• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Baru dari Obat Lama: Glukokortikoid

Dalam dokumen Anti Inflamasi Steroid (Halaman 36-57)

12/21/2012 · by admin · in MOLECULAR PHARMACOLOGY

Glukokortikoid merupakan senyawa kortikosteroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal tubuh. Glukokortikoid utamanya adalah kortisol atau hidrokortison. Aksinya dalam tubuh sangat luas, antara lain:

1, menstimulasi glukoneogenesis. Glukokortikoid mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen.

Sifat glukokortikoid adalah pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping di antaranya retardasi pada anak-anak, imunosupresan, hipertensi, penghambatan luka, osteoporosis, dan gangguan metabolik.

Glukokortikoid (GC) masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya yang lipofilik. GC berikatan dengan reseptornya (GR) yang berada di sitoplasma. GR ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam inti sel.

Fig. 1. Hormone signaling through the glucocorticoid receptor (GR). Glucocorticoid receptor (GR), like progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER), and androgen receptor (AR), responds to hormone by shedding heat shock protein, homodimerizing, and binding inverted repeat DNA sequences known as hormone response elements (HREs) or sites of ubiquitous transacting factors within the promoter regions of target genes. GR and other steroid hormone receptors recruit the BRG1 complex which provides an essential chromatin remodeling activity that facilitates formation of the transcription initiation complex and transcriptional activation

METABOLISME STEROID

Kecuali progestin, androgen adalah prekursor obligat dari semua hormon steroid sehingga androgen dibuat di seluruh jaringan penghasil steroid termasuk testis, ovarium dan kelenjar adrenal. Androgen utama dalam sirkulasi pada pria adalah

testosteron yang diproduksi testis. Kerja hormonal androgen dihasilkan secara langsung melalui pengikatan ke reseptor androgen atau secara tidak langsung setelah konversi menjadi DHT-dihydrotestosteron dalam jaringan target. Testosteron berkeja pada saluran genitalia interna janin laki laki dan otot untuk memacu

pertumbuhan. Pada pria dewasa, DHT bekerja secara lokal untuk mempertahankan maskulinisasi genitalia eksterna dan cic seksual sekunder seperti rambut wajah dan pubis.

Jenis androgen lain pada pria adalah : androstenedione, androstenediol, dehidroepiandrosterone (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S). Semua jenis androgen dijumpai dalam sirkulasi wanita, kecuali androstenedione, konsentrasi androgen pada wanita lebih sedikit dibanding pada pria.

Androstenedione pada wanita berperan sebagai prohormon dan dikonversi dalam jaringan target menjadi testosteron, estron dan estradiol.

Estradiol (E2) adalah estrogen utama yang disekresi ovarium. Estron (E1 ) juga di sekresi oleh ovarium dalam jumlah banyak. Estriol ( E3) tidak dihasilkan oleh ovarium namun diproduksi dari estradiol dan estron di jaringan perifer, dari

androgen plasenta ; estriol diperkirakan adalah metabolit kurang aktif dari estrogen. Kelenjar adrenal merupakan sumber utama steroid seks pada pria dan wanita. Androgen adrenal berperan penting pada wanita pasca menopause.

Progestin dalam sirkulasi yang paling banyak adalah progesteron. Progesteron dihasilkan oleh ovarium,testis, plasenta dan kelenjar adrenal.

17-hidroksiprogesteron dari adrenal dan ovarium adalah jenis yang paling banyak dijumpai dalam sirkulasi

EKSKRESI STEROID

Ekskresi steroid terjadi melalui urine dan empedu. Sebelum di eleminasi, terjadi konjugasi sebagai sulfat atau glukoronida. Beberapa jenis konjugat dalam bentuk seperti DHEA-S di sekresi secara aktif.

Hormon yang di konjugasi tersebut berperan sebagai prekursor terhadap metabolit hormon aktif pada jaringan target yang memiliki enzim untuk melakukan hidrolisis ikatan ester yang terlibat dalam konjugasi.

