• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Agustus 2011.

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan petri, timbangan, gelas ukur, pipet mikro, inkubator, refrigerator, alat centrifuge, membran saring Sartorius diameter 0,22 µm, membran dialisis diameter 20, kromatografi kolom terbuka (open column) Econo-Column Bio-Rad (Hata et al., 2010). Alat-alat lain yang digunakan pada penelitian ini yaitu laminar air flow, pemanas Bunsen, Ose, alumunium foil, kapas, pipet Pasteur, oven, pH-meter, jangka sorong, autoclave, vortex, hot plate, tabung penampung eluent, mikroskop, kamera digital, dan Spektrofotometer UV-Vis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain empat galur bakteri asam laktat asal daging sapi (isolat indigenus) yaitu L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Arief et al. (2007). Kode keempat galur ini diperoleh dari daging dengan masa penyimpanan berbeda yaitu 12 jam (1) dan 34 jam (2), serta pasar berbeda lokasi pengambilan yaitu pasar Anyar (A), pasar Cibeureum (B), dan pasar Ciampea (C); dan bakteri ke 1 (1), ke 2 (2), ke 4 (4), ke 5 (5), dan ke 12 (12). Bahan bahan lain yang digunakan antara lain yaitu bakteri indikator (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus, Salmonella enterica ser. Typhimurium ATCC 14028, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853), media de Man Rogosa and Sharpe

agar (MRSa), de Man Rogosa and Sharpe broth (MRSb), Nutrien agar (Na), Buffer Water Pepton (BWP), Mueller Hilton agar (MHa) untuk media konfrontasi plantaricin dengan bakteri uji, yeast extract, larutan NaCl, larutan NaOH, larutan

HCl, garam ammonium sulfat, buffer potassium phospate (campuran KH2PO4 dan K2HPO4 dengan konsentrasi tertentu), resin SP Sepharose – Fast Flow dan aquades.

11

Prosedur Pemeriksaan Kemurnian Bakteri

Kultur starter yang telah yang telah diisolasi dari daging sapi pada penelitian sebelumnya dikonfirmasi kembali untuk memastikan kemurniannya dengan cara ditumbuhkan pada media de Man Rogosa Sharp agar (MRSa) dengan metode

striking plate dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam, kemudian diambil satu

koloni yang dianggap sebagai koloni bakteri asam laktat dan dimasukkan ke de Man

Rogosa Sharp broth (MRSb), kultur ini disebut kultur stok. Setiap kultur stok

dilakukan penyegaran pada media MRSb sebelum dilakukan pengujian. Sebanyak 1 ml kultur diinokulasikan ke dalam media MRSb. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam yang hasilnya disebut kultur kerja. Kultur kerja ini yang digunakan untuk mengkonfirmasi bakteri uji. Uji yang dilakukan adalah uji pewarnaan Gram.

Sampel bakteri dari koloni yang homogen dioleskan pada kaca objek kemudian difiksasi panas. Olesan bakteri kemudian diteteskan dengan Kristal violet selama satu menit, kemudian diratakan, dibilas dengan aquades dan dikering udarakan. Setelah kering, olesan bakteri diteteskan iodium dan diratakan kembali, kering udara selama dua menit, kemudian dibilas aquades dan ditiriskan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu etanol 95% tetes demi tetes selama 30 detik, kemudian dicuci segera dengan aquades dan ditiriskan. Setelah kering preparat diteteskan minyak imersi dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat bentuk dan warna dinding sel setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok Gram positif akan menunjukkan warna ungu atau biru keunguan, sedangkan kelompok bakteri Gram negatif akan menunjukkan warna merah safranin (Waluyo, 2008). Beishir (1991) menyatakan bahwa, organisme yang mempertahankan kompleks warna kristal violet-iodium meskipun telah diberi larutan pemucat sehingga berwarna ungu atau biru keunguan disebut bakteri Gram positif. Sel yang berwarna merah karena kompleks warna kristal violet larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah disebut Gram negatif.

