• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh

2.3.1 Daya pertahanan sinonasal melawan polusi udara

Sekitar 9000 liter udara melintasi rongga hidung setiap harinya. Hidung melindungi sistem respirasi dengan cara menyaring udara, membersihkan berjuta - juta partikel, bahan kimia dan mikroorganisme dari udara pernapasan. Polusi udara bisa berbentuk gas ataupun partikel. Pengendapan polutan yang berbentuk gas dalam rongga hidung tergantung pada daya larut gas, lamanya terpapar dan faktor anatomi traktus sinonasal yang bisa diketahui melalui pola aliran udara pernapasan. Untuk gas yang mudah larut seperti sulfur dioksida maka rongga hidung merupakan filter yang sangat efektif. Rongga hidung efektif menyingkirkan partikel yang berdiameter lebih dari 10 mikron. Apakah sistem mukosilia bisa melindungi mukosa hidung terhadap gas inhalasi atau uap bahan kimia seperti perlindungannya terhadap partikel belum banyak diketahui (Clerico, 2001).

Mekanisme pertahanan sinonasal terdiri dari transpor mukosilia, daya reflek, daya imun dan daya pertahanan antimikroba. Reflek nasopulmoner, reflek nasokardiak, reflek bersin melibatkan rongga hidung melalui mediasi saraf trigeminal dengan koneksi sentralnya. Respon imun melibatkan sel imun dalam

19

sirkulasi maupun jaringan serta melibatkan daya pertahanan antimikroba dari respon inflamasi nonseluler (Clerico, 2001).

Sitokrom P-450 banyak ditemukan pada mukosa hidung dan bertanggung jawab terhadap biotransformasi bahan kimia endogen dan eksogen termasuk polutan udara. Beberapa polutan mungkin memicu atau menekan ekspresi gen yang mengkode ensim sitokrom P-450. Bahan kimia yang membahayakan akan dinonaktifkan atau didetoksifikasi oleh sitokrom P-450 sementara bahan kimia lain seperti trialkilfosforotiolat malah memerlukan aktifasi oleh sistem sitokrom 450 sebelum manjadi racun bagi jaringan. Oleh karena itu sistem sitokrom P-450 berpotensi menyebabkan senyawa kimia yang tidak merusak kemudian berefek merusak (Clerico, 2001).

2.3.2 Respon sinonasal akibat polutan dan mekanisme toksik polutan

Respon sinonasal terhadap bahan kimia inhalasi meliputi respon iritasi, respon inflamasi, perubahan epitel, gangguan daya pertahanan hidung dan resistensi aliran udara hidung. Respon sistemik terhadap polutan inhalasi seperti respon imun telah terbukti mempunyai hubungan dengan terjadinya gangguan sinus (Clerico, 2001).

2.3.2.1 Respon iritasi

Respon iritasi juga disebut dengan common chemical sense merupakan bagian dari respon fisiologis awal terhadap inhalasi bahan kimia. Efek iritatif antara lain berupa rasa terbakar di hidung dan mata, mata berair, sakit kepala, batuk dan reflek apnea.Iritasi hidung dimediasi oleh saraf trigeminus yang ujung sarafnya mengandung substan P (SP), calcitonin gene-related peptide (CGRP),

20

vasoactive intestinal polypeptide (VIP) dan neuropeptida lainnya. Penelitian imunokimia mikroskop cahaya memperlihatkan serat imunoreaktif (unmyelinatedneuro peptide-containing sensory nerves) meluas hampir ke seluruh permukaan epitel rongga hidung. Pengamatan dengan mikroskop elektron memperlihatkan lokasi ujung saraf tersebut berada dalam epitel hidung tepat di bawah pertemuan antar sel yang tidak terpapar secara langsung kearah lumen hidung (Clerico, 2001).