Glukokortikoid

Salah satu jenis hormon glukokortikoid adalah hormon kortisol. Khasiat hormon ini antara lain:

 Menimbulkan glukoneugenesis (pembentukan energi non gula )

 Menigkatkan kadar Hb, eritrosit, leukosit dan trombosit

 Bersifat antiinflamasi (anti radang ) misalnya akibat trauma,alergi,dan infeksi Mineralokortikoid

Salah satu jenis hormon mineralokortikoid adalah hormon aldosteron. Khasiat hormon ini antara lain :

 Mengontrol volume cairan tubuh

 Mengatur kadar elektrolit (terutama natrium dan kalium)

Efek samping Kortikosteroid terutama pada penggunaan lama dengan dosis tinggi ada tiga kelompok :

Glukokortikoid

 Gejala Chusing, penumpukan lemak di bahu dan tengkuk, kulit tipis dan timbul garis kebiru-biruan

 Kelemahan otot

 Osteoporosis (rapuh tulang )

 Merintangi pertumbuhan pada anak-anak

 Atrofia kulit dengan striae (garis kebiru-biruan) akibat pendarahan dibawah kulit

 Luka sukar sembuh akibat efek katabol ( penghambatan pembentukan jaringan granulasi )

 Hiperglikemia, memperhebat diabetes

 Imunosupresi ( menekan reaksi tangkis tubuh )

 Antimitosis ( menghambat pembelahan sel ) Mineralokortikoid

 Hipokalemia ( kadar kalium darah rendah )

 Udema dan berat badan meningkat akibat retensi garam dan air, beresiko hipertensi dan gagal jantung

Efek umum

 Efek sentral ( SSP ) berupa gelisah, rasa takut, sukar tidur dan depresi

 Efek androgen seperti agne, gangguan haid

 Cataract ( bular mata ), resiko glaukoma meningkat bila digunakan sebagai tetes mata

 Bertambahnya sel-sel darah : Erytrocytose dan granulocytose

 Nafsu makan meningkat

 Reaksi hipersensivitas

Seiring perkembangan IPTEK , dibuat sintesis kortikosteroid yang bertujuan meningkatkan efek glukokortikoid dan menghilangkan efek mineralokortikoid. Derivat-derivat yang kini tersedia dibagi secara kimiawi dalam dua kelompok :

Deltakortikoida : prednison, metilprednisolon, budesonida, desonida dan prednikarbat. Daya glukokortikoid 5 x lebih kuat dan daya mineralokortikoidnya lebih ringan

dibandingkan kortisol, sedangkan lama kerjanya 2x lebih panjang.

Fluorkortikoida : betametason, deksamethason, triamsinolon, desoksimetason, flumethason dll. Daya glukortikoid dan antiradangnya 10-30x lebih kuat daripada kortisol, daya mineralokortikoidnya praktis hilang sama sekali. Lama kerjanya 3-5x lebih lama.

Dengan mengetahui khasiat dan efek samping obat kortikosteroid, hendaknya sebelum

menggunakan obat golongan ini lebih diperhitungkan lagi seberapa perlukah menggunakan obat kortikosteroid untuk pengobatan.

Mekanisme Kerja kortikosteroid

Seperti hormon steroid lain, adrenokortikoid mengikat reseptor sitoplasmik intraseluler pada jaringan target. Ikatan kompleks antara kortikosteroid dengan reseptor protein akan masuk ke dalam inti sel dan diikat oleh kromatin. Ikatan reseptor protein-kortikosteroid-kromatin mengadakan transkripsi DNA, membentuk mRNA dan mRNA merangsang sintesis protein spesifik.

Seperti telihat pada gambar berikut :

Efek-efek Kortikosteroid

A.

Glukokortikoid

1. Merangsang glikogenolisis (katalisa glikogen menjadi glukosa) dan

glikoneogenolisis (katalisa lemak / protein menjadi glukosa) sehingga kadar gula darah meningkat dan pembentukan glikogen di dalam hati dan jaringan menurun. Kadar kortikosteroid yang meningkat akan menyebabkan gangguan distribusi lemak, sebagian lemak di bagian tubuh berkurang dan sebagian akan menumpuk pada bagian muka (moonface), tengkuk (buffalo hump), perut dan lengan.

2. Meningkatkan resistensi terhadap stress. Dengan meningkatkan kadar glukosa plasma, glukokortikoid memberikan energi yang diperlukan tubuh untuk

melawan stress yang disebabkan, misalnya oleh trauma, ketakutan, infeksi, perdarahan atau infeksi yang melemahkan. Glukokortikoid dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan jalan meningkatkan efek vasokontriktor rangsangan adrenergik pada pembuluh darah.

3. Merubah kadar sel darah dalam plasma. Glukokortikoid menyebabkan menurunnya komponen sel-sel darah putih / leukosit (eosinofil, basofil, monosit dan limfosit). Sebaliknya glukokortikoid meningkatkan kadar hemoglobin, trombosit dan eritrosit. 4. Efek anti inflamasi. Glukokortikoid dapat mengurangi respons peradangan secara

drastis dan dapat menekan sistem imunitas (kekebalan).

5. Mempengaruhi komponen lain sistem endokrin. Penghambatan umpan balik produksi kortikotropin oleh peningkatan glukokortikoid menyebabkan

penghambatan sintesis glukokortikoid lebih lanjut.

6. Efek anti alergi. Glukokortikoid dapat mencegah pelepasan histamin. 7. Efek pada pertumbuhan. Glukokortikoid yang diberikan jangka lama dapat

menghambat proses pertumbuhan karena menghambat sintesis protein,

meningkatkan katabolisme protein dan menghambat sekresi hormon pertumbuhan. 8. Efek pada sistem lain. Hal ini sangat berkaitan dengan efek samping hormon.

Dosis tinggi glukokortikoid merangsang asam lambung dan produksi pepsin dan dapat menyebabkan kambuh berulangnya (eksaserbasi) borok lambung (ulkus). Juga telah ditemui efek pada SSP yang mempengaruhi status mental. Terapi glukokortikoid kronik dapat menyebabkan kehilangan massa tulang yang berat (osteoporosis). Juga menimbulkan gangguan pada otot (miopati) dengan gejala keluhan lemah otot.

B.

Mineralokortikoid

Efek mineralokortikoid mengatur metabolisme mineral dan air. Mineralokortikoid membantu kontrol volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit (terutama Na dan K), dengan jalan meningkatkan reabsorbsi Na+, meningkatkan eksresi K+ dan H+. Efek ini diatur oleh aldosteron (pada kelenjar adenal) yang bekerja pada tubulus ginjal, menyebabkan reabsorbsi natrium, bikarbonat dan air. Sebaliknya, aldosteron menurunkan reabsorsi kalium, yang kemudian hilang melalui urine. Peningkatan kadar aldosteron karena pemberian dosis tinggi mineralokortikoid dapat

menyebabkan alkalosis (pH darah alkalis) dan hipokalemia, sedangkan retensi natrium dan air menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah.

Indikasi Pemberian Kortikosteroid

1. Terapi pengganti (substitusi) pada insufisiensi adrenal primer akut dan kronis (disebut Addison’s disease), insufisiensi adrenal sekunder dan tersier.

2. Diagnosis hipersekresi glukokortikoid (sindroma Cushing).

3. Menghilangkan gejala peradangan : peradangan rematoid, peradangan tulang sendi (osteoartritis) dan peradangan kulit, termasuk kemerahan, bengkak, panas dan nyeri yang biasanya menyertai peradangan.

4. Terapi alergi. Digunakan pada pengobatan reaksi alergi obat, serum dan transfusi, asma bronkhiale dan rinitis alergi

Efek Samping dan Komplikasi

Efek samping terjadi umumnya pada terapi dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang kortikosteroida. Adapun efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi meliputi :

1. Metabolisme glukosa, protein dan lemak; Atropi otot, osteoporosis dan penipisan kulit.

2. Elektrolit ; Hipokalemia, alkalosis dan gangguan jantung hingga terjadi gagal jantung (cardiac failure).

3. Kardiovaskular; Aterosklerosis dan gagal jantung 4. Tulang; Osteoporosis dan patah tulang yang spontan 5. Otot; Kelamahan otot dan atropi otot.

6. SSP dan Psikis; Gangguan emosi, euforia, halusinasi, hingga psikosis. 7. Elemen pembuluh darah; Gangguan koagulasi dan menurunkan daya

kekebalan tubuh (immunosupresi)

8. Penyembuhan luka dan infeksi; Hambatan penyembuhan luka dan meningkatkan risiko infeksi

9. Pertumbuhan; Mengganggu pertumbuhan anak, kemunduran dan menghambat perkembangan otak

10.Ginjal; Nokturia (ngompol), hiperkalsiuria, peningkatan kadar ureum darah hingga gagal ginjal.

11.Pencernaan; Tukak lambung (ulcus pepticum).

12.Pankreas; Peradangan pankreas akut (pankreatitis akut). 13.Gigi; Gangguan email dan pertumbuhan gigi.

Timbulnya efek samping dan komplikasi terkait dengan beberapa faktor, yaitu : 1. Cara pemberian

2. Jumlah pemberian 3. Lama pemberian 4. Dosis pemberian 5. Cairan yang diberikan 6. Kadar albumin dalam darah 7. Penyakit bawaan.

MEKANISME KERJA

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami

perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik

Contoh Obat-obat Kortikosteroid

Beberapa obat kortikosteroid disajikan pada tabel berikut :

Obat (Generik) Contoh (Patent)

Aktivitas 1) Bentuk Sediaan Anti-Inflamas i Topikal Retensi Na Glukokortikoid kerja singkat (8-12 jam)

Hidrokortison Cortef 1 1 1Oral, suntikan, topikal

Kortison Cortone 0,8 0 0,8 Oral, suntikan, topikal

Glukokortikoid kerja sedang (18-36 jam)

Prednison Hostacortin 4 0 0,3 Oral

Prednisolon Delta-Cortef, Prelone 5 4 0,3 Oral, suntikan, topikal Metilprednisolon Medrol, Medixon 5 5 0Oral, suntikan, topikal Triamsinolon Kenacort, Azmacort 5 5 0Oral, suntikan, topikal

Fluprednisolon Cendoderm 15 7 0Oral, topikal

Glukokortikoid kerja lama (1-3 hari)

Betametason Celestone 25-40 10 0Oral, suntikan, topikal Deksametason Oradexon, Decadron 30 10 0Oral, suntikan, topikal Parametason Dillar, Monocortin 10 0Oral, suntikan

Mineralokortikoid

Fludrokortison Florinef, Astonin 10 10 250 Oral, suntikan, topikal

Desoksikortikosteron 0 0 20Suntikan, pelet

Keterangan : Aktivitas 1) menggambarkan potensi relatif terhadap Hidrokortison.

DAFTAR PUSTAKA

; ISO Indonesia; Volume XXXV; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia; PT. AKA; Jakarta; 2001

Harkness, Richard; Interaksi Obat; Penerbit ITB; Bandung; 1989

Katzung, G. Bertram; Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam; EGC; Jakarta; 1998 Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R; Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan;

EGC; Jakarta; 1996

Mutschler, Ernst, Dinamika Obat, Edisi Kelima, Penerbit ITB, Bandung, 1991

Mycek, J. Mary, Harvey, A. Richard dan Champe, C. Pamela; Farmakologi, Ulasan

Bergambar; Edisi kedua; Widya Medika; Jakarta 2001

Tan, Hoan, Tjay dan Rahardja, Kirana; Obat-obat Penting; Edisi Keempat; 1991

Woodley, Michele dan Whelan, Alison; Pedoman Pengobatan; Edisi Pertama; Yayasan Essentia Medica dan Andi Offset; Yogyakarta; 1995

Ringkasan hormon-hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin Kelenjar endokrin Hormon yang dihasilkan Sel sasaran kelenjar endokrin

