pada kekakuan sampai breising tersebut mengalami kegagalan atau tekuk. Kekakuan juga ditunjukkan pada kurva perpindahan. Penggunaan breising mengakibatkan 5 kali peningkatan

33 kekakuan yang mengindikasi penyerapan energi yang besar. Untuk daktilitas, kuat lebih dan faktor kinerja menunjukkan bahwa breising lebih cocok untuk desain berdasarkan kekuatan daripada desain daktail.

Penelitian tentang uji siklik dilakukan dengan memodel rangka momen beton bertulang dengan rangka breising X beton bertulang yang diskala 2/5. Rangka momen F1 didesain menurut ACI 318-01 dengan pendetailan khusus untuk desain gempa. Detail penulangan untuk rangka momen yaitu 4M10 untuk balok dan 4M15 untuk kolom dengan sengkang 35 mm. Sedangkan breising balok dan kolom menggunakan 4M10 dengan sengkang 70 mm. Breising dihubungkan ketulangan dengan pelat gusset dengan ukuran 150x150x8 mm yang dihubungkan dengan baut. Pada sistem breising dibuat 2 jenis tipe breising yaitu FX1 penampang sudut ganda 2L 25x25x32 mm dan FX2 penampang kanal C 3x35 mm. Uji siklik dilakukan dengan memberi beban gravitasi menggunakan hydraulik. Dari hasil tes menunjukkan bahwa rangka breising FX1 memiliki kekakuan 2 kali lipat dari kekakuan lateral rangka pemikul momen. Tetapi kekakuan akan sama seperti rangka pemikul momen setelah terjadi tekuk. Hal itu juga berlaku pada rangka breising FX2 walaupun memiliki kekakuan lateral lebih baik dari rangka breising FX1. Untuk hasil analisis dari ketiga model tersebut, rangka breising memiliki kinerja yang lebih baik dari rangka momen pada kapasitas kekakuan dan kelenturan. Penambahan breising menyebabkan penurunan daktilitas dari rangka daktail, tetapi penurunan daktilitas tersebut tidak mempengaruhi kapasitas kehilangan energi dari rangka.

Kapasitas kekuatan dari rangka beton bertulang dan sistem breising merupakan pertimbangan yang penting dalam menentukan sambungan breising. Penelitian ini dilakukan dengan membuat 3 model benda uji yang diskala 1:3,5 dengn 1 rangka momen dan 2 rangka breising yang dites dengan beban siklik. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan sistem breising ke rangka beton bertulang mengakibatkan kapasitas dari rangka beton bertulang meningkat melebihi kapasitas dari sistem breising. Kemudian untuk mengetahui evaluasi dari sambungan breising dibuat skala penuh dari breising X pada rangka beton bertulang. Model dianalisis dengan The Open SEES (Open System for Earthquake

34 momen dan rangka breising. Hasil analisis menunjukkan bahwa sambungan mengurangi panjang efektif dari balok dan kolom rangka beton bertulang dan kekakuan dari rangka berkurang.

Untuk meningkatkan daktilitas, mempertahankan kekuatan, dan kapasitas kekakuan penambahan knee bracing direkomendasikan berdasarkan hasil tes. Knee

bracing digunakan pada konstruksi baja untuk meningkatkan daktilitas dan untuk

meningkatkan ketahanan gempa pada rangka. Analisis dilakukan dengan membuat 4 model rangka untuk dites pushover yaitu 2 rangka tanpa breising dan 2 rangka dengan sudut breising. Dari tes tersebut didapatkan bahwa kapasitas ultimit dari

Knee bracing lebih besar 2,5 kali dari rangka tanpa breising. Knee bracing

memungkinkan rangka untuk memiliki kapasitas dan kekakuan yang cukup dengan kapasitas yang baik untuk menyerap energi. Kurva pushover juga menunjukkan peningkatan daktilitas rangka dengan knee bracing dibandingkan breising X.

Alat pelepas tekan dipasang pada batang breising untuk melepas gaya tekan. Batang dibagi 2 bagian dan dilas diujung dengan pelat baja dari alat pelepas tekan. Dibuat 2 benda uji dengan alat tersebut kemudian dibandingkan dengan 2 benda uji tanpa breising dan 2 benda uji dengan breising X. Pengujian dilakukan dengan beban yang sama dan berulang-ulang. Parameter gempa dievaluasi dari hasil tes termasuk degradasi kekakuan, kapasitas kehilangan energi dan daktilitas. Pada degradasi kekakuan dengan penggunaan alat pelepas tekan, dapat meminimalkan keretakan pada rangka beton bertulang dan ketahanan kekakuan lateral dari rangka hampir konstan. Penggunaan alat pelepas tekan pada breising tidak berpengaruh terhadap kapasitas kehilangan energi. Pada daktilitas pengaruh alat pelepas tekan mampu meningkatkan daktilitas pada rangka breising.

Dokumen terkait