• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2011. Waktu penelitian dibagi menjadi enam periode, masing-masing periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian dilaksanakan di Kandang Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Kampus IPB Dramaga.

Materi Penelitian Ternak dan Pakan

Ternak yang digunakan yaitu bangsa sapi Peranakan Fries Holland (PFH) sebanyak enam ekor. Bobot badan pada awal penelitian berkisar antara 170-276 kg, dengan nilai rataan sebesar 190±40 kg. Pemandian sapi dilakukan siang hari pada akhir setiap periode perlakuan. Pakan yang digunakan terdiri atas hijauan dan konsentrat racikan dengan rasio 60:40. Sebagian besar jenis hijauan yang digunakan adalah rumput gajah. Waktu pemberian pakan terdiri atas dua jenis waktu, yaitu pemberian pakan pada pukul 05.00 dan 18.00 (P1) dan pukul 08.00 dan 16.00 (P2). Konsentrat terdiri dari tiga jenis, yaitu konsentrat dengan TDN 70 % (R1), TDN 75 % (R2) dan TDN 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5 % (R3). Pemberian berupa bahan kering pakan sebanyak 2.5 % dari bobot badan hidup dengan perhitungan kebutuhan gizi pakan mengacu pada petunjuk NRC

(2001). Jumlah pakan yang diberikan pada ternak setiap periode dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian dilakukan selama enam periode dengan enam perlakuan, mengenai perlakuan merupakan kombinasi dari perlakuan waktu pemberian pakan dan perlakuan jenis konsentrat. Terdapat enam kombinasi antara waktu pemberian pakan dengan jenis konsentrat, yaitu

R1P1 (A): Perlakuan pemberian konsenrat TDN 70 % dengan waktu pemberian pagi pukul 05.00 dan sore pukul 18.00

R2P1 (B): Perlakuan pemberian konsenrat TDN 75 % dengan waktu pemberian pagi pukul 05.00 dan sore pukul 18.00

R3P1 (C): Perlakuan pemberian konsenrat TDN 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5% dengan waktu pemberian pagi pukul 05.00 dan sore pukul 18.00

R1P2 (D): Perlakuan pemberian konsentrat TDN 70 % dengan waktu pemberian pagi pukul 08.00 dan sore pukul 16.00

R2P2 (E): Perlakuan pemberian konsenrat TDN 75 % dengan waktu pemberian pagi pukul 08.00 dan sore pukul 16.00

R3P2 (F): Perlakuan pemberian konsenrat TDN 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5% dengan waktu pemberian pagi pukul 08.00 dan sore pukul 16.00

Tabel 14 Komposisi dan kandungan konsentrat penelitian (% asfeed)

Bahan Pakan R1 R2 R3 Dedak 33.77 13.82 32.03 Jagung 8.98 15.46 7.08 Polard 29.37 14.56 26.78 Onggok 18.26 26.92 10.41 B Kelapa 2.93 14.55 10.44 B Kedelai 4.92 13.05 7.97 Kapur 1.75 1.64 1.77 M Kelapa 0 0 3.51 Kandungan : BK (%) 87 86 88 PK 14.26 16.23 16.08 TDN (%) 70.93 75.09 75.79 SK 10.89 9.4 10.77 Ca 0.96 0.96 0.95 P 0.98 0.66 0.96

Ket: Formulasi menggunakan software WinFeed 2.8 Kandang dan Peralatan

Kandang sapi dara PFH yang digunakan berbentuk monitor dengan setiap individu sapi menempati tiap petak kandang dengan ukuran 1 x 1,8 m dan tinggi kandang 4 m, serta atap memakai asbes. Peralatan penelitian yang digunakan meliputi termometer bola kering dan bola basah (Dry-wet, Shanghai), anemomer

(TAYLOR-Roschest, New York), lux meter (EXTEC, Cina), termometer rektal (SAFETY, Japan), termometer pengukur suhu permukaan kulit digital (Anritsu HI-2000), stetoskop (STETOSCOPE, Japan), pita ukur (Rondo), timbangan kapasitas 100 kilogram untuk pakan hijauan, dan timbangan digital kapasitas 5 kg untuk konsentrat.

