• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanika Statistik

Dalam dokumen Tesis Lengkap.pdf (Halaman 43-83)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.12 Mekanika Statistik

Mekanika statistik adalah cabang fisika yang mengaplikasikan teori probabilitas yang mana menggunakan alat matematika untuk mempelajari kelakuan termodinamika sistem yang tersusun atas partikel-partikel dalam jumlah besar. Mekanika statistik memberikan suatu framework untuk menghubungkan sifat-sifat individual atom-atom dan molekul-molekul terhadap sifat-sifat

makroskopik ruah dari material-material yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menjelaskan termodinamika sebagai hasil dari deskripsi mekanika kuantum/mekanika klasik dari statistik dan mekanika pada level mikroskopik.

Suatu konsep kunci dalam mekanika statistik adalah ensemble. Ensemble adalah suatu gabungan microstate sistem molekul-molekul yang umumnya memiliki satu atau lebih sifat ekstensif. Microstate dari suatu sistem molekul adalah suatu spesifikasi lengkap dari semua posisi dan momentum dalam molekul. Nilai suatu sifat, A, adalah suatu nilai yang bergantung pada posisi dan momentum dari N partikel yang menyusun sistem. Nilai sesaat dari sifat A dapat ditulis A(pN(t), rN(t)) di mana pN(t) dan rN(t) adalan N momentum dan N posisi pada saat t, selanjutnya nilai sesaat dari sifat A berfluktuasi sebagai suatu hasil interaksi antara partikel-partikel. Nilai yang terukur secara eksperimen adalah suatu rata-rata A dalam selang waktu pengukuran yang disebut waktu rata-rata (time average). Rata-rata nilai sifat diperoleh dari pendekatan integral dalam selang pengukuran sampai waktu tak hingga (Armunanto, 2004) :

ܣ௔௩௘= lim௡→ஶ ∫ ܣ൫݌௧ୀ଴ (ݐ), ݎ(ݐ)൯݀ݐ (2.57) Perhitungan rata-rata nilai dari sifat-sifat sistem dilakukan dengan mensimulasikan kelakuan dinamika sistem. Gaya yang bekerja pada tiap-tiap atom untuk berinteraksi dengan atom-atom lain dalam sistem dapat dihitung dengan membedakan fungsi energi. Gaya yang bekerja pada tiap-tiap atom menghasilkan percepatan yang dapat ditentukan melalui hukum Newton II. Integrasi dari persamaan gerak akan menghasilkan suatu trajectory yang menggambarkan bagaimana posisi, kecepatan dan percepatan dari pertikel-partikel pada waktu tertentu dan dari rata-rata nilai sifat dapat ditentukan menggunakan persamaan ekivalen numerik (2.57). Atom-atom atau molekul-molekul dalam jumlah besar dalam macroscopic state mengakibatkan penentuan suatu konfigurasi awal dari sistem tidak dapat dilakukan. Berdasarkan mekanika statistik yang dilakukan oleh Boltzmann dan Gibbs, suatu sistem tunggal yang berevolusi dalam waktu tertentu digantikan oleh sejumlah besar replikasi sistem yang diprioritaskan

secara simultan. Waktu rata-rata kemudian digantikan oleh suatu rata-rata ensemble :

〈ܣ〉 = ∬ ݀݌݀ݎܣ(݌, ݎ)ߩ(݌, ݎ) (2.58) Suatu rata-rata ensemble atau nilai ekspektasi, 〈ܣ〉 adalah nilai rata-rata sifat A melalui semua replikasi dari ensemble yang dibentuk oleh simulasi. Integral ganda menunjukkan integral 6N yang mengisyaratkan integral untuk 6N posisi dan memontum dari semua partikel. Probabilitas densitas, ߩ(݌, ݎ) adalah probabilitas menemukan suatu konfigurasi dengan momentum ݌(ݐ) dan posisi ݎ(ݐ). Sesuai dengan hipotesis ergodic, rata-rata ensemble sama dengan rata-rata waktu. Dalam kondisi jumlah partikel, volum dan temperatur konstan probabilitas densitas adalah distribusi Boltzmann :