12

Purifikasi Plantaricin

Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat. Sebanyak

500 liter media MRSB ditambah yeast ekstrak 3% dan NaCl 1% diinokulasikan dengan 10% (v/v) kultur L. plantarum (masing-masing isolat), selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 jam. Hasil pencampuran disimpan pada refrigerator suhu 4 oC selama 2 jam, lalu dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit (suhu 4 oC). Setelah selesai, dilakukan penyaringan dengan menggunakan membran saring Sartorius diameter 0,22 µm dan selanjutnya pH dari supernatan bebas sel dinetralkan menjadi pH 6 dengan menggunakan 1 N NaOH. Semua tahapan proses ini dilakukan pada suhu dingin (4 oC) (Todorov dan Dicks, 2005). Produksi bakteriosin dilakukan dengan menggunakan media pertumbuhan MRSb yang ditambah dengan yeast extract 3% dan NaCl 1% sebagai suplemen pertumbuhan bagi kultur L. plantarum (Syahniar, 2009; Ogunbanwo et al., 2003). Penyaringan menggunakan membran saring Sartorius diameter 0,22 µm bertujuan untuk mendapatkan supernatan bebas sel. Supernatan antimikrob yang dihasilkan berada pada kondisi asam sehingga, harus dinetralkan menjadi pH 6 dengan menggunakan 1 N NaOH. Hal ini dilakukan agar asam-asam organik termasuk asam laktat yang terdapat di dalam supernatan antimikrob tidak menutupi aktivitas dari bakteriosin saat menghambat bakteri indikator atau dengan kata lain dapat memaksimumkan aktivitas antimikrob dari bakteriosin yang terbentuk dengan mengurangi ataupun menghilangkan aktivitas antimikrob dari asam-asam organik selain bakteriosin (Todorov dan Dicks, 2005; Abo-Amer, 2007). Wirahadikusumah (2008) menyatakan bahwa, pH 6,02 merupakan titik dimana jumlah muatan positif dan negatif pada molekul asam amino monokarboksilat sama. Keadaan pH tersebut disebut pH isoelektrik.

Purifikasi parsial bakteriosin dilakukan pada supernatan bebas sel dari masing-masing galur L. plantarum pada kondisi pH 6. Serbuk ammonium sulfat ditambahkan sebanyak 80% secara bertahap (20, 40, 60, dan 80%) ke dalam supernatan antimikrob yang telah disaring steril untuk menghasilkan endapan protein, kemudian dihomogenkan secara perlahan pada suhu 4 oC selama 2 jam (Todorov dan Dicks, 2008; Abo-Amer, 2007). Perhitungan padatan amonium sulfat didasarkan pada Tabel 2.

13 Tabel 2. Penggunaan Padatan Ammonium Sulfat (% Penjenuhan)

Awal

% 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Konsentrasi Akhir dari Padatan Amonium Sulfat (gram)

0 10.6 13.4 16.4 19.4 22.6 25.8 29.1 32.6 36.1 39.8 43.6 47.6 51.6 55.9 60.3 65.0 69.7 5 7.9 10.8 13.7 16.6 19.7 22.9 26.2 29.6 33.1 36.8 40.5 44.4 48.4 52.6 57.0 61.5 66.2 10 5.3 8.1 10.9 13.9 16.9 20.0 23.3 26.6 30.1 33.7 37.4 41.2 45.2 49.3 53.6 58.1 62.7 15 2.6 5.4 8.2 11.2 14.1 17.2 20.4 23.7 27.1 30.6 34.3 38.1 42.0 46.0 50.3 54.7 59.2 20 0 2.7 5.5 8.3 11.3 14.3 17.5 20.7 24.1 27.6 31.2 34.9 38.7 42.7 46.9 51.2 55.7 25 0 2.7 5.6 8.6 11.5 14.6 17.9 21.1 24.5 28.0 31.7 35.5 39.5 43.6 47.8 52.2 30 0 2.8 5.6 8.6 11.7 14.8 18.1 21.4 24.9 28.5 32.3 36.2 40.2 44.5 48.8 35 0 2.9 5.7 8.7 11.8 15.1 18.4 21.8 25.8 29.6 32.9 36.9 41.0 45.3 40 0 2.9 5.8 8.9 12.0 15.3 18.7 22.2 26.3 29.6 33.5 37.6 41.8 45 0 3.0 5.9 9.0 12.3 15.6 19.0 22.6 26.3 30.2 34.2 38.3 50 0 3.0 6.0 9.2 12.5 15.9 19.0 23.5 26.8 30.8 34.8 55 0 3.1 6.1 9.3 12.7 16.1 20.1 23.5 27.3 31.2 60 0 3.1 6.2 9.5 12.9 16.8 20.1 23.9 27.9 65 0 3.2 6.3 9.7 13.2 16.8 20.5 24.4 70 0 3.2 6.5 9.9 13.4 17.1 20.9 75 0 3.3 6.6 10.1 13.7 17.4 80 0 3.4 6.7 10.3 13.9 85 0 3.4 6.8 10.5 90 0 3.4 7.0 95 0 3.5 100 0

