• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5 SISTEM IMUN

2.5.1 Mekanisme Sistem Imun

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dipengaruhi oleh struktur dan patogenitas bakteri. Pada sebagian besar infeksi, ada keseimbangan antara kemampuan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi dengan kemampuan mikroorganisme untuk menghindar dari sistem pertahanan tubuh. Namun demikian, manifestasi penyakit infeksi dapat terjadi bila respon imun pejamu terhadap infeksi tidak adekuat atau tidak tepat (innappropriate) (Baratawidjaja, 2004).

Respon imun sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen yang bersangkutan (Kresno, 2003).

Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik, dan sistem imun spesifik. Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar sebelumnya (McGilvery, 1996).

Gambaran umum respon imun terhadap mikroba adalah sebagai berikut :

1. Pertahanan terhadap mikroba diperantarai oleh mekanisme efektor imunitas bawaan (nonspesfik) maupun imunitas didapat (spesifik). Berbagai jenis mikroba dapat melawan respon imun nonspesifik, dan dalam keadaan demikian proteksi terhadap mikroba tersebut sangat bergantung pada respon imun spesifik, dalam arti bahwa respon imun spesifik meningkatkan fungsi sistem imun nonspesifik

2. Respon imun non-spesifik terhadap mikroba memegang peranan penting dalam menentukan respon imun spesifik yang akan berlangsung

3. Dalam upaya melawan mikroba secara efektif, sistem imun mampu memberikan respon yang spesialistik dan berbeda terhadap berbagai jenis mikroba. Karena berbagai jenis mikroba berbeda satu dengan yang lainnya dalam pola invasi dan kolonisasi dalam pejamu, maka eliminasinya memerlukan sistem efektor yang berbeda-beda.

4. Survival dan patogenitas mikroba sangat dipengaruhi oleh kemampuan mikroba itu untuk menghindar dari sistem imun pejamu

5. Kerusakan jaringan dan penyakit sebagai konsekuensi infeksi pada umumnya disebabkan oleh respon pejamu terhadap mikroba bersangkutan (Kresno, 2003).

2.5.2 Antigen

Sistem alamiah tubuh ditunjang oleh suatu tanggapan yang amat spesifik sehingga terciptalah ketahanan tubuh terhadap senyawa asing, setelah perjumpaan awal dengan senyawa tersebut. Senyawa yang dapat menimbulkan tanggapan semacam ini disebut antigen (McGilvery, 1996). Antigen (Ag) merupakan suatu unsur yang dapat bereaksi dengan suatu

antibodi. Tidak semua antigen dapat menginduksi produksi antibodi, hal tersebut juga dapat disebut imunogen (Jawetz, 2004).

Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten (Kresno, 2003).

Kompleks yang terdiri atas molekul kecil (disebut hapten) dan molekul besar (disebut karier atau molekul pembawa) dapat berperan sebagai imunogen. Contoh hapten ialah berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel B, sedangkan molekul pembawa oleh sel T. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki imunisasi. Hapten membentuk epitop pada molekul pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi (Baratawidjaja, 2004).

Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi, dan dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing merangsang produksi antibodi spesifik yang berbeda. Respon imun dapat terjadi terhadap semua golongan bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam nukleat (Martoharso, 1981).

Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul lebih dari 40.000 dalton dan juga kompleks polisakarida mikrobial. Glikolipid dan lipoprotein dapat juga bersifat imunogenik, tetapi tidak

demikian halnya dengan lipid yang dimurnikan. Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogen dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal (Baratawidjaja, 2004).

2.5.3 Antibodi

Antibodi (Ab) merupakan suatu protein yang diproduksi sebagai hasil interaksi dengan suatu antigen. Protein mempunyai kemampuan untuk berkombinasi dengan antigen yang dirangsang produksinya (Jawetz, 2004). Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan larut tersebut mengandung molekul antibodi yang dapat digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai immunoglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik (Kresno, 2003).

Molekul antibodi muncul di alam serum darah dan jaringan tertentu spesies vertebrata tertentu sebagai reaksi terhadap injeksi suatu antigen, protein atau makromolekul asing lain kepada spesies tersebut. Tiap protein asing menimbulkan antibodi yang berbeda. Reaksi tubuh yang bersifat sangat spesifik terhadap protein yang diinjeksikan, disebut reaksi imunitas, dan hal ini merupakan dasar semua bidang ilmu imunologi. Molekul antibodi yang dibentuk oleh sel khusus yang dinamakan limfosit dapat bergabung dengan antigen yang menimbulkan pembentukannya, untuk membuat suatu kompleks antigen-antibodi (Lehninger, 1998).