ߩ(݌, ݎ) =

ቌషಶቀ೛ಿ ,ೝಿ ቁೖಳ೅ ቍ

(2.59)

di mana ܧ(݌, ݎ) adalah energi, Q adalah fungsi partisi, kB adalah tetapan Boltzmann dan T adalah temperatur. Fungsi partisi untuk canonical ensemble (ensemble pada N, V dan T konstan) dengan jumlah N partikel dapat dijelaskan dengan istilah Hamiltonian,ܪ෡ :

ܳே௏்= ே!యಿ∬ ݌݀ݎ݁ቆି

ಹ෡ቀ೛ಿ ,ೝಿ ቁ

ೖಳ೅ (2.60)

Hamiltonian, ܪ෡ dapat dipertimbangkan sebagai energi total, ܧ(݌, ݎ) di mana sama dengan jumlah energi kinetik,ܭ෡(݌) dan energi potensial ܸ෠(ݎ) dari sistem. Faktor N! timbul dari indistinguisibilitas partikel-partikel, dan faktor

௛యಿ

diperlukan untuk memastikan bahwa fungsi partisi sama dengan mekanika kuantum hasil sebuah partikel dalam kotak (Armunanto, 2004).

LANDASAN TEORI, HIPOTESIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

III.1 Landasan Teori

Solvasi adalah proses tarik menarik (attraction) dan penggabungan (association) antara molekul-molekul pelarut dengan suatu molekul atau ion suatu zat terlarut (solute). Ion-ion yang terlarut dalam suatu pelarut akan tersebar dan kemudian dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut. Menurut IUPAC, solvasi adalah suatu interaksi zat terlarut dengan pelarut di mana melalui stabilisasi zat terlarut dalam larutan. Dalam keadaan tersolvasi, sebuah ion dalam larutan akan terkomplekskan oleh molekul-molekul pelarut.

Struktur kompleks solvasi ion dalam pelarut dapat dipengaruhi oleh sifat ion dan sifat pelarut (ligan). Dalam penelitian ini, dibandingkan sifat struktur dan dinamika pada solvasi ion Y2+ dalam amoniak cair dan dalam air. Perbandingan sifat ligan amoniak dengan air antara lain : ukuran molekul amoniak lebih besar dibandingkan dengan molekul air, tetapan dielektrik amonia lebih rendah daripada air, ikatan hidrogen antar molekul amoniak lebih lemah daripada ikatan hidrogen antar molekul air dan secara alamiah dalam deret spektrokimia ligan amoniak lebih kuat dibanding air (Canham, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dinamika molekuler mekanika kuantum/mekanika molekuler atau DM MK/MM (Armunanto, 2004). Metode ini merupakan metode hibrida, di mana bagian yang berada di daerah MK dihitung dengan mekanika kuantum dan bagian yang berada pada daerah MM dihitung dengan mekanika molekuler yang didasarkan pada konsep Newtonian, sedangkan bagian yang berada di daerah antara MK dan MM digunakan fungsi Smoothing yang memungkinkan terjadinya migrasi di antara daerah MK dan MM.

Gaya interaksi antar partikel dalam sistem simulasi dihitung dengan menggunakan persamaan (2.47), di mana FMM adalah gaya MM untuk sistem penuh dalam kotak simulasi, FMKadalah gaya MK dalam daerah MK dan FMK/MM

adalah gaya MM di daerah MK dan S menunjukkan fungsi gaya Smoothing. Perhitungan gaya MM di daerah MK memiliki akurasi yang rendah sehingga

dalam perhitungan gaya sistem harus ditiadakan dengan mengurangi gaya sistem dengan S(FMK/MM) dan sebagai gantinya ditambahkan gaya MK yang dihitung hanya di daerah MK.

Dalam kotak simulasi di mana terdapat sebuah ionY2+dan ratusan molekul pelarut, terjadi interaksi antar partikel yang melibatkan badan banyak (many-body potential). Dalam sistem badan banyak, energi potensial sistem diekspresikan berdasarkan potensial Murrell-Mottram (Lloyd, 1998) :

ܸ = ܸ(ଵ)+ ܸ(ଶ)+ ܸ(ଷ)+ ⋯ . +ܸ(ே) (3.1)

di mana ܸ(ଶ) merupakan energi potensial sistem badan dua (two-body potential),

ܸ(ଷ) merupakan energi potensial sistem badan-tiga (three-body potential) danܸ(ே)

merupakan energi potensial sistem badan-N (N-body potential).