Parameter Penelitian

Parameter diamati terdiri atas faktor iklim mikro dan respon fisiologis ternak yang berada dalam kandang. Faktor iklim mikro diukur meliputi suhu udara (Ta), kelembaban udara (Rh), Temperatur Humidity Index (THI), kecepatan angin (Va), dan radiasi matahari (Rad). Respon fisiologis sapi dara PFH yang diukur meliputi suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), suhu tubuh (Tb), frekuensi pernafasan (Rr), dan denyut jantung (Hr).

Pengukuran iklim mikro, respon fisiologis, konsumsi pakan, kecepatan konsumsi pakan, dan kecepatan mengunyah dilakukan pada pengamatan hari ke-4, 8, 12 dan ke-14 setiap periode. Pengukuran iklim mikro dan respon fisiologis dilakukan setiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00. Pengukuran konsumsi pakan diukur setiap hari pada pukul 09.00. Pengukuran kecepatan konsumsi pakan dilakukan saat pemberian pakan pagi dan sore. Kecepatan mengunyah diukur beberapa saat setelah ternak mengkonsumsi pakan pagi (siang hari). Pertambahan bobot badan (PBB) diukur pada setiap awal dan akhir periode perlakuan.

Metode Pengukuran Parameter

1. Pengukuran suhu dan kelembaban udara di dalam kandang menggunakan termometer bola basah dan bola kering.

2. Indeks suhu kelembaban (THI) dihitung menggunakan rumus Hahn (1985), yaitu : THI = DBT + 0.36WBT + 41.2, DBT = suhu bola kering (0C) dan WBT = suhu bola basah (0C).

3. Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer digital yang diletakan di sisi tempat ventilasi dalam kandang. Kecepatan angin diukur selama 3 menit kemudian dibaca kecepatan rata-rata per detiknya dengan satuan yaitu m/detik.

4. Radiasi matahari diukur menggunakan lux meter dengan satuan pengukurannya lux.

5. Suhu rektal (Tr) diukur dengan memasukkan termometer klinis ke dalam rektal sedalam ± 10 cm selama 1.5 menit.

6. Suhu permukaan kulit (Ts), diukur dengan termometer pengukur suhu kulit digital di empat titik lokasi pengukuran yaitu punggung(A), dada (B), tungkai atas (C), dan tungkai bawah (D). Rataan suhu permukaaan kulit dihitung berdasarkan rumus McLean et al. (1983); Ts = 0.25 (A + B) + 0.32 C + 0.18 D.

7. Suhu tubuh (Tb), dihitung dari suhu permukaan kulit (Ts) dan menjumlahkan dengan suhu rektal (Tr) menurut McLean et al. (1983). Suhu tubuh (Tb) dihitung dengan rumus : Tb = 0.86 Tr + 0.14 Ts.

8. Denyut jantung diukur dengan menempelkan stetoskop (STETOSCOPE, Japan) di dekat tulang axilla sebelah kiri (dada sebelah kiri) selama dua puluh detik, kemudian dikonversikan menjadi denyut jantung per menit.

9. Frekuensi respirasi diukur setelah pengukuran denyut jantung dengan cara menempelkan stetoskop di dada untuk menghitung inspirasi dan ekspirasi pernafasan selama dua puluh detik, kemudian dikonversikan menjadi frekuensi respirasi permenit.

10. Konsumsi pakan dihitung dengan menimbang sisa pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan setiap hari.

11. Kecepatan konsumsi pakan dihitung dengan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengkonsumsi pakan, selanjutnya dikonversi menjadi gram per menit.

12. Kecepatan mengunyah dihitung beberapa jam setelah ternak mengkonsumsi pakan pagi (pada siang hari). Penghitungan dilakukan selama satu menit dengan satuan penghitungan adalah jumlah mengunyah per menit.

13. Pertambahan bobot badan (PBB) diukur setiap periode perlakuan dengan cara mengurangkan bobot badan pada akhir tiap periode dengan bobot badan awal setiap periode yang sama.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 6 x 6. Faktor-faktor yang ada pada rancangan BSL yaitu perlakuan, periode, dan ternak. Susunan hasil pengacakan perlakuan pada penelitian ini dengan menggunakan metode bujur sangkar latin 6 x 6 yang tertera pada Tabel 15.

Tabel 15 Skema perlakuan penelitian dengan Rancangan Bujur Sangkar Latin Sapi Periode 1 2 3 4 5 6 1 E F D A B C 2 F A E B C D 3 A B F C D E 4 B C A D E F 5 C D B E F A 6 D E C F A B

Model matematika dalam rancangan percobaan ini dari Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + τk + €ijk Keterangan :

Yijk : respons hasil pengamatan dari perlakuan waktu pemberian pakan ke-k dalam sapi ke-i dan waktu ke-j

µ : nilai rataan umum

βj : pengaruh aditif dari kondisi ternak (efek kolom)

τk : pengaruh aditif dari urutan perlakuan

€ijk : galat percobaan pada perlakuan ke-k dalam sapi ke-i dan periode ke-j

Analisis Data

Data iklim mikro dan respon fisiologis ternak dianalisis untuk mendapatkan nilai rataan dan standar deviasi. Penentuan suhu kritis ternak dengan indikator respon fisiologis pada manajemen pakan disimulasikan dengan menggunakan analisis Jaringan Syaraf Tiruan (ANN), mengikuti model dan persamaan- persamaannya, sehingga dapat diketahui pola hubungan antara perubahan suhu udara dan kelembaban udara terhadap respon fisiologis sapi dara PFH dengan manajemen pakan.

Jaringan Syaraf Tiruan (ANN) yang digunakan adalah metode algoritma propagasi balik. Algoritma pelatihan propagasi balik banyak dipakai pada aplikasi pengaturan karena proses pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu bila keluaran memberikan hasil yang salah, maka penimbang (weight) dikoreksi supaya galatnaya dapat diperkecil dan respon jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati nilai yang benar. Back propagation

juga berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan tersembunyi (hidden layer).

Algoritma propagasi balik dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapisan bungan antar btersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit lapisan keluaran. Unit-unit lapisan keluaran memberikan tanggapan yang disebut keluaran jaringan. Pada saat keluaran jaringan tidak sama dengan keluaran yang diharapkan maka keluaran akan menyebarkan mundur (backward ) bagi lapisan tersembunyi yang diteruskan ke unit pada lapisan masukan. Berdasarkan hal tersebut, maka mekanisme pelatihan dinamakan propagasi balik (back propagation). Tahap pelatihan tersebut merupakan langkah suatu jaringan syaraf berlatih, yaitu dengan cara melakukan perubahan penimbang sambungan antar lapisan yang membentuk jaringan melalui masing-masing unitnya. Bagi pemecahan masalah baru akan dilakukan bila proses pelatihan tersebut selesai, fase tersebut adalah fase mapping atau proses pengujian (testing).

Pemodelan Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan)

Pemodelan dimulai dengan membangun model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk mendapatkan nilai respon fisiologis pada ternak berdasarkan kondisi iklim mikronya dengan menggunakan metode propagasi balik. Arsitektur jaringan syaraf terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan masukan (input layer) terdiri atas variabel masukan tiga unit sel syaraf, lapisan tersembunyi (hidden layer) terdiri atas enam unit sel syaraf, dan lapisan keluaran terdiri atas dua sel syaraf. Struktur ANN metode propagasi balik yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 16.

Tabel 16 Struktur ANN (Artificial Neural Network) metode propagasi balik (back propagation) yang digunakan dalam penelitian

Lapisan masukan (input layer) Lapisan tersembunyi (hidden layer) Lapisan keluaran (output layer)

3 unit 6 neuron 2 unit

x0: bias h0: bias y1: suhu rektal dan

frekuensi respirasi x1: suhu udara (Ta) h1, h2, h3, h4 y2: suhu kulit dan

denyut jantung x2: kelembaban udara (Rh)

Setiap penghubung antar lapisan digunakan pembobot. Bobot sebagai jembatan yang menghubungkan input layer ke setiap neuron pada hidden layer

adalah wij: bobot yang menghubungkan unit input layer ke-I ke neuron ke-j pada

hidden layer. Penghubung setiap neuron pada hidden layer ke output layer adalah vjk: bobot yang menghubungkan neuron ke-ja pada hidden layer menuju ke-k pada ouput layer. Skema arsitektur ANN untuk respon fisiologis yang terdiri atas suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), frekuensi respirasi (Rr), dan denyut jantung sapi dara peranakan Fries Holland pada suhu dan kelembaban udara yang berbeda sebagai penentu suhu kritis tertera pada Gambar 11.

