• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Mathematical Morphological Edge Detection

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Citra asli (b) hasil thresholding citra dengan metode otsu (Darma, 2004)

Gambar 2.7 di atas menunjukkan hasil thresholding citra dengan metode otsu dan menghasilkan citra dengan 2 derajat keabuan yaitu putih untuk objek dan hitam untuk background.

2.6 Mathematical Morphological Edge Detection

Morphologi di dunia digital dapat diartikan sebagai cara untuk mendeskripsikan ataupun menganalisa bentuk dari objek digital. Morfologi difokuskan pada bentuk objek, karena itu operasi ini diterapkan pada citra biner Citra biner (binary image) adalah citra yang setiap pikselnya hanya memiliki dua derajat keabuan yakni 0 dan 1. Operator morphologi bertujuan menggali struktur yang relevan dari citra melalui representasi graphnya. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan penelusuran citra pada satu set bentuk yang dikenal dengan structuring element. Bentuk structuring element biasanya dipilih menurut beberapa pengetahuan tentang geometri yang relevan dan tidak relevan dari struktur citra (Soille, 2003:63).

Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan yaitu suatu citra dan structuring element (SE). Bentuk-bentuk structuring element yang umum digunakan adalah bentuk disk, hexagon, square, line segment, diamond, dan pair of point seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.

(a) Diamond (b) Line segment

(c) Disk (d) Square

Gambar 2.8 Bentuk-bentuk structuring element yang sering digunakan

2.6.1 Structuring Element

Structuring element merupakan matrik dan umumnya berukuran kecil yang digunakan untuk menyelidiki atau berinteraksi dengan gambar yang diberikan, dengan tujuan untuk mengetahui apakah bentuk ini sesuai atau tidak sesuai dengan gambar. Structuring element biasanya digunakan dalam operasi morfologi, seperti dilation, erotion, opening, closing dan hit-or-miss transform. Dilation dan erotion adalah operasi dasar morfologi. Kedua operasi dasar tersebut menjadi basis untuk membuat berbagai operasi morphologi yang sangat berguna untuk pengolahan citra

29

digital, seperti opening, closing, hit and miss, transform, thinning, dan thickening (Darma Putra, 2010:187).

2.6.2 Dilation / Dilasi

Dilasi adalah salah satu dari dua operator dasar pada mathematical morphologi. Dilasi biasanya diaplikasikan pada citra biner, namun saat ini juga dapat diaplikasikan pada citra grayscale. Dilasi dapat menghasilkan efek citra menjadi lebih besar (“Expand”). Batas-batas daerah objek menjadi lebih luas sedangkan lubang-lubang kecil atau dapat dianggap sebagai “noise” akan menjadi lebih kecil.

Proses dilasi membutuhkan dua buah data sebagai input. Pertama adalah citra biner yang akan didilasi dan yang kedua adalah set poin yang berukuran lebih kecil atau biasa disebut structuring element (kernel). Structuring element ini berguna untuk menentukan efek yang tepat dari dilasi pada citra input ditunjukkan pada gambar 2.9 (Gonzales, 2002:338).

Gambar 2.9 Structuring element (a) 4-Neighbourhood (b) 8-Neighbourhood (Burger, 2008:176)

Proses dilasi dilakukan dengan cara meletakkan posisi structuring element (gambar 2.11) pada citra sehingga bersesuaian pada piksel koordinat (x, y) dan menetapkan aturan yaitu : g(x, y) = 1 jika structuring element hits pada f, selain itu g(x, y) = 0 berlaku untuk semua koordinat piksel. Operasi dilasi menciptakan citra

baru yang menunjukkan semua lokasi asal structuring element yang dimana structuring element bertabrakan dengan citra input (Efford, 2000:278) seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.

(a) (b) (c)

Gambar 2.10 Proses dilasi menunjukkan citra semakin melebar. (Burger, 2008:175)

Gambar 2.11 Structuring element yang memiliki titik origin pada koordinat (1,1) (Burger, 2008:176)

I H I⨁H

Gambar 2.12 Proses dilasi (Burger, 2008:178)

Gambar 2.12 menunjukkan bagaimana proses dilasi dengan structuring element. I adalah citra asli dengan koordinat piksel pada (1, 1), (2, 1), dan (2, 2) didilasikan dengan SE (0, 0) dan (1, 0). Operasi yang terjadi pada dilasi yang tampak pada gambar 2.11 adalah sebagai berikut :

I ⨁ H ≡ {(1, 1) + (0, 0), (1, 1) + (1, 0), (2, 1) + (0, 0), (2, 1) + (1, 0), (2, 2) + (0, 0),

31

𝑰⨁𝑯 ≡ 𝐩 + 𝐪 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐩 𝛜 𝐈 𝐝𝐚𝐧 𝐪 𝛜 𝐇} 2.5

Koordinat piksel yang dihasilkan pada proses dilasi adalah sum dari semua kemungkinan pasangan koordinat titik dari citra asli I dan structuring element H yang didefinisikan pada persamaan 2.5 (Burger, 2008: 177).