Sumber: http//www.science.smith.edu/departments/Biochem_353/Amsulfate.htm [5 Februari 2011]

Setelah itu supernatan dipindahkan ke tabung centrifuge lalu dilakukan sentrifugasi 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC . Selanjutnya, supernatan dibuang dan didapatkan presipitat bakteriosin. Presipitat bakteriosin dikoleksi pada tabung reaksi. Pengecekan protein plantaricin hasil purifikasi diamati menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm (λ=280 nm). Tahap ini merupakan salah satu cara pengendapan protein dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan. Wirahadikusumah (2008) menyatakan bahwa, pada umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan minimum pada pH isoelektrik. Efek pengendapan protein disebabkan oleh perubahan kecenderungan berdisosiasi gugus-gugus dalam protein. Bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan dinaikan terus, maka kelarutan protein menjadi berkurang, dan sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi maka protein akan mengalami pengendapan. Hasil yang didapatkan disebut sebagai presipitat bakteriosin.

Dialisis. Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk (desalting) atau menghilangkan

14 yang digunakan adalah buffer potassium phospate (campuran KH2PO4 dan K2HPO4 dengan konsentrasi tertentu) pH 6, dengan perbandingan 1: 1000 (1 bagian presipitat dan 1000 bagian buffer). Dialisis dilakukan dengan menggunakan membran dialisis diameter 20 pada buffer potassium phosphate selama 12 jam, dan dilakukan penggantian buffer sebanyak 2 kali (jam ke-2 dan ke-4) pada suhu 4 oC . Setelah selesai, didapatkan ekstrak kasar bakteriosin. Pengecekan protein dari ekstrak kasar bakteriosin diamati menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm (λ=280 nm).

Purifikasi dengan menggunakan Kromatografi Kation Exchange. Resin yang

digunakan adalah SP Sepharose - Fast Flow dengan kolom terbuka (open column)

Econo-Column Bio-Rad (Hata et al., 2010). Kolom terlebih dahulu diisi (dipacking)

dengan resin. Buffer yang digunakan adalah buffer potassium phospate pH 6,8. Kolom dipasangkan pada penjepit bunsen kemudian buffer dituangkan ke dalam kolom. Setelah itu buffer dibuang secara perlahan. Resin dimasukan secara perlahan dengan menggunakan pipet Pasteur ke dalam kolom, dan dijaga supaya tidak ada udara (gas) yang masuk ke dalam kolom. Selanjutnya resin akan menjadi gel. Kemudian di atas resin diberikan buffer dan kolom disimpan pada suhu dingin sampai siap untuk digunakan.

Plantaricin hasil dialisis dimasukan ke dalam kolom secara perlahan, dan di

bawah kolom diberikan tabung penampung eluent yang keluar dari kolom. Eluent pertama adalah buffer, sedangkan yang berikutnya adalah sampel plantaricin murni. Kecepatan alir yang diberikan adalah 0,8 ml/ menit. Setelah selesai, dilakukan pencucian dengan buffer kembali dan ditampung untuk mengambil eluent yang terikat pada gel (resin). Semua dilakukan di ruang dingin. Setelah selesai, dalam beberapa tabung koleksi didapatkan eluent yang berisikan plantaricin murni.

