• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIMBAH TAUGE PADA PENGGEMUKKAN DOMBA LOKAL JANTAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan laboratorium Ternak Ruminansia Kecil kandang B serta analisis pakan dan feses dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Oktober 2011.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 16 ekor terdiri atas, 8 ekor domba Garut dan 8 ekor domba Jonggol UP3 dengan umur 9 bulan rataan bobot badan awal 14,93±1,38 kg. Ternak dikandangkan secara individu pada kandang berukuran 1,5 x 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.

Gambar 4. Posisi Ternak dalam Kandang Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)

Pakan

Ternak diberi ransum yang dibuat dalam bentuk pellet ukuran 3 mm dengan rasio hijauan dan konsentrat 30:70. Hijauan sumber serat dan protein yang digunakan adalah Indigofera zollingeriana dan limbah tauge yang masing-masing diberikan

sebanyak 30%. Konsentrat terdiri atas onggok, jagung kuning, bungkil kedelai, bungkil kelapa, molasses, CaCO3, NaCl, dan

premix.

Gambar 5. Pellet Indigofera zollingeriana (kiri) dan Pellet limbah tauge (kanan) Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)

Prosedur

Persiapan

Sebelum diberi perlakuan, ternak percobaan melalui tahap penyesuaian terhadap perubahan pakan (preliminary) selama 1 minggu. Tahap ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh pakan yang diberikan sebelum perlakuan terhadap parameter yang diamati. Persiapan pemeliharaan meliputi sanitasi kandang, penyekatan tempat pakan kandang, persiapan pakan, serta higienitas ternak yang digunakan.

Pembuatan Pellet

Pellet yang digunakan dalam penelitian dibuat di pabrik pakan PT. Indofeed. Tahapan proses pembuatan pellet yaitu pertama bahan-bahan digiling hingga didapatkan bentuk tepung, kemudian dicampur hingga homogen. Bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pelleter hingga didapatkan pellet, kemudian didinginkan dengan cara diangin-anginkan atau dimasukkan ke dalam cooler (pendingin) sebelum pellet tersebut dikemas ke dalam karung.

Pemeliharaan

Ternak dipelihara dalam kandang individu selama tiga bulan. Ternak tersebut diberikan dua perlakuan yaitu R1 (ransum mengandung 30% Indigofera zollingeriana) dan R2 (ransum mengandung 30% limbah tauge). Ransum dan air

minum diberikan secara ad libitum, tapi terukur. Konsumsi pakan dan sisa pakan ditimbang setiap hari. Penimbangan bobot badan ternak dilakukan setiap dua minggu sekali.

Koleksi Sampel Feses dan Urin

Koleksi feses dan urin dilaksanakan pada minggu akhir pemeliharaan. Feses dan urin dikoleksi setiap hari selama 7 hari menggunakan alat bantu penampung feses dan urin. Feses ditimbang untuk mengetahui berat total basah dan volume produk, kemudian diambil sampel sebesar 10% dari total feses yang terkumpul, kemudian dimasukkan oven 60°C untuk dianalisis bahan kering udara kemudian dikomposit untuk dianalisis kandungan bahan kering dan protein kasar.

Pengambilan sampel urin dilakukan yaitu dengan menggunakan alat sedemikian sehingga koleksi urin dan feses terpisah. Tempat penampungan urin disiapkan sebelumnya dan diisi dengan H2SO4 10% sekitar 10 ml. Diukur total

volume urin harian, kemudian disaring dengan glass wool untuk diambil sampel kira- kira 10 ml. Sampel yang diperoleh diberi label kode ternak, periode, hari, tanggal, dan bulan koleksi kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk dianalisis kandungan nitrogennya.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini digunakan rancangan Rancangan Acak Lengkap pola factorial 2x2 dengan faktor pertama adalah jenis ransum (Indigoferazollingeriana dan limbah tauge), faktor kedua yaitu bangsa domba (lokal UP3 Jonggol dan lokal Garut). Materi penelitian diberi perlakuan secara acak berdasarkan jenis ransum dan posisi di dalam kandang. Ulangan dilakukan sebanyak empat kali. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛijk Keterangan:

Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan

ke-k

µ : nilai tengah

Ai : pengaruh perlakuan jenis ransum (berbasis Indigofera sp. dan limbah

Bj : pengaruh perlakuan bangsa domba (UP3 Jonggol dan Garut) ke-i

(AB)ij : interaksi antara bangsa dan jenis ransum

ɛijk : pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut kontras orthogonal untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.

