• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

MATERI Hewan Coba

Gambar 4.Tikus laboratoriumdan keadaan kandangnya. Keterangan: a=air minum, b=tikus laboratorium dan c=pakan.

Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan hewan coba sebagai model. Hewan model adalah tikus putih Ratus norvegicus galur Sprague-Dawley sebanyak 30 ekor jantan dengan bobot badan awal 250 g dan umur 2 bulan. Tikus- tikus tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 10 ekor kelompok perlakuan (sukralfat + AAS), 10 ekor kelompok kontrol positif (AAS) dan 10 kelompok kontrol negatif (plasebo). Sebelumnya hewan coba dilakukan adaptasi selama tiga minggu di Bagian Patologi FKH IPB.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Pada penelitian ini dipakai golongan obat OAINS yang tertua yaitu asam asetil salisilat (AAS) murni dengan dosis toksik 400 mg/tikus (LD50 1,5 g/kg pada

tikus) (Anonim 2007d).

a

c

Obat Sitoproteksi

Pada penelitian ini dipakai obat golongan sitoproteksi yang telah lama dikenal yaitu sukralfat dengan dosis 200 mg tiap tikus.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian antara lain 60 buah box plastik (kandang), 30 buah botol air minum, timbangan digital (Precisa 3000 D), 1 bungkus kantung plastik putih @1,2 kg, 1 bungkus kantung plastik hitam, 2 buah pinset besar, 1 buah teko air, 1 buah wadah aquades, 1 paket note book dan alat tulis, 1 paket sikat dan alat cuci piring, tissu gulung, 2 buah sonde lambung tikus (1,5 x 80 mm) Knopfkanüle 370144 buatan Jerman, syrinx 1 ml, gelas ukur 50 ml, preparat AAS dan sukralfat (PT. Pratapa Nirmala).

Alat nekropsi yang digunakan antara lain 1 paket alat bedah (gunting, scapel dan pinset), 1 gulung alumunium foil, jarum fiksator, 4 buah sterofom, kaca pembesar berlampu untuk pengamatan patologi anatomi, kantung kresek hitam, wadah plastik untuk jaringan dan kertas label, spidol waterproof permanen, larutan pengawet buffer neutral formaldehid (BNF) 10 %, NaCl fisiologis, alkohol 70 %, aquades, ether, 1 gulung kapas, tissue gulung, potongan kertas karton dan 1 paket stepler.

Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi antara lain pinset sirurgis, mikrotom, kaset jaringan, BNF 10 %, alkohol konsentrasi bertingkat (70 %, 80 %, 90 %, 95 % dan absolut), xylol, blok (cetakan), parafin, gelas objek, cover glass, inkubator, aquades, Hematoksilin- Eosin (HE), lithium karbonat, asam asetat 1%, periodic acid 1 %, Schiff reagent, air bisulfit dan perekat entelen. Sedangkan alat untuk pengamatan histopatologi antara lain mikroskop cahaya, video mikrometer, mikrometer dan counter.

PROSEDUR

Persiapan pakan dan adaptasi tikus

Sebelum tikus dipersiapkan untuk penelitian, dilakukan persiapan kebutuhan pakan berbentuk pelet (formulasi dan pembuatan pakan dilakukan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, IPB) dan dilakukan proses adaptasi dalam kandang. Pakan diirradiasi di Batan, Jakarta

dengan kekuatan 10 kg untuk sterilisasi. Kandang dan alas diganti dan dibersihkan setiap harinya. Selama penelitian berlangsung tikus diberi pakan pelet dan air minum ad libitium sesuai kebutuhan.

Tikus yang digunakan adalah tikus Non-spesifik Pathogen Free (NSPF), sehingga perlu dilakukan pre treatment sebelum penelitian, yaitu diberikan anthelmintica Albendazole® 5 % (Sanbe®) dengan dosis 10 mg/kg BB. Dosis tunggal diberikan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 2 minggu. Selain itu diberi antibiotika Tertracyclin dengan dosis 500 mg/kg BB serta Fluconazole 50 mg/kg BB sebagai anti jamur yeast (khamir). Pemberian kedua obat tersebut dilakukan selama 3 hari, kemudian tikus diistirahatkan selama 6 hari agar residu obat hilang. Pre treatment diberikan dalam penelitian ini, mengingat, pada penelitian pendahuluan ditemukannya cacing pita, cryptococcus sp. dan bakteri sebagai penyebab gastritis superfisial.