Simulasi dinamika molekuler yang melibatkan badan banyak (many-body) biasanya dilakukan dengan menggunakan potensial (2+3)-badan, sebab pengaruh badan banyak dengan N>3 biasanya sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Dalam kenyataannya, simulasi dengan potensial (2+3)-badan memerlukan waktu dan biaya komputasi yang mahal. Fitting energi untuk simulasi menggunakan potensial 3-badan ditunjukkan oleh persamaan (2.7). Simulasi menggunakan potensial 3-badan merupakan koreksi terhadap potensial 2-badan yang dianggap “bermasalah” karena tinjauan 2-badan merupakan tinjauan minimal interaksi ion-pelarut dengan mengabaikan interkasi 3-badan, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam perhitungan sangat dimungkinkan. Fitting energi yang melibatkan 3-badan diperlukan lebih kurang 12000 titik energi, sehingga untuk simulasi yang melibatkan logam berat dengan menggunakan basis set yang besar, diperlukan waktu perhitungan yang cukup besar. Penggunaan potensial 2-badan menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi persoalan ini dan untuk menjamin agar penggunaan potensial 2-badan terhindar dari kesalahan yang besar, maka harus divalidasi dengan beberapa metode perhitungan yang dianggap memiliki kualitas perhitungan yang teliti seperti metode MP2(Möller-Plesset Perturbation Theory ) dan metode

CC (Coupled Cluster). Tingkat akurasi hasil simulasi dengan menggunakan

potensial 2-badan, dapat dibandingkan dengan hasil penelitian yang tersedia. Simulasi memerlukan data input yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dipahami dengan baik oleh bahasa program

(komputer). Dalam penelitian ini, penentuan koordinat sistem pelarut dijaga dalam keadaan rigid (sudut dan panjang ikatan tetap), didasarkan atas data hasil eksperimen dalam fasa gas untuk amoniak dan air, di mana jarak N-H adalah 1,0124 Å, sudut ikatan H-N-H adalah 106,68°, jarak O–H adalah 0.9601 Å dan sudut ikatan H-O-H adalah 104.47° (Armunanto, 2004). Simulasi ion Y2+ dalam amoniak dilakukan pada temperatur 235,16 K, massa jenis sistem 0,690 g/cm3 dan konstanta dielektrik 22,5, sedangkan simulasi ion Y2+ dalam air dilakukan pada temperatur 298,16 K, massa jenis sistem 0,99072 g/cm3 dan konstanta dielektrik 78,5.

Salah satu data penting yang dihasilkan pada penelitian ini adalah energi. Energi solvasi adalah energi yang dilepaskan pada pelarutan satu mol suatu ion dalam pelarut sehingga terbentuk larutan encer. Proses hidrasi (solvasi) suatu ion M+ndalam pelarut air dapat ditulis :

M+n(g) + H2O(l) M+n(aq) (3.2)

di mana M+n(aq) menunjukkan ion-ion yang dikelilingi oleh molekul-molekul air dan terdispersi dalam larutan. Energi yang dilepaskan berasal dari interaksi yang terbentuk oleh ion-ion dan molekul-molekul air. Dalam studi ini, energi hidrasi ion Y(II) diperoleh dari simulasi DM Klasik (ܧ) dan DM MK/MM (ܧ) yang ditentukan dengan formalisasi (Armunanto, 2004) :

ܧ

= E

i-O

+ E

i-H

+ RF

i-O

+ RF

i-H (3.3)

ܧ

− ܧ

ெ ௄

+ ܧ

ெ ௄ (3.4)

di mana i-O dan i-H berturut-turut menunjukkan interaksi ion-oksigen dan ion-hidrogen, RF adalah medan reaksi, ܧܯ ܭܿ dan ܧெ ௄ berturut-turut menunjukkan energi hidrasi di daerah MK yang dihitung dengan potensial klasik dan ab initio mekanika kuantum. Energi

