• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIANTEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A.Kajian Teori

1. Materi Pembelajaran

a. Pengertian dan Peran Materi Pembelajaran

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi atau bahan pelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran, proses belajar-mengajar tidak akan pernah berjalan, karena itu guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan oleh peserta didik (Suryani, Nunuk& Leo Agung, 2012: 40). Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik.

Materi pelajaran memiliki peranan dan kedudukan yang strategis dalam pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara terencana dan terarah di sekolah maupun dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing subjek belajar. Dalam pembelajaran di sekolah, ada beberapa komponen atau aspek yang dapat dijadikan indikator pentingnya materi pelajaran, seperti: (1) standar kompetensi lulusan (SKL), (2) standar isi (SI), (3) kompetensi inti (KI), (4) kompetensi dasar, (5) indikator pencapaian, dan (6) tujuan pembelajaran. Artinya, pengelolaan materi pelajaran harus selalu dikaitkan dengan keenam indikator itu. Bahkan dalam praktiknya, pengelolaan materi pelajaran tidak dapat dipisahkan dengan

pendekatan, metode, dan media pembelajaran serta sistem dan alat penilaian. Dengan demikian, pengelolaan materi pelajaran bukan sekedar merumuskan isi dan prosedur belajar, melainkan dapat memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam mengembangkan minat dan potensinya, baik melalui direct learningmaupun indirect learning(Pramono, 2013: 1-2).

b. Pengelolaan Materi Pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam pembelajaran pembuatan perencanaan atau desain pembelajaran berfungsi untuk memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, karena terjadi kegiatan pembelajaran yang terencana dan efektif.

Secara operasional, pengelolaan materi pelajaran dapat dilaksanakan secara tepat apabila para guru mampu memahami ruang lingkup pengelolaannya. Penentuan ruang lingkup pengelolaan materi pelajaran tidak dapat dilakukan berdasarkan persepsi masing-masing guru, melainkan harus ditentukan berdasarkan ketentuan yang berkaitan dengan implementasi kurikulum 2013. Ada beberapa ketentuan yang harus dijadikan dasar dalam pengelolaan materi pelajaran seperti SKL, SI, KI, KD, indikator pencapaian dan tujuan pembelajaran (Pramono, 2013: 2). Dengan demikian, bahan ajar sebagai produk pengelolaan materi pelajaran dapat disusun secara rasional dan objektif. Artinya, materi pelajaran dapat disusun sesuai dengan tuntutan kurikulum, yaitu melalui pemilihan, pengembangan, pengorganisasian, penyajian dan prosedur penggunaan

atau pemanfaatannya. Pendek kata, materi yang disusun dapat disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan potensi peserta didik, sekaligus tidak terkesan padat materi. Apabila dianalisis, pengelolaan materi pelajaran merupakan kegiatan rutin yang harus dilaksanakan oleh seorang guru, terlepas dari kurikulum yang digunakan. Namun, persoalan ini semakin urgen apabila dikaitkan dengan implementasi kurikulum 2013. Menurut Pramono (2013: 5) Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan materi pelajaran, di antaranya:

1. Perubahan struktur materi pelajaran dari pengetahuan, keterampilan dan sikap menjadi sikap, pengatahuan dan keterampilan. Perubahan ini membawa implikasi, di mana pengembangan atau pembentukan sikap mejadi prioritas utama. Artinya, pengelolaan materi pelajaran harus berorientasi pada pengembangan atau pembentukan sikap dan kepribadian akan semakin mantap apabila didukung dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang mantap.

2. Tuntutan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 81A Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk mencapai kualitas sebagaimaa dirancang dalam dokumen kurikulum 2013, pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Berpusat pada peserta didik.

b. Berorientasi pada pengembangan kreativitas peserta didik. c. Terciptanya kondisi yang menyenangkan dan menantang.

d. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kenestetika, serta.

e. Penyediaan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapa berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang meyenangkan, kontekstual, efektif, efisien dan bermakna.

Di samping prinsip-prinsip di atas, pembelajaran harus berorientasi pada kondisi objek, di mana peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengontruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu, pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkontruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.

Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pengelolaan materi pelajaran. Pertama, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 81A Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan materi pelajaran, seperti prisip-prinsip pembelajaran, posisi peserta didik, pengorganisasi materi, pergeseran proses pembelajaran, dan sebagainya.