Perlakuan

Ternak dalam penelitian diberi dua perlakuan ransum. Komposisi bahan makanan dan kandungan nutrien ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi Bahan Ransum Penelitian Bahan Pakan Perlakuan R1 (%) R2 (%) Indigofera sp. 30 0 Limbah Tauge 0 30 Onggok 12 10 Jagung 10 10 Bungkil kelapa 32 32 Bungkil kedelai molases CaCO3 8 5 2,5 10 5 2,5 NaCl Premix 0,3 0,2 0,3 0,2 Jumlah 100 100

Keterangan : R1 = ransum mengandung 30% Indigofera; R2 = ransum mengandung 30% Limbah Tauge

Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Bahan Pakan Perlakuan R11 (%) R21 (%) Bahan Kering 100 100 Abu 9,43 7,43 Protein Kasar 20,76 19,01 Serat Kasar 17,62 27,96 Lemak 3,60 4,23 Ca 1,75 1,39 P 0,26 0,23 Beta-N 48,59 41,37

Keterangan : R1 = ransum mengandung 30% Indigofera; R2 = ransum mengandung 30% Limbah Tauge; 1Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

Legum Indigofera zollingeriana dan limbah tauge yang digunakan dalam ransum dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutriennya. Komposisi nutrien indigofera dan limbah tauge dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Nutrien Legum Indigofera zollingeriana dan Limbah Tauge Nutrien Indigofera zollingeriana Limbah Tauge

Bahan kering (%) 100 100 Abu (%) 12,52 3,01 Protein kasar (%) 27,88 16,40 Serat Kasar (%) 32,73 43,78 Lemak Kasar (%) 1,48 0,24 Beta-N (%) 25,39 36,58 Ca (%) 0,06 0,98 P (%) 0,58 0,47

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi Bahan Kering dan Protein

Data konsumsi ransum masing-masing diukur dengan mengurangi jumlah pemberian dengan jumlah sisa setiap hari (g/ekor/hari).

Konsumsi BK pakan (%) = konsumsi (g) x % BK ransum Konsumsi protein = konsumsi BK pakan x % PK ransum 2. Analisis Protein (AOAC, 1980)

Sebanyak 0,25 g sampel kering, ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 0,25 g Selenium mixture dan 20 ml H2SO4 pekat. Kemudian

dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan aquadest hingga 120 ml. Sampel diambil sebanyak 5 ml dan 10 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2

tetes indicator Brom Cresol Green- Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil destilat menjadi 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko.

Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus :

%N = (S-B) x 14 x N HCl x 24 x 100% w x 1000

Keterangan : S : volume titran sampel (ml); B : volume titran blanko (ml); w : bobot sampel kering (mg).

Dari hasil analisis protein tersebut diperoleh kandungan protein kasar dan protein urin dengan rumus :

Protein urin = urin yang keluar (ml) x %N urin x 6,25 Protein feses = feses yang keluar (g) x %PK feses 3. Kecernaan Protein(Campbel et al., 2003)

Pengukuran kecernaan protein kasar dihitung dengan rumus : Kecernaan Protein = kons. Protein - Protein feses x100% kons. Protein

4.

Retensi Protein(McDonald et al., 2002) Retensi protein dihitung dengan rumus :

Retensi Protein = Konsumsi PK – PK Feses – PK Urin 5. Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan domba dapat diketahui dengan penimbangan bobot hidup.

PBBH (g/hari) = BB akhir – BB awal Lama Penggemukkan 6. Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan dihitung dengan rumus :

Efisiensi Pakan = Pertambahan Bobot Badan x 100% Konsumsi Bahan Kering

7. Efisiensi Penggunaan Protein Pembentukan Protein Daging

Efisiensi pemanfaatan protein terhadap pembentukan protein daging dihitung dengan rumus :

Produksi daging (g/e/hari) = % Daging x PBBH (g/e/hari) Produksi protein daging (g/e/hari) = % Protein daging x produksi daging Efisiensi Pemanfaatan Protein = Produksi Protein Daging (g/e/hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur dan bobot badan yang seragam. Sebelum dilakukan pemeliharaan, ternak terlebih dahulu dibersihkan, dicukur, dan diberi ektoparasit agar ternak sehat dan dapat sedikit mengurangi pengaruhnya terhadap konsumsi dan performanya. Kondisi kandang ternak dengan ventilasi yang cukup besar pada setiap sisi kandang, menyebabkan sirkulasi udara yang terjadi dalam kandang cukup baik. Secara umum terlihat bahwa domba yang dipelihara cukup memperoleh kenyamanan, hal ini dapat dilihat dari kegiatan domba sehari-hari makan dan tidur.

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Harian Kandang Penelitian.

Lokasi Waktu Suhu (C) Kelembaban (%)

Dalam Kandang Pagi 24±0,80 91±2,14

Siang 32±1,26 77±7,22

Sore 31±1,80 81±8,56

Luar Kandang Pagi 26±1,10 85±1,73

Siang 36±0,45 72±3,08

Sore 34±0,90 75±3,08

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering terhadap ransum penelitian ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi bahan kering ransum (P<0,01). Tidak ada interaksi antara perlakuan pakan dan bangsa ternak. Tingkat konsumsi bahan kering pada domba yang diberi ransum mengandung limbah tauge lebih tinggi dibandingkan domba yang diberi ransum mengandung Indigofera. Konsumsi bahan kering rata-rata ternak yang mendapatkan perlakuan ransum indigofera dan limbah tauge berturut- turut adalah 667 g/e/hari dan 914 g/e/hari. Ternak mengkonsumsi pakan dalam rangka memenuhi kebutuhan zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok serta pertumbuhan. Menurut Purbowati et al. (2007), pemberian pakan bentuk pellet,

selain dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi pakan konsentrat dan pakan kasar sesuai dengan proporsi yang diberikan, juga untuk memperbaiki palatabilitas pakan. Konsumsi bahan kering pada domba dewasa, baik untuk domba UP3J maupun domba garut menunjukkan jumlah yang optimum yaitu berkisar antar 3%- 4% dari BB. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik, makanan yang diberikan, dan lingkungan (Parakkasi, 1999).

Berdasarkan NRC (1985) domba dengan bobot hidup 10-20 kg haruslah mengkonsumsi bahan kering sebesar 500-1000 g/e/h atau 4%-5% dari bobot badan. Dilihat berdasarkan kebutuhannya, konsumsi bahan kering ransum penelitian ini sudah cukup memenuhi kebutuhan ternak.

Tabel 5. Konsumsi Ransum Perlakuan

Parameter Bangsa Rata-rata

Domba UP3J Domba Garut Konsumsi Bahan Kering

(g/e/hari) R1 690±60 643±111 667±86b R2 861±200 967±153 914±175a Rata-rata 775±164 805±213 Konsumsi Protein (g/e/hari) R1 143±13 134±23 138±18b R2 164±38 184±29 174±33a Rata-rata 153±28 159±36

Keterangan : R1 = ransum mengandung 30% Indigofera; R2 = ransum mengandung 30% limbah tauge; Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,01).

Parakkasi (1999) menyatakan, bahwa faktor pakan yang mempengaruhi konsumsi bahan kering untuk ruminansia antara lain sifat fisik dan komposisi kimia pakan. Pakan komplit pada penelitian ini dibuat pellet, semua bahan pakan melalui proses penggilingan, sehingga sifat fisik pakan hampir sama. Nilai konsumsi bahan kering pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan pada penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsumsi bahan kering pada domba ekor tipis jantan

yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 611-651 g/e/hari. Mathius et al. (2002) menyatakan tingkat konsumsi bahan kering sangat mempengaruhi kecukupan pasokan nutrien (khususnya protein dan energi).