Kelompok Kontrol Negatif

Tikus kelompok kontrol negatif (plasebo) hanya diberikan minuman aquades.

Kelompok Kontrol Positif

Tikus kelompok kontrol (+) diberikan AAS dengan dosis tunggal 400 mg/tikus selama 3 hari. Pemberian AAS dilakukan 1 kali sehari pada pagi hari.

Kelompok Perlakuan Sitoproteksi

Tikus kelompok perlakuan diberi sukralfat 3 jam sebelum pemberian AAS. Dosis sukralfat yang diberikan adalah 200 mg tiap tikus, sedangkan AAS dengan dosis tunggal 400 mg/tikus BB. Keduanya diberikan selama tiga hari, kemudian selama seminggu tikus perlakuan diberi sukralfat dengan dosis yang sama tanpa AAS. Pemberian sukralfat diikuti pemberian AAS dilakukan 1 kali sehari pada pagi hari.

Tahap Nekropsi Tikus

Setelah selesai pemberian sukralfat pada kelompok perlakuan, kemudian dilakukan euthanasia tikus menggunakan ether dalam anaerobic jar. Selanjutnya dilakukan nekropsi untuk melihat perubahan organ yang diamati secara patologis

anatomi (PA) dan pengambilan sample organ untuk pengamatan histopatologis (HP). Organ yang diambil sebagai sampel untuk pengamatan adalah lambung.

1. Teknik Nekropsi

Sebelum dimulai nekropsi, tikus diletakkan di atas stiroform beralas alumunium foil kemudian difiksasi ekstrimitasnya. Permukaan abdomen disemprot alkohol 70 % lalu dilakukannekropsi pada linea alba dengan membuka lapisan kulit, fascia, rongga abdomen dan selanjutnya dilakukan pemotongan otot abdomen sampai dengan di bawah diafragma (prosessus xyphoideus). Organ lambung diambil, kemudian diinsisi dan diamati perubahan patologis anatomisnya sebelum dimasukan ke dalam larutan BNF 10 % sampai proses berikutnya.

2. Trimming kasar organ dan prosesing jaringan

Potongan dilakukan sesuai dengan bagian seperti tertera dalam Gambar 2

dibawah ini:

Bagian lambung non-kelenjar : 3 potong Bagian fundus dan korpus : 4 potong

Bagian pilorus : 3 potong

Gambar 5. Teknik Potongan Lambung

Sebelum dilakukan tahap proses dehidrasi dan embedding, organ dipotong tipis berukuran 5 mm sesuai dengan bagian yang akan diamati yaitu bagian lambung non-kelenjar, fundus, korpus dan pilorus dengan potongan melintang terhadap kurvatura major. Potongan tipis organ kemudian dimasukan dalam tissue cassete dan dimasukan dalam tissue processor (SakuraTM, Japan) untuk proses dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat mulai dari 70 %, 80 %, 90 %, 95 %, 100% (absolut); diikuti clearing dengan larutan Xylene sebanyak 3 kali dan kemudian embedding menggunakan paraffin (ShendonTM, UK), kemudian jaringan diblok dalam paraffin cair yang memiliki titik leleh 56-57°C dengan dimasukan dalam mesin embedding tissue-tek (SakuraTM, Jepang). Blok kemudian dibiarkan mengeras.

3. Trimming halus organ

a. Blok yang sudah mengeras kemudian disimpan dalam refrigerator hingga akan dipotong menggunakan mikrotom setebal 5 µm (Spencer, USA). b. Hasil potongan mikrotom dibentangkan di atas permukaan air dengan suhu

40°C, diletakkan di atas gelas objek dan kemudian dikeringkan di udara terbuka.

c. Potongan organ di atas gelas objek ini diinkubasikan dalam alat inkubator (Memert, Jerman) dengan suhu 55°C selama semalam sebelum diwarnai. d. Pewarnaan menggunakan teknik pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

menurut metode Meyer dan Periodic Acid Schiff-Alcian Blue (PAS-AB).

Dokumen terkait