Kedua, SKL disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik. Artinya, pengelolaan materi atau pengembangan bahan ajar tidak harus didasarkan pada seluruh materi yang guru ketahui. Pendek kata, seorang guru harus dapat memilah dan memilih materi yang tepat dan relevan dengan kebutuhan peserta didik. Di samping itu, pengelolaan materi pelajaran tidak boleh mengabaikan masalah metode, media, dan alat evaluasi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran.

Ketiga, SI merupakan dasar dalam menentukan isi mata pelajara sehingga SI dapat berfungsi sebagai parameter dalam mengukur efektifitas pengelolaan materi pelajaran. Mengingat SI dirumuskan berdasarkan SKL, maka muatan isi materi yang diatur dalam SI pada dasarnya merupakan pilihan materi yang releven dengan SKL.

Keempat, KI merupakan penjabaran lebih rinci dari SI. Oleh karena itu, KI dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengelolaan materi pelajaran atau pengembangan bahan ajar. Bahkan, dengan memperhatikan KI yang dirumuskan, maka pengelolaan materi pelajaran atau bahan ajar dapat dilaksanakan secara terarah sehingga akan lebih fokus dalam mencapai SKL.

Kelima, KD sebagai rincian dari masing-masing KI dapat dijadikan dasar dan tolak ukur efektifitas pengelolaan materi pelajaran atau pengembangan bahan ajar. Lebih-lebih, apabila dikaitkan dengan indikator capaian, maka penyusunan KD dan indikator capaian yang tepat dalam membantu dan mempermudah para guru dalam pengelolaan materi pelajaran atau pengembangan bahan ajar. Dengan demikian, KI dan KD maupun indikator capaian merupakan alat ukur efektifitas pengelolaan materi pelajaran atau pengembangan bahan ajar.

Keenam, tujuan pembelajaran merupakan pedoman pemgelolaan materi pelajaran dan arah pengembangan bahan ajar yang paling realistis. Di samping keenam aspek di atas, pengelolaan materi pelajaran harus mempertimbangkan pendekatan pemilihan metode, media dan penilaian pembelajaran juga harus dipertimbangkan. Materi pelajaran yang disusun secara tepat akan menjadi sia-sia apabila tidak dapat diimplementasikan dalam pembelajaran karena tidak relevan

dengan pendekatan yang digunakan. Sehingga, kondisi tersebut akan berdampak pada pelaksanaan penilaian autentik yang tidak tepat.

Gambar 2.1. Diagram Alur Pengelolaan Materi Pelajaran (Pramono, 2013: 8) 2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan menurut John Dewey dalam (Muslich, 2013 : 67) adalah

“Proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional

kearah alam dan sesama manusia”. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi

muda sebagai penerus bangsa dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan cara mewariskan segala pengalaman,

Kebutuhan Peserta Didik Permendikbud No. 81A Tahun 2013 Standar Kompetensi Lulusan

Kompetensi Inti Pendekatan Pembelajaran Kompetensi Dasar Metode Pembelajaran

Indikator Capaian Pembelajaran

efektif Media Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Penilaian Autentik Pengembangan Materi Ajar

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan memberikan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia/bangsa Indonesia. Fungsi pendidikan nasional yaitu: pertama,“mengembangkan kemampuan” dapat dipahami bahwa pendidikan

nasional menganut aliran konstruktivisme, yang mempercayai bahwa peserta didik adalah manusia yang potensial dan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan untuk mengembangkan potensinya.

Fungsi kedua,“membentuk watak” mengandung makna bahwa pendidikan

nasional harus diarahkan pada pembentukan watak. Jika dilihat dari perspektif pedagogik, lebih memandang bahwa pendidikan itu mengembangkan/ menguatkan/memfasilitasi watak, bukan membentuk watak. Jika watak dibentuk, maka tidak ada proses pedagogik/pendidikan yang terjadi adalah pengajaran.

Perspektif pedagogik memandang dan mensyaratkan untuk terjadinya proses pendidikan harus ada kebebasan peserta didik sebagi subjek didik bukan sebagai objek didik.

Fungsi ketiga,“peradaban bangsa”. Pendidikan nasional dapat dipahami

bahwa pendidikan itu selalu dikaitkan dengan pembangunan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa. Dengan demikian berarti bahwa bangsa yang beradab merupakan dampak dari pendidikan yang menghasilkan manusia terdidik.