Konsumsi Protein Kasar

Konsumsi protein kasar terhadap ransum dapat ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi protein ransum (P<0,01). Tidak ada interaksi antara perlakuan pakan dan bangsa. Rataan konsumsi protein domba yang mengkonsumsi ransum yang mengandung Indigofera dan limbah tauge berturut-turut adalah 138 g/e/hari dan 174 g/e/hari. Nilai konsumsi protein kasar pada pakan yang mengandung limbah tauge lebih tinggi dibandingkan pakan yang mengandung indigofera. Proses pemanfaatan protein salah satunya dipengaruhi oleh jumlah protein yang dikonsumsi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi protein kasar adalah konsumsi bahan kering dan kandungan protein kasar dalam ransum (Rianto et al., 2007). Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh umur, masa pertumbuhan, status fisiologis, ukuran dewasa/masak, kondisi tubuh serta rasio energi protein (Parakkasi, 1999). Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi bahan kering yang tinggi dapat meningkatkan konsumsi protein kasar ransum. Berdasarkan NRC (1985), domba dengan bobot hidup 10-20 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sekitar 127-167 g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan protein ternak sudah dapat terpenuhi oleh ransum penelitian.

Protein dalam tubuh salah satunya berfungsi untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan baru (Anggorodi, 1994). Ternak mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi, kelebihan protein pakan akan disimpan dalam bentuk glikogen kemudian dimanfaatkan untuk penggemukkan. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsumsi total protein kasar pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 84,78-91,17 g/e/hari, dan hasil ini juga masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Puastuti et al. (2006) yang melaporkan bahwa konsumsi total protein kasar pada domba jantan yang

diberi ransum komplit dengan sumber protein yang berbeda yaitu berkisar antara 119,51-132,82 g/e/hari.

Kecernaan Protein Kasar

Nitrogen yang keluar melalui feses berasal dari protein pakan yang tidak tercerna, yang disebut dengan nitrogen endogenous terdiri dari enzim-enzim pencerna dan cairan lainnya yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein pada feses, serta tidak ada interaksi antara kedua perlakuan (P>0,05). Nilai rataan protein feses pada domba UP3 Jonggol yang diberi ransum Indigofera yaitu 43±17 g/e/hari, sedangkan pada domba Garut yaitu 33±14 g/e/hari. Nilai rataan protein feses pada domba UP3 Jonggol yang diberi ransum limbah tauge yaitu 46±15 g/e/hari, sedangkan pada domba Garut yaitu 53±18 g/e/hari. Protein yang keluar melalui feses pada ternak yang mengkonsumsi ransum Indigofera lebih rendah dibandingkan ransum limbah tauge. Hal ini diduga karena kandungan serat kasar yang tinggi pada ransum limbah tauge yang dapat meningkatkan laju digesta dalam saluran pencernaan tinggi sehingga protein yang dapat tercerna rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran nitrogen melalui feses yaitu bobot badan, konsumsi bahan kering, kandungan serat kasar serta kandungan energi dan protein ransum (Yan et al., 2007). Nilai protein feses pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa protein kasar feses pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 28,32-30,59 g/e/hari, dan hasil ini juga masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Puastuti et al. (2006) yang melaporkan bahwa protein kasar feses domba jantan yang diberi ransum komplit dengan sumber protein yang berbeda yaitu berkisar antara 24,56-31 g/e/hari.

Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa kecernaan merupakan persentase pakan yang dapat dicerna dalam sistem pencernaan yang kemudian dapat diserap tubuh dan sebaliknya yang tidak terserap dibuang melalui feses. Hasil perhitungan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan protein ransum, serta tidak ada interaksi antara kedua perlakuan (P>0,05). Nilai kecernaan protein ternak terhadap ransum dapat terlihat

pada Tabel 6. Kecernaan protein hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa kecernaan protein pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 64,30%-67,03%, namun masih lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Puastuti et al. (2006) yang melaporkan bahwa kecernaan protein domba jantan yang diberi ransum komplit dengan sumber protein yang berbeda yaitu sekitar 74,73%-80,63%. Kecernaan protein bahan makanan tergantung pada kandungan protein ransum, bahan makanan yang rendah kandungan proteinnya mempunyai kecernaan protein yang rendah, begitu pula sebaliknya (Anggorodi, 1994).

Retensi Protein

Retensi protein merupakan penimbunan protein yang diperoleh dari protein pakan yang dikonsumsi ternak dikurangi dengan protein yang dikeluarkan melalui feses dan urin (Rianto et al., 2007). Nitrogen yang keluar melalui urin antara lain berupa keratin, ammonia, asam amino, urea dan allantoin. Nitrogen yang keluar melalui urin merupakan sisa hasil proses metabolisme jaringan tubuh yang disebut endogenous urinary nitrogen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein pada urin dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan (P<0,01). Nilai rataan protein urin pada domba UP3 Jonggol yang diberi ransum Indigofera yaitu 31±4 g/e/hari, sedangkan pada domba Garut yaitu 23±4 g/e/hari. Nilai rataan protein urin pada domba UP3 Jonggol yang diberi ransum limbah tauge yaitu 26±4 g/e/hari, sedangkan pada domba Garut yaitu 25±4 g/e/hari. Nilai rataan protein urin ternak yang mengkonsumsi ransum Indigofera yaitu 28 g/e/hari dan limbah tauge yaitu 24 g/e/hari. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa total protein kasar urin pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 25,59-30,90 g/e/hari.

Tabel 6. Neraca Protein Ransum Perlakuan Parameter

Bangsa Rata-rata

Domba UP3J Domba Garut Protein Feses (g/e/hari)

R1 42±17 33±14 38±15 R2 46±15 53±18 49±16 Rata-rata 44±15 43±18 Kecernaan Protein (%) R1 70,34±11,16 75,94±6,02 73,14±8,82 R2 72,15±4,37 71,83±5,84 71,827±4,78 Rata-rata 71,24±7,90 73,89±5,91

Protein Urine (g/e/hari)

R1 31±4 26±3 28±4a

R2 23±4 25±4 24±4b

Rata-rata 27±3 25±3

Retensi Protein (g/e/hari)

R1 68±18 75±11 72±14b R2 95±23 107±14 101±19a Rata-rata 82±23 91±21 Retensi Protein (%) R1 48,46±9,99 56,36±3,67 52,41±8,15b R2 58,02±4,97 58,38±5,83 58,20±5,02a Rata-rata 53,24±8,91 57,37±4,63

Keterangan : R1 = ransum mengandung 30% Indigofera; R2 = ransum mengandung 30% limbah tauge; Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,01).

Retensi protein merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kualitas protein. Hasil analisis ragam terhadap neraca protein dapat dilihat pada Tabel 6. Perbedaan perlakuan pakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap retensi protein, serta tidak ada interaksi antara perlakuan pakan dan bangsa ternak (P<0,01). Nilai rataan retensi protein ternak yang mengkonsumsi ransum Indigofera yaitu 72 g/e/hari atau sekitar 52,41% dari total konsumsi protein dan ransum limbah tauge yaitu 101 g/e/hari atau sekitar 58,20% dari total konsumsi protein. Nilai rataan retensi protein yang diberi ransum limbah tauge lebih tinggi dibandingkan ternak yang mendapatkan ransum indigofera. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi perbedaan tingkat konsumsi protein kasar pada kedua ransum tersebut, selain itu juga dapat diduga karena protein kasar dalam ransum Indigofera termasuk ke dalam protein yang mudah terdegradasi dalam rumen dan rendahnya kandungan serat pada ransum sehingga kelebihan N dalam tubuh tidak dapat berikatan dengan kerangka karbon kemudian masuk ke ginjal dan terbuang banyak melalui urin. Konsumsi protein kasar ternak terhadap ransum berbasis limbah tauge lebih tinggi hal ini dapat meningkatkan protein yang teretensi di dalam tubuh, sesuai dengan pernyataan Khoerunnisa (2006) bahwa semakin meningkatnya konsumsi protein kasar pada ternak, maka semakin meningkat pula protein yang tertinggal di dalam tubuh ternak tersebut.

Hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Rianto et al. (2007) yang melaporkan bahwa protein kasar terdeposisi pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dengan metode penyajian berbeda yaitu berkisar 26,89-30,42 g/e/hari atau 31,17%-35,50% dari total konsumsi protein. Hasil ini juga masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Puastuti et al. (2006) yang melaporkan bahwa retensi protein domba jantan yang diberi ransum komplit dengan sumber protein berbeda yaitu berkisar antara 57,06-65,81 g/e/hari atau sekitar 46,56%-51,84% dari total konsumsi protein. Meningkatnya konsumsi nitrogen tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan terutama jika energi di dalam ransum rendah (Parakkasi, 1999). Nilai retensi protein pada penelitian ini positif, hal ini berarti bahwa ternak memanfaatkan protein yang terentensi untuk meningkatkan bobot badan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Ternak yang mengkonsumsi ransum indigofera mempunyai rataan nilai pertambahan bobot badan harian yang lebih rendah dibandingkan ternak yang mengkonsumsi ransum limbah tauge. Namun dari hasil tersebut, kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot badan harian serta tidak terdapat interaksi antara perlakuan pakan dan bangsa ternak (P>0,05). Pertambahan bobot badan menyatakan kemampuan ternak untuk mengubah zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Ransum yang memiliki tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukkan. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Efisiensi Ransum Perlakuan Parameter

Bangsa

Rata-rata

Domba UP3J Domba Garut PBBH (g/e/hari) R1 137±11 99±38 118±33 R2 128±23 152±23 140±25 Rata-rata 132±17 126±41 Efisiensi Pakan (%) R1 19,96±2,34 15,21±4,73 17,59±4,29 R2 15,29±3,86 16,09±3,70 15,69±3,53 Rata-rata 17,63±3,87 15,65±3,96 16,64±3,92 Efisiensi Penggunaan Protein Pembentukan Protein Daging (%) R1 5,78±0,22 4,47±1,40 5,18±1,12 R2 4,01±0,22 5,24±1,79 4,63±1,33 Rata-rata 4,90±0,99 4,90±1,48 4,90±1,20

Keterangan : R1 = ransum mengandung 30% Indigofera zollingeriana; R2 = ransum mengandung 30% limbah tauge

Rataan PBBH pada domba UP3J yang mengkonsumsi ransum Indigofera yaitu 137±11 g/e/hari, domba Garut yaitu 128±23 g/e/hari. Rataan PBBH pada domba UP3J yang mengkonsumsi ransum limbah tauge yaitu 99±38 g/e/hari, domba Garut yaitu 153±23 g/e/hari. Menurut NRC (1985) pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain total protein yang diperoleh setiap hari, jenis ternak, umur, keadaan genetis, kondisi lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tatalaksana pemeliharaan. Bangsa domba tidak memberikan perngaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan, hal ini diduga karena domba mempunyai kesempatan yang sama untuk mengkonsumsi pakan dengan kualitas yang sama, pada kondisi yang sama pula. Astuti dan Sastradipraja (1999) menyatakan bahwa domba yang hanya diberi rumput saja dan dipelihara dalam kandang mempunyai pertambahan bobot badan yaitu sekitar 50 g/e/hari, sedangkan yang digembalakan dan hanya diberi rumput saja mempunyai pertambahan bobot badan rata-rata yaitu sekitar 45,83 g/e/hari. Hasil penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Wandito (2011) yang melaporkan rataan pertambahan bobot badan harian domba ekor gemuk jantan yang diberi pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda yaitu berkisar antara 96,30-145,83 g/e/hari, dengan rataan umumnya adalah 114,97±41,32 g/e/hari.

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan merupakan rasio antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kedua perlakuan ataupun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi pakan (P>0,05), rataan efisiensi domba yaitu sekitar 16,64±3,92. Hasil ini dapat ditunjukkan oleh Tabel 7. Efisiensi pakan merupakan rasio antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Efisiensi terhadap penggunaan pakan dapat dilihat dari

Dokumen terkait