Fungsi utama hormon Hipofisis

Anterior

TSH Sel folikel tiroid Merangsang sekresi T3

dan T4

ACTH Zona fasikular dan zona retikularis korteks adrenal Merangsang sekresi kortisol Gonad FSH/ICSH Wanita: folikel ovarium Merangsang perkembangan sel-sel folikel dalam ovarium untuk berkembang dan menghasilkan hormon wanita sebelum ovulasi Pria: sel

inyerstisium Leydig di testis

Merangsang sel-sel dalam jaringan testis untuk menghasilkan hormon testosteron dan produksi sperma

Gonad LH Wanita: folikel ovarium dan korpus luteum Memainkan peranan penting dalam menimbulkan proses ovulasi; juga menimbulkan sekresi hormon wanita (estrogen dan progesteron) oleh ovarium

Pria: tubulus seminiferus di testis

Merangsang sel-sel dalam jaringan testis untuk menghasilkan hormon testosteron Hormon pertumbuhan (GH) Tulang; jaringan

lunak Esensial tetapi bukan satu-satunya penyebab pertumbuhan;

merangsang

pertumbuhan tulang dan jaringan lunak; pengaruh metabolik mencakup anabolisme protein, mobilisasi lemak dan konservasi glukosa Hati Merangsang sekresi

Prolaktin Kelenjar mammalia

Mendorong

perkembangan payudara, merangsang sekresi air susu

Hipofisis

Posterior Oksitosin Uterus Membuat uterus berkontraksi selama proses persalinan Kelenjar mammalia Membuat sel-sel mioepitelial dalam payudara berkontraksi, sehingga mengeluarkan air susu dari payudara sewaktu bayi menghisap Vasopresin Tubulus di ginjal Merangsang pipa-pipa

nefron dalam ginjal untuk menyerap kembali air yang disaring,

sehingga air kemih menjadi pekat

Arteriol Mengatur kontraksi otot arteri kecil sehingga dapat meningkatkan tekanan darah Hipotalamus TRH, CRH, GHRH, GnRH, PIH, GHIH Hipofisis Anterior Mengontrol pengeluaran hormon-hormon hipofisis anteriol Sel folikel kelenjar tiroid Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) Sebagian besar sel Meningkatkan kecepatan reaksi kimia, sehingga meningkatkan tingkat metabolisme tubuh Sel C kelenjar

tiroid Kalsitonin Tulang Menurunkan konsentrasi kalsium dalam cairan ekstraseluler Kelenjar paratiroid Parathormon (HPT) Tulang, ginjal, usus

Mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler dengan cara mengatur absorpsi kalsium dalam usus, ekskresi kalsium oleh ginjal dan pelepasan kalsium dari tulang Korteks adrenal Zona

glomerolusa: Aldosteron

Tubulus di ginjal Mengurangi ekskresi natrium oleh ginjal dan meningkatkan ekskresi kalium, sehingga meningkatkan jumlah

natrium tubuh disamping menurunkan jumlah kalium tubuh Zona fasikulata: Kortisol Sebagian besar sel Meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak Zona

retikularis: Androgen

Wanita: tulang dan otak

Berperan dalam lonjakan pertumbuhan masa puberitas

Medula Adrenal Epinefrin dan

norepinefrin Reseptor simpatis di seluruh tubuh

Berfungsi memperkuat sistem saraf simpatis, berperan dalam adaptasi terhadap stress dan pengaturan tekanan darah

Organ Lambung dan Duo denum

Gastrin Kelenjar eksokrin dan otot polos di saluran pencernaan Merangsang sekresi kelenjar pencernaan lambung Sekretin Kelenjar eksokrin dan otot polos di pankreas Merangsang sekresi kelenjar pankreas Kolesitokinin Kelenjar eksokrin dan otot polos di hati dan kantung empedu