Wij Vjk

Input layer Output layer

Hidden layer

Gambar 11 Skema arsitektur ANN metode propagasi balik pemodelan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis suhu rektal (Tr), suhu kulit (Ts), frekuensi respirasi (Rr), dan denyut jantung (Hr) sapi dara peranakan FH pada suhu dan kelembaban udara berbeda.

X1 X0 = 1 X2 h0=1 h1 h2 h3 h4 h5 Y1 Y2

Keterangan: x: masukan / input (x1 dan x2), x0: bias pada masukan /input, Wij: Bobot pada lapisan tersembunyi, Vjk : Bobot pada keluaran, h; jumlah unit pengolah pada lapisan tersembuunyi (h1…..h5), h0; bias pada lapisan tersembunyi, y; keluaran hasil

Aktivasi Jaringan Artificial Neural Network

Algoritman back propagation membagi proses belajar ANN menjadi empat tahapan utama dilakukan secara iterative sehingga jaringan menghasilkan perilaku yang diinginkan. Tahapan-tahapan aktivasi jaringan tersebut adalah sebagai berikut: Tahapan pertama berupa inisialisasi yaitu dilakukan pengkodean data input (xi)dan target tkmenjadi nilai dengan kisaran (0…1), kemudian memberikan nilai pada wij dan vjk secara random dengan kisaran (-1 sampai 1). Tahapan kedua berupa perambatan maju (feed forwards step) yaitu melakukan training pada xi dan tk kemudian menghitung besarnya hj dan yp.

1 1 hj = yp=

1 + е-∑wij xi 1 + е-∑vijk hj

Selama perambatan maju, tiap unit masukan (xi) menerima sebuah masukan sinyal ini ke tiap-tiap lapisan tersembunyi hi, …,hj. Tiap unit tersembunyi ini kemudian menghitung aktivasinya dan mengirimkan sinyalnya (hj) ke tiap unit keluaran. Tiap unit keluaran (yk) menghitung aktivasinya untuk membentuk respon pada jaringan untuk memberikan pola masukan.

Tahapan ketiga berupa perambatan mundur (backward step) yaitu menentukan nilai wij dan vjk, menghitung error pada output layer, menentukan ðk, vjk, ιj dan wij

ðk = yp (1-yt)(yt-yk) vjk= vjk + βðk . hj

ιj = hj (1-hj)∑kðk . vjk wij= wij + βιj . xi

Selama pelatihan pada tiap unit keluaran membandingkan perhitungan aktivasinya yp dengan nilai targetnya yt untuk menentukan kesalahan pola tersebut

dengan unit. Berdasarkan kesalahan tersebut, faktor ðk(p=p1 dan p2) dihitung ðk digunakan untuk menyebabkan kesalahan pada unit keluaran yp kembali ke semua

unit pada lapisan sebelumnya yaitu unit-unit tersembunyi yang dihubungkan ke

yp. Cara yang sama dengan factor (h= 1, 2……5) dihitung untuk tiap tersembunyi hj. Nilai ðk digunakan untuk mengafdet bobot-bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan masukan. Setelah seluruh faktor ð ditentukan, bobot untuk semua lapisan diatur secara serentak. Pengaturan bobot vjk dari unit tersembunyi hj ke unit keluaran yp didasarkan pada faktor ðk dan aktivasi hj dari unit tersembunyi hj, didasarkan pada faktor ðj dan xi unit masukan, karena perubahan bobot ini akan terjadi secara terus menerus selama proses iterasi.

