• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam banyak kasus, pemberitaan media – terutama yang berhubungan dengan peristiwa yang melibatkan pihak dominan – selalu disertai penggambaran buruk pihak yang kurang dominan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila gambaran wanita, kaum buruh, dan petani yang menjadi korban justru digambarkan serba buruk.

Memang persoalannya adalah bahwa media tidak bersifat netral. Misalnya atribut-atribut tertentu dari media dapat mengkondisikan pesan–pesan yang dikomunikasikan. Sebagaimana dikatakan oleh Marshal McLuhan, “the medium is the message,”

ditentukan secara mendalam oleh medianya. Terlebih lagi jika disadari bahwa di balik pesan-pesan yang disalurkan lewat media niscaya tersembunyi berbagai mitos, dan menurut Budiman dalam buku Sobur (2006 : 37) mitos sebagai sistem signifikasi, mengandung muatan ideologis yang berpihak kepada kepentingan mereka yang berkuasa. c. Gender

Gender itu berasal dari bahasa latin “Genus” yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Kata gender dalam kamus bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Pengertian gender pada Webster’s New World Dictionary, diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.

Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik

emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an

Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya

terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan

seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a

component of gender).

H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject

matter we proceed to study as we try to define it).

Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender

dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social

constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

Memperjuangkan kesetaraan bukanlah berarti mempertentangkan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Tetapi, ini lebih kepada membangun hubungan (relasi) yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi laki-laki atau perempuan, sama pentingnya, untuk mendapatkan pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja, termasuk terlibat aktif dalam organisasi sosial-politik dan proses-proses pengambilan keputusan

Muted Group Theory (Griffin : 2003)

Teori Kelompok Kebisuan (kelompok terpinggirkan) teori kelompok kelompok merupakan salah satu dari cabang teori kritis, karena ia menitikberatkan pada masalah yang berkaitan dengan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu digunakan untuk melawan orang - orang. sementara para penganut teori kritis lainnya dapat memisahkan secara jelas antara siapa yang kuat dan memiliki kekuasaan dan siapa yang lemah yang tidak memiliki kekuasaan, dengan berbagai macam cara. sedangkan teori ini lebih memilih untuk memisahkan peta kekuasaan kedalam kekuasaan yang dimiliki lelaki dan perempuan. teori ini bermula dari premis nya yang mengatakan bahwa struktur bahasa memiliki ikatan secara kultural dan berhubungan dengan kultur yang terbentuk. dan karena lelaki memiliki kekuasaan yang lebiih besar daripada perempuan, maka dari itu, lelaki memiliki pengaruh lebih besar

yang bias lelaki, dan lebih memihak kepada kekuasaan lelaki. lelaki menciptakan kata - kata dan makna - makna yang kemudian akan terbentuk secara kultural dalam artian menjadi sebuah kewajaran secara sosial. dari bahasa tersebut, mereka akan mengekspresikan ide - ide mereka. disisi lain perempuan, tertinggal jauh atau ditinggalkan jauh dibelakang, mereka tidak diberi tempat untuk menciptakan makna - makna dan meninggalkannya tanpa makna - makna yang bisa mengekspresikan hal - hal yang unik bagi mereka. nah, praktik inilah yang disebut dengan meninggalkan perempuan atau menempatkan perempuan sebagai kelompok kesunyian, atau kelompok kebisuan.

Teori kelompk kebisuan memiliki tiga asumsi dasar, yakni ;

1) Lelaki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam memaknai dan memandang dunia, hal ini disebabkan karena diantara mereka memiliki persepsi yang berbeda juga dalam memaknai pengalaman - pengalaman yang mereka alami. pengalaman yang berbeda itu merupakan hasil dari perbedaan - perbedaan peran dan tugas yang dimiliki lelaki dan perempuan dalam lingkungan sosial.

2) Lelaki menampilkan dan menetapkan kekuasaan yang mereka miliki secara politis, melanggengkan kekuasaan yang mereka miliki dan dengan menindas ide - ide yang muncul dari golongan perempuan dan mencoba mendapatkan penerimaan publik.

3) Perempuan harus merubah ide - ide unik mereka, pengalaman - pengalaman mereka dan makna - makna mereka ke dalam sistem bahasa lelaki, jika ingin suara mereka didengar.

4) Ketiga asumsi itu menjadi dasar hipotesisi dari komunikasi perempuan; 5) Perempuan memiliki kesulitan yang lebih besar daripada lelaki untuk

mengekspresikan dirinya.

6) Perempuan memahami apa yang lelaki maksudkan dengan lebih mudah, daripada yang lelaki pahami atas maksud dari para perempuan.

7) Perempuan berkomunikasi dengan sesamanya dengan menggunakan

media yang tidak diterima oleh kebanyakan pelaku komunikasi dari kalangan lelaki.

8) Perempuan tidak begitu puas dengan komunikasi mereka dibandingkan dengan lelaki.

9) Perempuan jarang membuat istilah dari kata - kata baru, tapi sewaktu - waktu mereka melakukannya dengan tujuan untuk menciptakan makna - makna khusus dan unik bagi perempuan.

Teori ini tidak mengklain bahwa perbedaan - perbedaan itu menyangkut masalah biologis. akan tetapi, teori ini mengklaim bahwa lelaki memiliki resiko kehilangan posisi dominannya jika mereka mendengarkan ide perempuan, memasukan pengalaman - pengalaman mereka ke dalam sistem kebahasaan, dan memperbolehkan perempuan menjadi partner yang setara dalam penggunaan bahasa dan penciptaan bahasa. bahasa merupakan sesuatu tentang kekuasaan, dan lelaki memilikinya.

Dokumen terkait