ܧ

ெ ௄ dihitung menggunakan formalisasi

:

ܧ

ெ ௄

= ܧ

ெ ௄௜௢௡ି௔௜௥

− ܧ

ெ ௄௔௜௥ (3.5)

di mana

ܧ

ெ ௄௜௢௡ି௔௜௥ dan

ܧ

ெ ௄௔௜௥ berturut-turut menunjukkan energi ab initio di

Solvasi ion oleh molekul-molekul pelarut membentuk suatu kompleks solvasi yang dapat dinyatakan dengan bilangan koordinasi. Harga bilangan koordinasi dapat mempengaruhi struktur geometri kompleks solvasi yang ditunjukkan dengan sudut ikatan dan panjang ikatan antara ion dan molekul-molekul pelarut. Sifat struktural tersebut dapat ditentukan dengan analisis RDF, CND dan ADF dari konfigurasi koordinat (data trajectory).

Sifat dinamika solvasi dapat ditinjau dari interaksi antar atom dalam sistem molekul. Interaksi antara dua atom dapat digambarkan dengan hukum Hooke, dengan mengasumsikan bahwa kedua atom dihubungan oleh sebuah pegas. Jika massa kedua atom adalah m1 dan m2 maka gabungan dua atom tersebut menghasilkan massa tereduksi yang dihitung dari :

ߤ = భ௠

௠భା௠మ (3.6)

Sedangkan frekuensi vibrasi yang terjadi secara otomatis adalah :

ߥ =ଶగ (3.7)

di mana k adalah tetapan gaya (tetapan pegas).

Vibrasi stretching (yang melibatkan gerakan ulur dan kompresi) dalam posisi ikatan secara alami dihasilkan karena adanya kenaikan energi potensial. Hubungan perubahan energi diganbarkan dengan persamaan yang mirip hukum Hooke, dengan menggunakan term kubus. Term digunakan untuk membantu dari peningkatan uluran yang terlalu tajam dari ikatan.

ߥ௦௥௘௧௖௛௜௡௚ = 143,88

(݈− ݈)൫1 − 2(݈− ݈)൯ (3.8) di mana ks adalah tetapan gaya stretching (mdyne.Å-1

), ݈ adalah panjang ikatan natural (Å) dan ݈adalah panjang ikatan actual (Å).

Vibrasi tekuk (bending) juga dapat terjadi karena adanya peningkatan energi. Energi potensial dikaitkan dengan vibrasi bending ditunjukkan oleh perasamaan :

di mana ݇ adalah tetapan gaya assosiasi, ߠ adalah sudut natural ikatan, ߠ adalah sudut actual ikatan, dan bilangan 0,21914 adalah faktor konversi (Hinchliffe, 2003).

Analisis kuat spektrum velocity autocorrelation functions (VACF) menggunakan persamaan (2.52) diterapkan untuk mengamati gerakan vibrasi ulur simetri dan asimetri, vibrasi tekuk (Q1,Q3dan Q2) dan rotasi dalam arah sumbu x, y dan z (Rx, Ry dan Rz). Analisis Mean Residence Time (MRT) atau waktu tinggal rata-rata molekul pelarut pada kulit kedua digunakan untuk mengamati stabilitas molekul pelarut pada kulit kedua. Sifat labilitas kulit solvasi dapat diukur dengan sustainabilitas proses pertukaran, yang dinyatakan dengan koefisien sustainabilitas, Sex(Armunanto, 2004).

Studi eksperimen dan teoritis yang telah dilakukan terhadap reaktifitas atom yttrium terhadap amoniak menunjukkan bahwa hasil reaksi antara atom yttrium dengan molekul amoniak menghasilkan senyawa Y(NH2)2(NH3)x dan YNH(NH3)x (Simard (2003) dan Martinez (2006)). Studi eksperimen dan teoritis terhadap solvasi ion Y3+ dalam air menggunakan larutan garam yttrium(III)halida menunjukkan bahwa struktur solvasi ion Y3+ dalam air cenderung bersifat rigid dengan bilangan koordinasi 8 (Buzko dkk (2006), Marques (1992), Ramos dkk (2001)), namun dalam studi teoritis menggunakan sistem 1 ion Y3+ dalam 55,5 molekul air, menghasilkan kompleks solvasi yang fleksibel. Studi teoritis maupun studi eksperimen terhadap solvasi ion Y2+ dalam amoniak cair dan dalam air, sejauh ini belum banyak dilakukan, sehingga boleh jadi studi ini merupakan studi awal.