Plantaricin murni disimpan pada suhu dingin (4 oC) dan selanjutnya siap untuk dianalisis sifat dan karakteristiknya (Hata et al., 2010). Pengecekan protein

plantaricin murni hasil kromatografi kolom diamati menggunakan Spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm (λ=280 nm). Wirahadikusumah (2008) menyatakan bahwa, pada kromatografi penukar ion, pemisahan asam amino dari suatu campuran didasarkan pada perbedaan sifat asam-basa. Asam amino yang bersifat kation akan mengusir sebagian ion NH3+ yang terikat dan mengikatkan

15 dirinya pada partikel resin yang mengandung gugus-gugus bermuatan. Dengan menaikan pH larutan elusi secara bertingkat, maka asam amino yang telah terikat pada resin tersebut akan bergerak turun dalam pipa kolom. Larutan yang keluar dari bagian bawah pipa kolom ditampung fraksi demi fraksi.

Karakterisasi Plantaricin

Ketahanan Terhadap pH Asam. Uji ketahanan terhadap pH asam sangat penting

untuk mengetahui karakteristik aktivitas plantaricin sebagai antimikrob yang dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi penanganan dan pengolahan pangan. Plantaricin murni hasil kromatografi kolom diuji ketahanannya terhadap berbagai nilai pH (4,5, dan 6) dengan menambahkan HCl 1 N (yang telah disterilisasi dingin). Ketahanan terhadap pH dilihat dengan menguji aktivitas antimikrob plantaricin murni hasil perlakuan pH tersebut dengan metode difusi sumur. Jika terdapat zona hambat di sekitar sumur pada cawan yang berisikan bakteri patogen dan pembusuk maka

plantaricin tersebut bersifat tahan terhadap pH tertentu (Hata et al., 2010).

Pengecekan protein plantaricin hasil perlakuan pH asam menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm (λ=280 nm). Plantaricin diperoleh dari plantaricin murni dengan nilai protein tertinggi yang dilihat dari spektrum tertinggi.

Uji Antagonistik Plantaricin pada Mikroba Patogen dengan Metode Difusi Sumur. Metode yang digunakan adalah metode difusi sumur (Savadogo et al.,

2004). Bakteri indikator (patogen dan pembusuk makanan) sebanyak 106 cfu/ml yang berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media konfrontasi yaitu Mueller Hilton agar (MHa). Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur pada cawan dengan diameter 5 mm menggunakan ujung pipet tetes.

Kedalam sumur dipipet 50 µl plantaricin murni, kemudian cawan disimpan dalam refrigerator (suhu 7 0C) selama 2 jam untuk memberikan kesempatan

plantaricin berdifusi kedalam agar. Cawan setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar area sumur menandakan bahwa plantaricin mampu menghambat bakteri indikator. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening (mm).

Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur pada seluruh cawan diamati dan diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong. Diameter dari

masing-16 masing zona hambat diukur sebanyak tiga kali di daerah yang berbeda yang kemudian hasilnya dirata-ratakan. Setiap pengujian diulang sebanyak tiga kali dan pada setiap ulangan dilakukan secara duplo. Zona bening maupun warna semu menunjukkan bahwa bakteriosin berperan dalam membunuh maupun menghambat aktivitas bakteri indikator. Sapatnekar et al. (2010) menyatakan bahwa, hasil dari uji antagonistik adalah zona hambat (clear and distinct zone of inhibition) yang menunjukkan bahwa terdapat aktivitas antimikrob yang melakukan penghambatan terhadap bakteri indikator.

Pan et al. (2009) pada penelitian mengenai aktivitas antimikrob dari

Lactobacillus acidophilus NIT terhadap bakteri indikator patogen yaitu Escherichia coli CCTCC AB 206316, Salmonella typhimurium CCTCC M 90030, Clostridium histolyticum DSM 627, Bacteroides vulgatus DSM 1447, dan Clostridium difficile

DSM 1296; menggunakan metode difusi sumur untuk mengukur aktivitas antimikrob. Kekuatan aktivitas antimikrob dikategorikan pada ukuran diameter zona hambat: diameter zona hambat sama dengan diameter sumur atau zona hambat 0 mm berarti tidak ada penghambatan (-), diameter diantara 0-3 mm berarti penghambatan lemah (+), diameter diantara 3-6 mm berarti penghambatan sedang (++), dan diameter lebih besar dari 6 mm berarti aktivitas penghambatan kuat (+++).