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan kharax yang maknanya tools for making atau to engrave yang artinya mengukir, kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Prancis “caracter” pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris menjadi “character” sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia menjadi “karakter”. Membentuk karakter seperti kita mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau juga kepribadian yang diyakini dan mendasari cara pandang, berfikir, sikap dan cara bertindak orang tersebut. Kebajikan tersebut terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain (Kemendikbud, 2010).

Secara terminologis, makna karakter sebagaimana dikemukakan oleh Lickona (2012: 51) A reliable inner disposition to respond to situations in

amorally good way.” Selanjutnya dia menambahkan, “Character soconceived has

three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, andmoral behavior”. Menurut Thomas Lickona, karakter mulia (goodcharacter) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).Karakter terwujud dari karakter masyarakat dan karakter masyarakat terbentuk dari karakter masing-masing anggota masyarakat bangsa tersebut. Pengembangan karakter, atau pembinaan kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoritis maupun secara empiris, dilakukan sejak usia dini hingga dewasa.

Dengan demikian, pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai. Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Afektif yang tercemin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, estetis dan; (3) Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis.

b. Prinsip Pengembangan karakter

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components

of good character)yaitu moral knowingatau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral actionatau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Muslich, 2011: 130).

Yang termasuk dalam moral knowingadalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka (Muslich, 2011 : 133).

Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral actionmerupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome)dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally)maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: (1) kompetensi (competence), (2) keinginan (will), (3) kebiasaan (habit)(Muslich, 2011: 134).

Menurut Lickona (2012: 82) karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moralbehavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa

karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Berkaitan dengan hal ini dia juga mengemukakan: Character education is the deliberate effortto help people understand, care about, and act upon core ethical values” (Pendidikan karakter

adalah usaha sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti). Bahkan dalam buku Character Matters dia menyebutkan: Character education is thedeliberate effort to cultivate virtue—that is objectively good humanqualities—that are good for the individual person and good for the wholesociety (Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan) (Lickona, 2012: 5).

Berdasarkan pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas tiga korelasi antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Karakter itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik, memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.

Dengan demikian, proses pendidikan karakter, ataupun pendidikanakhlak dan karakter bangsa sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadardan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Bahkankata lain,

pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untukmemahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendirimaupun untuk semua warga masyarakat atau warga Negara secarakeseluruhan.

c. Karakter dalam Perspektif Pendidikan

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanakan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Muslich, 2011: 84-85).

Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara mandiri. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidikan dan tenaga kependidikan dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah (Muslich, 2011: 87).

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Menurut Kemendiknas (2010: 3) keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik antara lain sebagaimana uraian berikut:

(1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; (2) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; (3) Menunjukan sikap percaya diri; (4) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (5) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; (6) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, kreatif dan inovatif; (7) Menunjukan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; (8) Menunjukan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (9) Mendeskripsikan gejala alam dan sosial; (10) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; (11) Merupakan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia; (12) Menghargai karya seni dan budaya nasional; (13) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; (14) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; (15) Berkomunikasidan berinteraksi secara efektif dan santun; (16) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; (17) Menghargai adanya perbedaan pendapat.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter diidentifikasi dari sumber-sumber sebagai berikut:

1. Agama

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari oleh

nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai-nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2. Pancasila

Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. 3. Budaya

Budaya adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai- nilai dari pendidikan karakter. 4. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional mencerminkan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di

berbagai jenjang dan jalur. Dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki seorang warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan Pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter dibandingkan ketiga sumber yang disebutkan di atas (Kemendiknas 2010: 7).

Menurut Kemendiknas (2010: 10-11) berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka teridentifikasi ada 18 nilai pendidikan karakter yang bisa dijadikan acuan dalam pembelajaran sejarah. Adapun dari 18 nilai pendidikan karakter, guru (pendidik) dapat memilih nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam materi sejarah dan prose pembelajaran sejarah, diantaranya:

Tabel 2.1 Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah

No Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaan agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalui dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

4 Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya 6 Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas 7 Rasa Ingin

Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

8 Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

Air kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

10 Bersahabat Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

11 Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya 12 Senang

Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

13 Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

14 Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME

(Kemendiknas, 2010: 10-11) d. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru (Usman, 2009: 5). Menurut Nasution (1989: 1) mengungkapkan bahwa jabatan guru ialah suatu profesi yang hanya dilakukan oleh orang yang mendapat didikan khusus untuk itu, seperti halnya jabatan dokter. Mengenai jabatan guru sebagai jabatan professional ditegaskan dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan merupakan tenaga professional yang

bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil