• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.14 Matriks Biofilter

2.13 Komposit

Komposit merupakan material campuran yang sedikitnya terdiri atas dua fasa yang berbeda tanpa mengalami material baru yang kuat, tangguh dan ulet sesuai sifat dasar dari bahan yang digunakan. Fasa dalam campuran komposit meliputi fasa pendispersi dan fasa terdispersi, pendispersi atau matriks merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat yang memiliki modulus young lebih kecil dari bahan terdispersi. Filter atau bahan pengisi adalah material yang terdispersi oleh matriks sehingga selalu berada di dalam matriks. Berdasarkan bentuknya, filter dapat digolongkan menjadi komposit partikel, komposit serat, dan komposit struktural. Komposit partikel interaksi yang terjadi antara matriks dan filter dalam skala makroskopis dimana partikel pengisi terdistribusikan secara merata dalam matriks.

2.14 Matriks Biofilter

2.14.1 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen glikol (PEG) merupakan salah satu diantara zat aditif yang sering ditambahkan pada pembuatan membran yang berfungsi sebagai porogen untuk meningkatkan keteraturan bentuk pori-pori pada membran sehingga struktur pori lebih rapat dan membran yang dihasilkan semakin bagus.

Polietilen glikol (PEG) adalah senyawa hasil kondensasi dari oksietilen dan air dengan rumus molekul H(OCH2CH2)nOH, dimana n merupakan bilangan

(jumlah) rata-rata pengulangan grup oksietilen mulai dari 4 sampai 180. Bilangan yang mengiringi dibelakang PEG menunjukkan berat molekul rata-rata daripada PEG, seperti PEG dengan n=80 akan mempunyai berat molekul rata-rata sekitar

29

3500 Dalton dan dicantumkan sebagai PEG 3500.sedangkan senyawa dengan berat molekul rendah terdiri dari n=2 sampai n=4 seperti diethylene glycol, triethylene glycol, dan tetraethylene glycol, merupakan senyawa-senyawa murni. Senyawa dengan berat molekul rendah sampai 700 bersifat cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau dengan titik beku -10oC (diethylene glycol), sementara

senyawa-senyawa hasil polimerisasi dengan berat molekul yang lebih tinggi yaitu sampai 1000 berbentuk padat seperti lilin dengan titik didih mencapai 67oC untuk n=180.

Keistimewaan PEG adalah senyawa tersebut bersifat larut dalam air (Chou et al., 2007). PEG juga larut dalam berbagai pelarut organik dari golongan hidrokarbon aromatik, seperti metanol, benzen, dichlorometane dan tidak larut dalam dietil eter dan heksan. Sifat-sifat lain daripada PEG adalah merupakan senyawa yang tidak beracun, netral, tidak mudah menguap dan tidak iritasi. Pelarut PEG banyak digunakan sebagai emulsifier dan detergen, humectants, dan pada bidang farmasi.

2.14.2 Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.)

Waru termasuk suku malvaceae. Banyak terdapat di Indonesia, di pantai yang tidak berawa, di tanah datar, dan di pegunungan hingga ketinggian 1700 meter diatas permukaan laut. Banyak ditanam di pinggir jalan dan di sudut pekarangan sebagai tanda batas pagar. Pada tanah yang baik, tumbuhan itu batangnya lurus dan daunnya kecil. Pada tanah yang kurang subur, batangnya bengkok dan daunnya lebih lebar (Syamsuhidayat et.al, 1991). Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga

30

terhadap kondisi tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 sampai 2000mm (Wikipedia, 2010).

Gambar 2.2 Daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) (cepolina.blogspot.com)

Pohon ini cepat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-50 cm; bercabang dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal, berangkai, berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter kurang dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan kelenjar berbentuk celah pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daunberambut abu-abu rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm, meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin. Bunga waru merupakan bunga tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal, bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi kemerah merahan. Tabung benang sari keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning. Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh sekat semu, dengan banyak

31

bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm, beruang 5 tidak sempurna, membuka dengan 5 katup (Syamsuhidayat et.al, 1991).

Dalam pengobatan tradisional, akar waru digunakan sebagai pendingin bagi sakit demam, daun waru membantu pertumbuhan rambut, sebagai obat batuk, obat diare berdarah/berlendir, amandel. Bunga digunakan untuk obat trakhoma dan masuk angin (Martodisiswojo dan Kolonjonokwangun, 1995). Kandungan kimia daun dan akar waru adalah saponin dan flavonoid. Disamping itu, daun waru juga paling sedikit mengandung lima senyawa fenol, sedang akar waru mengandung tanin (Aishah, 1994; Syamsuhidayat et al, 1991). Chen et al telah mengisolasi beberapa senyawa dari kulit batang waru, yaitu: skopoletin, hibiscusin, hibiscusamide, vanilic acid, P-hydroxybenzoic acid, syringic acid, Phidroxybenzaldehyde, scopoletin, N-TRANS- feruloytyramine, N-CIS feruloytyramine, campuran beta-sitosterol dan stigmasterol, campuran sitostenone dan stigmasta-4,22-dien-3-one. Dari uji sitotoksik senyawa-senyawa tersebut, terdapat tiga senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker sangat baik terhadap sel P-388 dan sel HT-29 secara invitro dengan nilai IC 50 < 4 mug/ml.

Daun dan akar Hibiscus tiliaceus mengandung saponin dan flavonoida, di samping itu daun juga mengandung polifenol dan akar mengandung tanin (anonim, 2006). Daun Hibiscus tiliaceus mengandung alkaloid, asam-asam amino, karbohidrat, asam organik, asam lemak, saponin, sesquiterpene dan sesquiterpenoid quinon, steroid, triterpene (Bandaranayake, 2002). Berdasarkan skrining fltokimia tangkai dan tulang daun waru mengandung senyawa fenol, flavonoid, dan saponin (Aishah, 1994). Jika daun waru ditumbuk dan diperas akan

32

berwujud kental seperli lendir. Menurut Hadiedi prasaja (2015) daun waru bisa difungsikan sebagai perekat yang keorganikannya mencapai hingga 100 % sehingga lebih alami daripada perekat sintetis. Hal ini juga diperkuat oleh Efendy Manan (2015) yang menyatakan bahwa daun waru ataupun daun lidah buaya dapat difungsikan sebagai perekat. Jika menggunakan daun waru sebagai perekat untuk 1 tangki kapasitas 14 liter digunakan 2 genggam atau kurang lebih 15-20 lembar, bisa diblender lalu diperam semalam dan saring. Air hasil saringan tersebut langsung dicampur sebagai bahan untuk perekatnya materialnya.

Dokumen terkait