III.2 Hipotesis Dasar pemikiran

Air dan protein merupakan senyawa yang memiliki peranan penting dalam tubuh makhluk hidup. Dalam molekul air terdapat atom O dan dalam molekul protein terdapat gugus amina yang mengandung N. Baik atom O maupun N merupakan atom yang memiliki sifat penting karena memiliki lone pair electron sehingga molekul air maupun gugus amina dapat berfungsi sebagai basa Lewis. Interaksi ion logam dengan molekul air dan gugus amina (amoniak) dapat dipandang sebagai interaksi asam-basa Lewis.

Ion Y2+ merupakan ion logam golongan transisi dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d1 4s0, sehingga terdapat 1 elektron yang tidak berpasangan dalam orbital d, menyebabkan ionY2+secara teoritis polar. Interaksi antar partikel dengan tingkat kepolaran yang sebanding lebih disukai dibandingkan dengan antar molekul dengan kepolaran yang kurang sebanding. Tingkat kepolaran suatu molekul dapat ditinjau berdasarkan harga momen dipolnya. Jika dibandingkan dengan molekul amoniak ( = 1,47 D), maka molekul air ( = 1,85 D) lebih polar. Perbedaan tingkat kepolaran ini memungkinkan terjadinya perbedaan sifat struktur kompleks solvasi jika suatu ion dengan konfigurasi elektron tertentu dilarutkan dalam pelarut amoniak dan dalam air.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan umumnya menghasilkan data yang sesuai dengan pemikiran tersebut. Solvasi ion Ag+ dan ion Au+ dalam air (Armunanto, 2003), solvasi ion Y3+ dalam air (Bowron, 2006) menghasilkan struktur kompleks solvasi yang fleksibel. Solvasi ion Ag+ dan ion Au+ dalam amoniak cair (Armunanto, 2003) menghasilkan struktur kompleks solvasi yang rigid, sedangkan solvasi ion Sc+ dalam amoniak cair (Urip, 2009) menghasilkan struktur kompleks solvasi yang fleksibel. Fakta ini mengindikasikan bahwa suatu ion yang tidak memiliki elektron tunggal pada orbital d cenderung membentuk kompleks solvasi yang fleksibel dalam pelarut air namun cenderung membentuk kompleks solvasi yang rigid dalam pelarut amoniak cair. Efek sebaliknya cenderung terjadi untuk ion-ion yang memiliki elektron tak berpasangan pada orbital d.

Hipotesis

Jika efek badan banyak diterapkan dalam simulasi dinamika molekuler terhadap ion Y2+dalam pelarut amoniak cair dan dalam air, maka ionY2+tersolvasi membentuk struktur kompleks pada kulit pertama yang cenderung fleksibel dalam pelarut amoniak cair dan cenderung rigid dalam pelarut air.

III.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Komputasi – AIC UGM dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juni 2011. Penelitian diawali dengan menentukan koordinat sistem pelarut yang didasarkan atas data hasil eksperimen. Atom-atom dalam molekul pelarut dijaga pada jarak ikatan dan sudut

ikatan tetap seperti ditunjukkan pada Gambar III.1 (Armunanto, 2004). Basis set terbaik ditentukan berdasarkan data energi interaksi ion-pelarut (E(r)). Berdasarkan basis set terpilih, dilakukan kalkulasi ab initio single point pada jarak 1,40≤ r ≤15Å dan sudut 0≤ θ ≤180° dan 0≤ φ ≤90°, kemudian dilakukan fitting energi untuk mendapatkan parameter optimasi dan persamaan fungsi potensial. Potensial pasangan NH3-NH3 dan H2O-H2O diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya (Hanongbua dkk, 1988). Simulasi dilakukan dengan membagi sistem menjadi dua wilayah, yaitu ion Y2+dan seluruh molekul pelarut pada solvasi kulit pertama dihitung menggunakan konsep MK dan seluruh isi kotak simulasi dihitung menggunakan konsep MM (sebelum simulasi DM MK/MM dilakukan, terlebih dahulu dilakukan simulasi DM klasik yang hanya menggunakan potensial pasangan kemudian dilakukan simulasi yang menggunakan fungsi potensial untuk simulasi MK/MM), sedangkan untuk wilayah transisi antara MK dan MM digunakan fungsi Smoothing.

Gambar III.1 Geometri dalam koordinat kartesian : (a) sistem Y2+-H2O dan (b) sistem Y2+-NH3

Data-data penting yang dihasilkan pada simulasi DM MK/MM adalah data trajectory yang menggambarkan konfigurasi koordinat dan velocity yang menggambarkan konfigurasi gaya. Data trajectory digunakan untuk analisis sifat struktur yang meliputi analisis RDF, CND dan ADF. Data velocity digunakan untuk analisis sifat dinamika struktur.

H H φ Ɵ Y X Z Y2+ r Y2+ (a) (b)

METODE PENELITIAN

IV.1 Alat Dan Bahan Perangkat keras

Seperangkat komputer dengan Prosesor Intel® Pentium Core 2 Quad 2,4 GHz, Random Access Memory (RAM) efektif 3,34 GB, Video Graphic Array Card NVIDIA® 512 MB, Hard disk dengan kapasitas sebesar 500 GB dan Monitor FLATTRON”.

Perangkat lunak

GAUSS VIEW, GAUSSIAN 98, GAUSSIAN 03, TURBOMOLE 5.10, QM/MM MD 1.6, FORTRAN 95, XMGRACE dan RASMOL.

Sistem yang digunakan

1. Satu ionY2+dan 215 molekul amoniak cair. 2. Satu ionY2+dan 199 molekul air.

IV.2 Prosedur Kerja

1. Penentuan koordinat sistem Y2+-NH3dan Y2+-OH2

Koordinat sistemY2+-NH3 danY2+-OH2 ditentukan menggunakan GAUSS VIEW didasarkan pada data hasil eksperimen (Armunanto, 2004) seperti dimodelkan pada Gambar III.1 dan terangkum pada Tabel IV.1 dan Tabel IV.2.

Tabel IV.1. KoordinatY2+-NH3dalam sistem koordinat kartesian

Atom X (Å) Y (Å) Z (Å) Y 0,000000 0,000000 2,470000 N 0,000000 0,000000 0,000000 H 0,000000 0,937002 -0,383001 H 0,812002 -0,468001 -0,383001 H -0,812002 -0,468001 -0,383001

Tabel IV.2. KoordinatY2+-H2O dalam sistem koordinat kartesian

Atom X (Å) Y (Å) Z (Å) Y 0,00000 0,00000 2,32000 O 0,00000 0,00000 0,00000 H -0,75740 0,00000 -0,58708 H -0,75740 0,00000 -0,58708 40

2. Penentuan himpunan basis

Himpunan basis yang digunakan dalam simulasi ditentukan dengan cara menghitung harga E(r) counterpoise pada tingkat teori UHF. Himpunan basis terbaik ditunjukkan dengan alur grafikE(r) vs r yang menunjukkan interaksi yang ideal antara ion dan molekul pelarut, dengan harga BSSE relatif kecil dan akan menghasilkan data E(r) yang tidak berbeda secara signifikan pada tingkat MP2 dan CCSD.

3. Fitting energi

Persamaan analitis potensial pasangan Y2+-NH3 dan Y2+-OH2, dilakukan dengan kalkulasi ab initio terhadap titik-titik energi yang berjarak 1,40≤ r ≤15Å pada sudut 0≤ θ ≤180° dan 0≤ φ ≤90° seperti ditunjukkan pada Gambar III.1, menggunakan himpunan basis DZVP (DFT Orbital) (Godbout, 1992) untuk Y dan Def2-SV(P) (Kaupp, 1991) untuk N dan H (amoniak) dan O dan H (air). Fungsi potensial untuk interaksi NH3-NH3 dan H2O-H2O diperoleh dari hasil penelitian terdahulu (Hanongbua dkk, 1988). Fitting energi dilakukan terhadap 3645 titik energi interaksi Y2+-NH3 dan 4445 titik energi interaksi Y2+-H2O dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dari Lavenberg-Marguart.

5. Simulasi DM MK/MM

5.1 Sistem ion Y(II) dalam amoniak cair

Simulasi DM MK/MM dilakukan terhadap sistem 1 ion Y2+ dalam 215 molekul amoniak. Kondisi sistem dijaga pada temperatur 235,16 K, densitas sistem 0,690 g/cm3, cut off untuk interaksi Y2+-NH3 adalah 12,0 Å dan cut off untuk interaksi non-Coulombic Y-N dan Y-H berturut-turut adalah 6,0 dan 5,0Å.

5.2 Sistem ion Y(II) dalam air

Simulasi DM MK/MM dilakukan terhadap sistem 1 ion Y2+ dalam 199 molekul air. Kondisi sistem dijaga pada temperatur 298,16 K, densitas sistem 0,99072 g/cm3, cut off untuk interaksi Y2+-H2O adalah 12,0 Å dan cut off untuk interaksi non-Coulombic Y-O dan Y-H berturut-turut adalah 5,0 dan 3,0Å.

Protokol Simulasi

Simulasi dilakukan dengan membagi sistem menjadi dua wilayah, yaitu ion Y2+dan seluruh molekul pelarut pada solvasi kulit pertama dihitung menggunakan konsep MK dan seluruh isi kotak simulasi dihitung menggunakan konsep MM (sebelum simulasi MK/MM dilakukan, terlebih dahulu dilakukan simulasi DM klasik yang hanya menggunakan potensial pasangan kemudian dilakukan simulasi yang menggunakan fungsi potensial untuk simulasi MK/MM), sedangkan untuk wilayah transisi antara MK dan MM digunakan fungsi Smoothing. Nilai gaya pada sistem dihitung menggunakan persamaan (2.47) dan pada keadaan transisi dihitung dengan persamaan (2.48).

6. Analisis sifat karakteristik struktur solvasi

Analisis sifat karakteristik struktur dilakukan terhadap data konfigurasi koordinat hasil simulasi untuk menentukan distribusi jarak (RDF), distribusi bilangan koordinasi (CND) dan distribusi sudut (ADF). Analisis RDF digunakan untuk menentukan jarak terdekat, jarak terjauh dan jarak rata-rata antara ion dan molekul pelarut, baik pada solvasi kulit pertama maupun kulit kedua. Analisis CND digunakan untuk menentukan bilangan koordinasi molekul pelarut yang berada pada kulit pertama dan kedua. Analisis ADF digunakan untuk menentukan sudut ikatan pelarut-ion-pelarut dalam struktur geometri kompleks solvasi pada kulit pertama. Analisis RDF, CND dan ADF dilakukan menggunakan software FORTRAN 95 dan divisualisasikan dalam bentuk grafik menggunakan software XMGRACE. Bentuk geometri struktur solvasi pada kulit pertama divisualisasikan menggunakan software RASMOL.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V.1. Penentuan Himpunan Basis

Berdasarkan hasil perhitungan titik energi interaksi Y2+-NH3 dan Y2+-H2O dengan menggunakan metode ab initio pada tingkatan teori UHF, maka diperoleh himpunan basis terbaik DZVP (DFT Orbital) (Godbout, 1992) untuk Y dan Def2-SV(P) (Kaupp, 1991) untuk N dan H (amonia) dan O dan H (air). Hubungan antara energi interaksi ion Y2+dengan amoniak dan air ditunjukkan oleh Gambar V.1.