Tahapan keempat untuk menentukan error atau galat acuan dengan cara jumlah kuadrat dari selisih output yang diharapkan dengan output aktual melalui rumus sebagai berikut:

N

E = 0,5 ∑ ( Yp - Yt)2 < Ƹ

p=1 Keterangan :

Yt = vektor nilai output yang diharapkan yp = vektor nilai output actual

N = jumlah data dalam training

Ƹ = besar galat yang diharapkan

Perhitungan kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik. Kesalahan pada keluaran dari jaringan merupakan selisih antara prediksi (current output) dan keluaran target (desired output). Menghitung nilai Sum Square Error (SSE) yang merupakan hasil penjumlahan nilai kuadrat

errorneuron ke-1 dan neuron ke-2 pada lapisan output tiap data, hasil penjumlahan keseluruhan nilai SSE akan digunakan untuk menghitung nilai Root Mean Square Error (RMSE) tiap iterasi (Kusumadewi 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan Iklim Mikro Kandang Penelitian

Perubahan-perubahan pada panas lingkungan sangat tergantung dari kondisi udara lingkungan yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari, kepadatan kandang, dan juga pada karakter pelepasan panas metabolis tubuh ternak (Berman 2008). Hasil pengamatan selama penelitian berlangsung dari pukul 05.00 hinggga pukul 20.00, data yang diperoleh menunjukkan kondisi lingkungan iklim mikro kandang penelitian berupa kisaran suhu udara berkisar antara 23.08-31.83 0C, kelembaban udara antara 61.38-89.00 %, nilai THI berkisar antara 72.20-82.36, kecepatan angin antara 0-0.9 m/detik, dan radiasi matahari antara 11.25-737.88 Lux. Kondisi lingkungan iklim mikro tersebut tertera pada Tabel 17 serta Gambar 12 dan 13. Nilai suhu dan kelembaban udara tersebut, maka kondisi lingkungan ternak berpotensi memberikan cekaman fisiologis pada sapi dara peranakan Fries Holland (FH). Kisaran zona termonetral ternak berada pada suhu udara antara 13-18 0C (McDowell 1972), 5-25 0C (Jones dan Stallings 1999), suhu udara antara 13-25 0C dan kelembaban udara antara 50-60 % (McNeilly 2001). Suhu dan kelembaban lingkungan yang ideal bagi penampilan produksi sapi perah peranakan FH akan dicapai pada suhu udara 18.3 0C dan kelembaban udara 55 % (Sutardi 1981), serta penampilan produksi masih cukup baik bila suhu lingkungan meningkat sampai 21.1 0C serta suhu kritis sebesar 27 0C (Sudono et al. 2003).

Kondisi pada pagi hari (pukul 05.00-09.00) relatif sama dengan sore hari (pukul 16.00-20.00). Suhu udara pagi hari relatif sesuai untuk sapi dara FH, tetapi kelembaban udara kurang sesuai, karena berada di atas kisaran normal. Pada sore hari (pukul 16.00-20.00) terjadi cekaman diakibatkan kelembaban udara. Rataan nilai THI sore hari sebesar 76 menunjukkan terjadinya cekaman ringan. Suhu udara dan radiasi matahari pada sore hari menurun, tetapi kelembaban udara meningkat. Sementara itu, kecepatan angin pada sore hari relatif belum cukup

untuk mengurangi beban panas tubuh ternak. Kelembaban udara tersebut dapat menjadi faktor penghambat proses konveksi dan evaporasi ternak. Bohmanova (2007) menyatakan bahwa kelembaban udara merupakan faktor penghambat proses stress panas pada iklim lembab dan suhu udara kering adalah faktor pembatas stress panas pada iklim kering.