Lemak terlarut merupakan stimulus yang paling efektif bagi saraf trigeminus intranasal untuk menyebabkan common chemical sense. Selain itu beberapa polutan seperti ozon akan melemahkan hubungan antar epitel serta meningkatkan permeabilitas mukosa. Zat yang sangat larut dalam air menembus lapisan mukus dengan tekanan yang lebih besar. Percobaan pada binatang pengerat menunjukkan bahwa serabut saraf yang mengandung CGRP-SP sering ditemukan pada rongga hidung yang paling sempit seperti pada konka nasi yang menyentuh septum atau pada pemukaan yang melengkung tajam. Tidak ada penelitian pada manumur yang sebanding namun jika temuan ini konsisten maka kemungkinan inflamasi neurogenik yang dipicu oleh polusi udara akan mengakibatkan obstruksi pada saluran yang sempit seperti pada komplek ostiomeatal sehingga sinusitis yang diakibatkannya nampak masuk akal. Substan P bisa menyebabkan perubahan komposisi mukus hidung sehingga menggangu daya pertahanan. Substan P juga mengubah aktifitas sekresi kelenjar rongga hidung sehingga memperburuk kondisi patologi yang ada. Efek menyerupai growth factor juga dikeluarkan oleh SP yang sebagian besar terjadi pada sel basal

21

dan kelenjar mukosa hidung. Pelepasan SP melalui stimulasi antidromik saraf trigeminal menyebabkan pemanjangan periode vasodilatasi. Vasodilatasi tersebut mengakibatkan kongesti mukosa dan berpotensi menyebabkan obstruksi ostium. Pelepasan SP juga menyebabkan ekstravasasi plasma dan edema jaringan sehingga memperbesar sumbatan ostium (Clerico, 2001).

2.3.2.2 Respon inflamasi

Inflamasi hidung akibat polusi udara mungkin berhubungan atau tergantung pada mekanisme iritasi melalui inflamasi neurogenik. Inflamasi neurogenik tersebut antara lain vasodilatasi, edema dan infiltrasi lekosit yang dipicu oleh aktifasi ujung saraf sensoris. Neuropeptida seperti substan P, neurokinin A dan CGRP berada di ujung saraf sensoris dan memiliki kemampuan vasodilatasi yang kuat. Neutral endopeptidase (NEP) bertugas melakukan down regulation inflamasi neurogenik melalui degradasi SP (Clerico, 2001).

Bukti eksperimental mendukung dugaan bahwa saraf sensoris bertindak sebagai jaras aferen juga eferen bagi inflamasi neurogenik oleh karena iritasi polutan. Berbagai bahan kimia seperti asap rokok, nikotin, kapsaisin, eter dan formaldehid menyebabkan pelepasan SP dari mukosa hidung. Mekanisme lain dari proses inflamasi yang diakibatkan oleh polusi udara terjadi melalui kerusakan jaringan secara langsung oleh polutan itu sendiri. Beberapa polutan udara diketahui bersifat sitotoksik dan merusak sel sehingga mengakibatkan pengerahan sel - sel inflamasi (Clerico, 2001).

22

2.3.2.3 Respon imunitas hidung

Ada dua kemungkinan yang menerangkan bagaimana polusi bahan kimia menyebabkan terjadinya infeksi sinus paranasal. Sistem transpor mukosilia yang terganggu oleh berbagai bahan kimia akan menyebabkan retensi sekret sehingga mengakibatkan infeksi. Mekanisme kedua melalui efek imunotoksik dari bahan kimia tersebut. Gangguan kemampuan fagositosis menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan terjadinya infeksi. Nampaknya polusi bahan kimia akan merusak epitel sinonasal melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung secara bersamaan. Oleh karena itu paparan polutan tidak hanya mengurangi aliran mukosilia sehingga kontak mukosa dengan mikroorganisme menjadi lebih lama namun penyakit virus sendiri juga bisa menurunkan transpor mukosilia sehingga memperpanjang kontak antara polutan dengan mukosa hidung (Clerico, 2001). 2.4.2.4 Perubahan epitel

Kerusakan epitel jalan napas disebabkan oleh karena adanya respon yang berlebih terhadap stimulasi inhalasi bahan kimia. Polusi udara tersebut melemahkan kekuatan intraepitel sehingga permeabilitas epitel meningkat (Clerico, 2001).

2.3.2.5Gangguan daya pertahanan tubuh

Polusi udara dapat menimbulkan efek buruk terhadap daya pertahanan tubuh melalui berbagai cara. Aliran mukosilia adalah daya pertahanan tubuh yang paling banyak dibicarakan. Iritasi oleh gas inhalasi dapat merangsang dan menghambat fungsi mukosilia hidung. Polutan yang berkadar rendah dalam jangka waktu pendek dalam beberapa penelitian terbukti merangsang aliran

Dokumen terkait