Gambar V. 1 Grafik hubungan E(r) dan jarak interaksi ion Y2+

dalam amoniak (a) dan dalam air (b)

-75 -55 -35 -15 5 25 45 65 1 3 5 7 9 11 13 15 ΔE (r )/ kk al /m ol Jarak Y2+- N (Å ) ɸ=0°, Ɵ=0° ɸ=0°, Ɵ=60° ɸ=0°, Ɵ=90° ɸ=0°, Ɵ=120° ɸ=0°, Ɵ=150° -70 -50 -30 -10 10 30 50 70 1 3 5 7 9 11 13 15 ΔE (r )/ kk al /m ol Jarak Y2+- O (Å ) ɸ=0°, Ɵ=0° ɸ=0°, Ɵ=60° ɸ=0°, Ɵ=100° ɸ=0°, Ɵ=130° ɸ=0°, Ɵ=175° (a) (b) 43 Y2+

Keteraturan energi tolakan dan tarikan seperti ditunjukkan pada gambar V.1 dijadikan dasar untuk pemilihan basis pada penelitian ini karena dapat menggambarkan interaksi yang baik dibandingkan dengan pasangan himpunan basis yang lain. Gambar V.1 (a) menggambarkan energi interaksi Y2+-NH3 yang dihitung menggunakan metode HF pada jarak 1,70≤r≤15 Å, sudut φ=0° dan 0≤θ≤150° berdasarkan model Gambar III.1. Orientasi ion Y2+

membentuk garis lurus terhadap lone pair electron dari atom N dalam amoniak pada posisi φ=0° dan θ=0°, di mana pada jarak 2,48Å menggambarkan interaksi Y2+

-NH3dengan energi

terendah. Jika jarak Y2+-NH3 diperpendek, maka energi tolakan akan meningkat lebih tajam dibandingkan energi tarikan. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya tolak menolak yang kuat antar elektron dan antar inti dari kedua atom yang saling mendekat. Sebaliknya jika jarak Y2+-NH3 diperbesar, maka baik energi tolakan maupun energi tarikan perlahan-lahan menurun, sampai pada jarak 15 Å interaksi Y2+-NH3 teramati sangat lemah, dan pada jarak tak hingga diasumsikan energi interaksi Y2+-NH3 adalah nol. Pada posisi sudut φ=0°, jika sudut θ diperbesar, teramati bahwa interaksi sistem Y2+-NH3 makin lemah. Hal ini mungkin disebabkan karena energi tolakan makin meningkat akibat posisi atom H makin mendekat ke arah ion Y2+dan lone pair electron menjauh.

Interaksi yang terjadi untuk sistem Y2+-H2O (Gambar V.1 (b), mengindikasikan bahwa jarak Y2+-H2O pada energi terendah terjadi pada jarak 2,32 Å dengan energi interaksi -65,43 kkal/mol, sedikit lebih lemah dibanding interaksi Y2+-NH3 (energi interaksi = -71,42 kkal/mol). Perbedaan ini dimungkinkan karena menurut deret spektrokimia, ligan amoniak merupakan ligan yang sedikit lebih kuat dibandingkan dengan ligan air, sehingga secara teoritis interaksi Y2+-NH3lebih kuat dibandingkan dengan.

Validasi terhadap akurasi himpuanan basis yang digunakan dilakukan dengan menghitung energi interaksi Y2+-NH3 dan interaksi Y2+-H2O menggunakan metode MP2, CCSD dan CCSD(T) yang dikenal memiliki ketelitian perhitungan yang lebih baik, seperti ditunjukkan pada Tabel V.1 yang menunjukkan bahwa hasil perhitungan energi interaksi Y2+-NH3dan Y2+-H2O pada jarak tertentu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Harga BSSE (Basis Set Superposition Error)

untuk interaksi Y2+-NH3 dan interaksi Y2+-H2O dihitung untuk mengetahui sampai sejauh mana kesalahan perhitungan menggunakan himpunan basis yang telah dipilih.

Tabel V.1 Perhitungan energi interaksi ion Y2+dengan molekul amoniak dan air

Metode Ligan NH3 Ligan H2O

ΔE (kkal/mol) Jarak Y2+-N (Å) ΔE (kkal/mol) Jarak Y2+-O (Å)

HF -71,42 2,48 -65,43 2,32

MP2 -74,57 2,50 -60,41 2,42

CCSD -73,59 2,50 -58,89 2,43

CCSD(T) -73,58 2,51 -59,03 2,43

Data eksperimen untuk studi struktur solvasi ion Y2+ dalam amoniak dan

Dalam dokumen Tesis Lengkap.pdf (Halaman 43-83)

Dokumen terkait