2.6.3 Erosion / Erosi

Selain Dilasi, erosi juga merupakan salah satu dari dua operator dasar pada mathematical morphologi. Erosi juga diaplikasikan pada citra biner, namun saat ini dapat diaplikasikan pada citra grayscale. Proses erosi merupakan kebalikan dari proses dilasi. Secara grafis erosi digambarkan sebagai proses penerjemahan structure element pada seluruh domain gambar dan memeriksa mana yang sepenuhnya cocok pada objek citra (Gonzales, 2002: 345). Proses ini menghasilkan objek yang menyempit (mengecil) karena efek dasar erosi adalah mengikis batas-batas daerah objek sehingga objek akan menyusut. Lubang pada objek juga akan tampak membesar seiring menyempitnya batas objek tersebut.

Seperti pada proses dilasi, proses erosi juga membutuhkan dua buah data sebagai input. Pertama adalah citra biner yang akan dierosi dan yang kedua adalah set poin yang berukuran lebih kecil atau biasa disebut structuring element (kernel). Structuring element ini berguna untuk menentukan efek yang tepat dari erosi pada citra input ditunjukkan pada gambar 2.8 (Gonzales, 2002:345).

Proses erosi dilakukan dengan cara meletakkan posisi structuring element pada citra sehingga bersesuaian pada piksel koordinat (x, y) dan menetapkan aturan yaitu : g(x, y) = 1 jika structuring element fits pada f, selain itu g(x, y) = 0 berlaku untuk semua x, y yang ditunjukkan pada gambar 2.13. Dengan demikian operasi erosi menciptakan citra baru yang menandai semua lokasi asal structuring element yang bersesuaian dengan citra input (Efford, 2000:279).

Gambar 2.13 Proses penyusutan citra (erosi) (Burger, 2008:175)

𝐼 ⊖ 𝐻 ≡{p ϵ Z2 | (p + q) ϵ I, untuk setiap q ϵ H} 2.6

Operasi yang terjadi pada proses erosi sama seperti proses yang terjadi pada dilasi hanya saja pada proses erosi posisi p akan dianggap sebagai hasil erosi (𝐼 ⊖ 𝐻)

jika dan hanya jika structuring element H ditempatkan pada posisi p dan memiliki piksel yang sama dengan foreground piksel pada citra asli seperti didefinisikan pada persamaan 2.6.

33

Gambar 2.14 menunjukkan bagaimana proses erosi dengan structuring element. I adalah citra asli dengan koordinat piksel pada (1, 1), (2, 1), dan (2, 2) dierosikan dengan SE (0, 0) dan (1, 0). Operasi yang terjadi pada erosi yang tampak pada gambar 2.14 adalah sebagai berikut :

I ⊖ H ≡ {(1, 1)} karena (1, 1) + (0, 0) = (1, 1) ϵ I dan (1, 1) + (1, 0) = (2, 1) ϵ I.

2.6.4 Closing

Proses dilasi memberi efek penebalan pada citra sedangakan proses erosi memberi efek menipiskan citra. Kombinasi dari dua proses dasar morfologi dilasi dan erosi adalah proses closing yang didefinisikan sebagai operasi dilasi yang diikuti operasi erosi (Prasetyo, 2011:148). Closing juga diaplikasikan pada citra biner walaupun dapat juga diaplikasikan pada citra greylevel. Closing serupa dengan dilasi dalam hal cenderung untuk memperbesar batas objek pada citra dan menyusutkan background tanpa merusak bentuk batas asli. Closing juga ditentukan dengan structuring element.

Closing cenderung memberi efek menghaluskan garis-garis kontur objek. Closing akan menghapus pecahan-pecahan sempit yang panjang dan tipis, menghilangkan lubang kecil dan mengisi gap pada kontur objek. Operasi ini dapat digunakan untuk menghapus lubang dan celah pada struktur foreground yang lebih kecil dari pixel neighbourhood atau structuring element (Burger, 2008:185).

Gambar 2.15 Proses closing dengan structuring element 3x3

Gambar 2.15 menunjukkan proses closing yang menghasilkan citra dengan objek yang lebih lebar dan menutup lubang-lubang kecil di sekitar objek. Proses closing didefinisikan pada persamaan 2.7. Closing diawali dengan melakukan proses dilasi citra asli A dengan structuring element B yang hasilnya akan melebarkan dan memperbesar objek. Kemudian dilakukan erosi pada hasil dilasi citra A dengan structuring element yang sama yaitu B (Gonzales, 2002:348).

𝐴⨀𝐵 = (𝐴⨁𝐵) ⊝ 𝐵 2.7

Dokumen terkait