Tabel 17 Rataan suhu udara, kelembaban udara, THI, kecepatan angin, dan radiasi matahari selama Maret-Juni 2011

Pukul (WIB) Ta (oC) Rh (%) THI Va (m/detik) Rad (Lux) 5 23.08 ± 0.73 89.00 ± 3.40 72.20 ± 1.00 0 11.25 ± 28 6 23.58 ± 0.84 87.75 ± 5.90 72.83 ± 1.70 0 147.67 ± 80 7 25.19 ± 0.76 83.92 ± 5.90 74.74 ± 1.10 0 419.29 ± 171 8 27.46 ± 0.60 73.58 ± 6.30 77.34 ± 0.90 0.03 ± 0.10 577.63 ± 180 9 28.77 ± 0.50 71.88 ± 6.40 78.90 ± 0.80 0.18 ± 0.10 649.92 ± 147 10 30.23 ± 0.80 67.63 ± 6.30 80.57 ± 1.00 0.33 ± 0.20 702.83 ± 172 11 31.06 ± 1.00 65.00 ± 5.90 81.50 ± 1.20 0.42 ± 0.20 737.88 ± 135 12 31.83 ± 0.90 62.29 ± 6.10 82.36 ± 1.10 0.90 ± 0.20 730.83 ± 141 13 31.71 ± 1.30 61.38 ± 6.20 82.16 ± 1.40 0.54 ± 0.20 707.46 ± 141 14 30.56 ± 1.70 66.17 ± 7.10 80.95 ± 1.90 0.45 ± 0.30 614.96 ± 194 15 29.13 ± 1.30 71.13 ± 6.40 79.33 ± 1.60 0.33 ± 0.30 416.21 ± 165 16 27.96 ± 1.20 75.71 ± 6.40 78.02 ± 1.40 0.28 ± 0.30 232.16 ± 85 17 27.08 ± 0.90 77.88 ± 7.10 77.00 ± 1.10 0.20 ± 0.20 110.73 ± 79 18 26.40 ± 1.00 80.04 ± 7.00 76.22 ± 1.30 0.19 ± 0.30 36.54 ± 48 19 25.73 ± 1.20 83.17 ± 6.40 75.48 ± 1.70 0.16 ± 0.20 0 20 25.25 ± 0.90 85.13 ± 6.10 74.91 ± 1.40 0.12 ± 0.20 0

Pada siang hari (pukul 10.00-15.00), suhu udara, THI dan radiasi matahari meningkat hingga pukul 13.00, sebaliknya kelembaban udara menurun, tetapi kelembaban udara tersebut tetap pada nilai yang berpotensi memberikan cekaman panas pada suhu kritis ternak. Nilai rataan THI pada pukul 12.00 dan pukul 13.00 adalah yang tertinggi di lokasi penelitian yaitu sebesar 82.36 dan 82.16. Hasil nilai rataan THI tersebut mengindikasikan adanya cekaman panas, hal ini berdasarkan klasifikasi Pennington dan VanDevender (2004) nilai THI tersebut menunjukan terjadinya cekaman panas sedang pada ternak. Cekaman panas sedang ditandai dengan terjadinya pelepasan tubuh sebanyak 50 % melalui proses respirasi (Berman 2005). Usaha untuk peningkatan pemahaman efek lingkungan iklim mikro pada siang hari dengan ditandai terjadinya cekaman panas pada ternak menuntut peternak untuk memaksimalkan efek positif dan negatifnya (Coller et al. 2006). Waktu pemberian pakan dan pemberian pakan yang memiliki

heat increament relatif rendah dengan berdasarkan cekaman panas pada ternak disarankan untuk dilakukan bila siang hari ada cekaman iklim panas di daerah pengembangan sapi perah.

Kecepatan angin berfungsi mengalirkan udara yang bersuhu lebih tinggi di sekitar ternak ke tempat yang lain. Selain itu, angin dapat membantu proses konveksi dan evaporasi panas dari tubuh ternak ke lingkungan. Pada pagi menuju siang hari, kecepatan angin meningkat seiring meningkatnya suhu udara dan radiasi matahari, sehingga peningkatan kecepatan angin belum banyak berpengaruh pada penurunan cekaman panas tubuh ternak, sebaliknya sore hari semakin menurun. Rataan kecepatan angin pada siang dan sore hari di lokasi

penelitian masih relatif rendah yaitu 0,4 m/detik Pemberian kecepatan angin 1.12- 1.30 m/detik akan membantu sapi FH mengatasi cekaman panas (Lee dan Keala 2005). Perpindahan panas dengan konveksi dan evaporasi antara ternak dengan lingkungan dipengaruhi kecepatan angin sebesar 25 %. Angin dapat digunakan untuk membantu mereduksi cekaman panas pada ternak (Beede dan Colier 1986).

(a)

(b)

(c)

Gambar 12 Rataan fluktuasi lingkungan mikro; (a) Suhu udara, dan (b) Kelembaban udara dan (c) Indeks suhu kelembaban (THI) lokasi penelitian

(d)

(e)

Gambar 13 Rataan fluktuasi lingkungan mikro; (d) Kecepatan angin dan (e) Radiasi matahari lokasi penelitian

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan dan PBB

Pemberian pakan sapi perah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Pakan diberikan bagi sapi perah harus memenuhi setidaknya tiga macam kebutuhan nutrisi pakan, yaitu bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan Total Digestible Nutrient (TDN). Selama penelitian berlangsung kebutuhan nutrisi pakan bervariasi antar ternak. Variasi ini muncul dikarenakan adanya perbedaan bobot badan sapi dara yang digunakan serta periode lingkungan mikro penelitian. Faktor penting dalam penyusunan ransum dan tingkat konsumsi pakan adalah bobot badan sapi.

Tabel 18 menunjukkan rataan tingkat konsumsi bahan kering ransum serta pola perubahan pbb sapi perah dara. Konsumsi BK pakan sapi-sapi percobaan berkisar antara 7.0-7.4 kg. Besarnya konsumsi tersebut masih sesuai dengan anjuran NRC (2001) bahwa sapi-sapi dara FH dengan bobot badan antara 150kg dan 300kg dengan PBB 0.6 kg per hari dibutuhkan BK berkisar 4.9kg dan 7.4kg BK per hari. Pada kondisi cekaman panas, efesiensi penggunaan energi akan berkurang karena meningkatnya energi untuk hidup pokok dan energi untuk aktivitas termoregulasi.

Energi di dalam tubuh sapi maupun hewan lainnya berperan dalam pemasukan makanan (feed intake), karena hewan pada umumnya, aktivitas makan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi. Kekurangan energi pada hewan muda dapat memperlambat pertumbuhan dan menunda pencapaian pubertas, sedangkan kekurangan energi pada sapi laktasi dapat menurunkan produksi susu

dan bobot badan. Semakin tinggi energi ransum yang diberikan maka tingkat konsumsi lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan mikro yang tropis basah, sehingga ternak mengatur suhu tubuhnya (termoregulasi) dengan mengurangi konsumsi energi yang berlebihan bagi kondisi suhu tubuhnya.

Tabel 18 Rataan konsumsi BK ,TDN, Protein ransum dan PBB sapi perah dara selama perlakuan Perlakuan Peubah A B C D E F BK (kg) Hijauan 4.2±1.17 4.0±0.98 4.3±0,16 4.1±0.57 4.1±0.61 4.1±0.34 Konsentrat 3.2±1.17 3.3±0.98 3.0±0,84 2.9±0.96 2.9±0.84 2.9±0.88 TDN (kg) Hijauan 2.4±0.49 2.3±0.43 2.5±0,05 2.3±0.23 2.3±0.44 2.3±0.26 Konsentrat 1.8±0.64 1.9±0.58 1.9±0,55 2.0±0.68 2.0±0.56 2.0±0.68 PK (kg) Hijauan 0.33±0.06 0.34±0.08 0.36±0,01 0.34±0.01 0.34±0.06 0.35±0.07 Konsentrat 0.37±0.08 0.37±0.09 0.40±0,01 0.39±0.01 0.39±0.02 0.39±0.03 LK (kg) Hijauan 0.05±0.01 0.05±0.01 0.05±0,01 0.05±0.01 0.05±0.01 0.05±0.01 Konsentrat 0.2±0.07a 0.19±0.06ab 0.21±0,07b 0.20±0.05a 0.19±0.07ab 0.20±0.05a SK (kg) Hijauan 1.6±0.45 1.5±0.38 1.6±0,06 1.5±0.22 1.5±0.15 1.5±0.17 Konsentrat 0.4±0.14b 0.38±0.11b 0.30±0,08a 0.30±0.08a 0.32±0.07a 0.34±0.1a1 PBB (kg) 0.63±0.08ab 0.65±0.05ab 0.68±0,06b 0.63±0.08ab 0.55±0.08a 0.63±0.08ab

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

Perlakuan waktu pemberian pakan ,TDN, kadar minyak kelapa dalam konsentrat terhadap pertambahan bobot badan dapat ditunjukkan pada Tabel 18. Hasil analisis sidik ragam untuk pertambahan bobot badan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan energi ransum (P>0.05). Pertambahan bobot badan (PBB ) tidak menunjukan perbadaan yang nyata antar perlakuan energi ransum (Amir 2010). Meskipun demikian, rataan PBB dari perlakuan E dengan TDN 70% jauh lebih rendah dibanding dari perlakuan lainnya yaitu sebesar 0.55 kg per hari. Kondisi tersebut disebabkan tingkat konsumsi BK yang rendah dibanding dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan energi ransum yang tinggi menjadi tambahan panas selain suhu lingkungan, sehingga ternak mengurangi konsumsi sebagai akibat menghindari produksi panas atau berfungsinya proses termoregulasi. Sebagai tambahan, data hasil pengukuran suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), suhu tubuh (Tb), denyut jantung (Hr), dan frekuensi respirasi (Rr) yang tinggi akibat dari perlakuan E. Suhu tubuh merupakan gambaran adanya cekaman panas pada sapi sedangkan Rr merupakan manifestasi ternak untuk mempertahankan proses homeostasis di dalam tubuhnya, perlakuan E menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara ekstra untuk proses termoregulasi dalam menyeimbangkan produksi dan pengeluaran panas.

Pertambahan bobot badan lebih tinggi pada ternak yang memiliki kecenderungan lebih rendah pada respon fisiologis saat cekaman panas tubuh. Suhu berpengaruh terhadap tingkat metabolisme dan reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh termasuk reaksi metabolisme (Tobin 2005). Kamanga-Sollo et al. (2011) menyatakan pada saat tubuh ternak mengalami cekaman panas, tubuh akan menurunkan laju metabolisme dengan menekan sekresi hormon tiroksin serta

mengeluarkan heat shock proteins yang memiliki peranan penting untuk merespon stress panas dan jenis stress seluler lainnya dan dalam tingkat regulasi dan efisiensi perkembangan otot.

Peningkatan beban panas yang disebabkan kombinasi suhu udara, kelembaban relatif, angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu tubuh dan frekuensi respirasi serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu (Hahn 1999; Ominski et al. 2002; West 2003). Pada saat terjadi cekaman panas tubuh, performa kerja jantung berkurang akibat berkurangnya nutrisi pendukung denyut jantung seperti kalium. Kalium tersebut terbuang pada saat evaporasi untuk mengatasi cekaman panas tubuh.

Manajemen Waktu Pemberian dan TDN Konsentrat terhadap Respon Fisiologis Ternak

Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Rektal

Hasil pengukuran suhu rektal harian ternak masih dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara 38.5-39.2 0C. Kisaran suhu rektal normal untuk sapi perah antara 38.2-39.1 0C (Schutz et al. 2009). Pada penelitian ini, suhu rektal terendah terjadi pada pukul 05.00 (38.5 0C) dan meningkat setelah ternak mengkonsumsi pakan serta seiring meningkatnya suhu udara. Suhu rektal ternak yang diberi pakan pukul 05.00 pagi, cenderung lebih rendah saat ada peningkatan suhu udara siang hari (pukul 10.00-15.00) dibanding yang diberi pakan pukul 08.00 pagi (Gambar 14 dan 15). Hasil penelitian Wheelock et al. (2010) melaporkan bahwa suhu rektal meningkat selama cekaman panas (40.4 0C) dan dapat mengurangi konsumsi bahan kering sebanyak 30 %.

Gambar 14 Fluktuasi rataan suhu rektal ternak pada berbagai perlakuan.

Pada penelitian ini, suhu rektal tertinggi terjadi sore hari pukul 17.00 (39.2 0

C) pada ternak yang diberi pakan sore pukul 16.00 dan pada malam hari pukul

Dokumen terkait