Nilai aktivitas penghambatan plantaricin juga ditampilkan dalam Activity

Unit (AU), dimana 1 AU merupakan luas daerah hambatan persatuan volum contoh plantaricin yang diuji. Perhitungan aktivitas plantaricin dalam AU didapatkan

dengan persamaan Luas zona bening (mm2) dikurangi dengan luas sumur (mm2) lalu dibagi dengan volume contoh plantaricin yang digunakan (ml) (Usmiati et al., 2009). Aktivitas bakteriosin dalam Activity Unit dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

Activity Unit (mm2/ml) = Lz-Ls V Keterangan :

Lz = Luas zona bening (mm2) Ls = Luas sumur (mm2) V = Volume contoh (ml)

17

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan dan analisis data terdiri dari model rancangan percobaan penelitian, metode statistik, perlakuan, peubah yang diamati, dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini. Rancangan dan analisis data yang digunakan penelitian ini meliputi produksi plantaricin, ketahanan plantaricin terhadap pH asam, dan uji antagonistik plantaricin terhadap kelima bakteri indikator.

Produksi Plantaricin

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan ulangan sebanyak tiga kali. Faktor perlakuan adalah galur Lactobacillus

plantarum, dengan empat taraf perlakuan (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12). Analisis data

dilakukan secara deskriptif. Peubah yang diamati adalah nilai pH supernatan bebas

sel dan konsentrasi protein plantaricin hasil proses purifikasi. Model statistik rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan berdasar pada Steel dan Torrie (1995) adalah:

Yij = µ + Pi + €ij

keterangan:

Yij = nilai respon akibat pengaruh perlakuan pada taraf ke-i (i = perlakuan empat jenis isolat L. plantarum yang berbeda) pada ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

Pi = pengaruh perlakuan galur L. plantarum pada taraf ke- i (galur 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12).

ij = pengaruh galat percobaan ke- i dan pada ulangan ke- j (1,2,3).

Ketahanan Plantaricin Terhadap pH Asam

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan ulangan sebanyak tiga kali. Faktor perlakuan adalah galur Lactobacillus

plantarum, dengan empat taraf perlakuan (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12). Analisis data

dilakukan secara deskriptif. Peubah yang diamati adalah konsentrasi protein

plantaricin hasil perlakuan pH asam (pH 4, 5, dan 6). Model statistik rancangan acak

lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan berdasar pada Steel dan Torrie (1995) adalah:

18 Yij = µ + Pi + €ij

keterangan:

Yij = nilai respon akibat pengaruh perlakuan pada taraf ke-i (i = perlakuan empat jenis isolat L. plantarum yang berbeda) pada ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

Pi = pengaruh perlakuan galur L. plantarum pada taraf ke- i (galur 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12).

ij = pengaruh galat percobaan ke- i dan pada ulangan ke- j (1,2,3).

Uji Antagonistik Plantaricin Terhadap Bakteri Indikator

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan ulangan sebanyak tiga kali, faktor perlakuan A terdiri dari empat taraf (L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12) dan faktor perlakuan B terdiri dari 3 taraf (pH 4, 5, dan 6). Peubah yang diamati adalah nilai diameter zona hambat hasil uji antagonistik plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap bakteri indikator. Model statistika yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3 dengan tiga kali ulangan berdasar pada Steel dan Torrie (1995) adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj+ (AB)ij + €ijk

keterangan:

Yijk = nilai respon (diameter zona hambat) pada ulangan ke-k dari kombinasi perlakuan pada taraf ke-i (i = perlakuan empat galur L. plantarum yang berbeda) dan taraf perlakuan ke-j (j= perlakuan pH asam)

µ = nilai tengah umum.

Ai = pengaruh perlakuan A yaitu penggunaan L. plantarum pada taraf ke- i (galur 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12).

Bj = pengaruh perlakuan B yaitu perlakuan pH asam pada taraf ke- j (pH 4, 5, dan 6).

ABij = pengaruh interaksi faktor perlakuan A pada taraf ke- i dengan faktor perlakuan B pada taraf ke- j

ijk = pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor perlakuan A taraf ke- i dan faktor perlakuan B taraf ke- j pada ulangan ke- k (1,2,3).

19 Data diameter zona hambat diuji asumsi, apabila hasil yang didapatkan memenuhi uji asumsi maka data dianalisis dengan analisis ragam. Bila hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

Dokumen terkait