Merangsang pelepasan cairan empedu dari kantung empedu

Pulau

Langerhans Insulin (sel β) Sebagian besar sel Mengatur kadar glukosa dalam darah, mendorong penyerapan dan

penggunaan nutrien oleh sel

Glukagon (sel

α) Sebagian besar sel Mengubah glikogen menjadi glukosa apabila kadar glukosa dalam darah sedikit,

mempertahankan kadar nutrien dalam darah selama fase pasca absorptif Somatostatin (sel D) Sistem pencernaan, sel pulau pankreas Menghambat pencernaan dan penyerapan nutrien, menghambat sekresi

semua hormon pankreas Gonadotropin

Wanita: Ovarium

Estrogen Organ sex wanita, tubuh secara keseluruhan Perkembangan karakteristik sekunder dan merangsang

pertumbuhan uterus dan payudara

Tulang Mendorong penutupan lempeng epifisis Progesteron Uterus Mempersiapkan rahim

untuk kehamilan Gonadotropin

Pria: testis

Testosteron Organ sex pria, tubuh secara keseluruhan Merangsang produksi sperma, bertanggung jawab untuk perkembangan karakteristik sex sekunder dan meningkatkan dorongan sex

Tulang Meningkatkan lonjakan pertumbuhan pada masa puberitas dan mendorong penutupan lempeng epifisis

Organ plasenta Estrogen dan progesteron Organ sex wanita Membantu mempertahankan kehamilan dan mempersiapkan payudara untuk menyusui Gonadotropik korionik Korpus luteum ovarium Mempertahankan korpus luteum kehamilan

Organ ginjal Renin

(angiotensin )

Zona

glomerolusa korteks adrenal

Sekresi aldosteron (RAA sistem)

Eritropoietin Sumsum tulang Merangsang produksi eritrosit

Kelenjar Timus Timosin Limfosit T Meningkatkan poliferasi dan limfosit T sehingga setelah bertambah besar atau beranjak dewasa mampu berperan dalam sistem pertahanan tubuh Kelenjar Pineal Melatonin Hipofisis

anterior, organ reproduksi Menghambat gonadotropin, mulainya masa puberitas disebabkan karena

penurunan sekresi melatonin

B. SINTESIS KORTIKOSTEROID

Tempat kerjanya masing-masing hidroksilase 11-, 17-, 21- ditunjukan. Kekurangan hidroksilase 21 yang ringan merusak sintesis kortisol dan mungkin aldosteron, tetapi bila berat dapat

memutuskan seluruh sintesis steroid tersebut

Gambar I.4 memperlihatkan langkah-langkah utama dalam proses pembentukan ketiga steroid penting yang dihasilkan oleh korteks adrenal: aldosteron, kortisol dan androgen (steroid sex). Pada dasarnya semua tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organel beriku,

mitokondria dan retikulum endoplasma, beberapa langkah tadi terjadi dalam salah satu organel

dan beberapa tahap lain terjadi dalam organel yang lain.

C. FUNGSI GLUKOKORTIKOID

Walaupun hormon mineralokortikoid dapat menyelamatkan hidup seekor hewan yang sudah dibuang kelenjar adrenalnya, hewan itu masih jauh dari normal. Sebaliknya, sistem metabolisme hewan tersebut untuk penggunaan protein, karbohidrat dan lemak tetap sangat kacau. Oleh karena itu, seperti halnya hormon mineral okortikoid, hormon glukokortikoid dikatakan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dalam memperpanjang hidup seekor hewan.

Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari bahan sekresi adrenokortikal merupakan sekresi dari kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison.

Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat:

Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran

darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah

ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah

akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usiakulit prematur.

Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

 Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah kejadian sering terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi

 Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penarikan seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.

 Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.

 Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik

 Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.

 Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin, dan granuloma infantum gluteale.

 Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.

 Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi

keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone propionate 0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107 pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim.

 Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone valerate menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan ultrasound atau biopsi tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari 8 minggu, dengan sekali terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak menimbulkan efek samping sistemik berupa supresi HPA-axis.

 Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah absennya supresi adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak

menyebabkan penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif.

 Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk

menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-ana

Fungsi dan peran:

Efek terhadap semua sistem didalam tubuh, 1. Efek terhadap Metabolisme :

Karbohidrat : Meningkatkan glukoneogenesis

Mengurangi penggunaan glukosa di jaringan perifer dengan cara menghambat uptake dan penggunaan glukosa oleh jaringan mungkin melalui hambatan

Dalam dokumen Anti Inflamasi Steroid (Halaman 36-57)

Dokumen terkait