Imunitas terhadap penyakit infeksi seringkali dapat terjadi, dengan menginjeksikan sejumlah kecil komponen makromolekul tertentu, yakni, antigen dari mikroorganisme atau virus penyebab penyakit. Antibodi

terhadap antigen asing ini lalu dibentuk oleh limfosit sel inang. Kalau mikroorganisme yang diberikan antigen ini kebetulan dapat mencapai darah atau limfa hewan yang diimunisasi setelah beberapa waktu kemudian, maka antibodi akan dibentuk oleh hewan tersebut, antibodi yang dibentuk oleh hewan menetralkan atau menginaktifkan mikroorganisme atau virus penyerang dengan cara bergabung dengan komponen antigenik. Reaksi imun diberikan hanya oleh vertebrata (Lehninger, 1998).

Immunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka immunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama, meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta. Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik serta dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfida (Baratawidjaja, 2004).

Antibodi (atau immunoglobulin) adalah protein yang disintesis oleh hewan sebagai respon terhadap substansi asing. Antibodi ini disekresi oleh sel plasma yaitu sel yang diturunkan oleh sel limfosit B (sel B). Protein yang dapat larut ini merupakan elemen pengenalan pada respon kekebalan humoral. Tiap antibodi mempunyai afinitas spesifik terhadap materi asing yang memicu sintesis antibodi itu. Suatu makromolekul asing yang mampu memicu pembentukan antibodi disebut antigen (atau imunogen). Protein polisakarida dan asam nukleat pada umumnya merupakan antigen yang

efektif. Afinitas spesifik suatu antibodi tidaklah untuk seluruh permukaan antigen makromolekul tetapi untuk situs khusus pada makromolekul yang disebut “determinan antigenic”atau epitop (Stryer, 2002).

Sistem imun menggunakan dua sistim elemen pengenalan untuk membedakan dirinya dari zat asing yaitu antibodi terlarut dan reseptor sel T yang mengikat sel. Antibodi memiliki molekul protein berbentuk-Y yang mengandung empat rantai polipeptida. Molekul ini mempunyai sisi pengikat yang bersifat komplementer terhadap bentuk struktur spesifik molekul antigen. Molekul antibodi memiliki dua sisi pengikat, yang membuatnya mampu membentuk kisi-kisi tiga dimensi molekul antibodi dan antigen (Lehninger, 1998).

Antibodi merupakan populasi molekul protein (immunoglobulin) yang disintesis oleh binatang sebagai respon terhadap suatu makromolekul asing, yang disebut antigen atau imunogen. Antibodi mempunyai afinitas tinggi terhadap antigen yang menginduksi pembentukannya. Molekul kecil asing (hapten) menimbulkan pembentukan antibodi spesifik bila mereka menempel pada suatu makromolekul. Sintesis antibodi terjadi dengan seleksi dan tidak dengan instruksi. Suatu antigen terikat ke permukaan limfosit yang memang sudah disiapkan untuk pembuatan antibodi spesifik terhadap antigen tersebut. Penggabungan antigen dan reseptor permukaan memicu pembelahan sel dan sintesis sejumlah besar antibodi spesifik. Antibodi yang diarahkan melawan suatu determinan yang spesifik biasanya heterogen, karena merupakan produk dari banyak sel penghasil antibodi. Antibodi yang dihasilkan oleh suatu sel tunggal adalah homogen (Stryer, 2002).

Lima kelas antibodi dibuat, Immunoglobulin G (IgG) adalah antibodi utama dalam serum, tetapi IgM adalah kelas immunoglobulin yang pertama muncul setelah pemaparan terhadap suatu antigen. IgA adalah kelas yang paling banyak dalam sekret eksternal dan IgE melindungi terhadap parasit, sedangkan peran IgD belum diketahui. Antibodi terdiri dari rantai pendek dan rantai panjang (Stryer, 2002).

Kelas Immunoglobulin Massa (kDa)

IgG 150

IgA 180 – 500

IgM 950

IgD 175

IgE 200

Tabel 1. Data Bobot Molekul Immunoglobulin dalam Serum 2.5.4 Interaksi Antara Antigen-Antibodi

Antigen adalah bahan yang dapat diikat secara spesifik oleh molekul antibodi atau molekul reseptor pada sel T. Antibodi dapat mengenal hampir setiap molekul biologik sebagai antigen seperti hasil metabolik hidrat arang, lipid, hormon, makromolekul seperti kompleks hidrat arang, fosfolipid, asam nukleat dan protein (McGilvery, 1996).

Gambar 3. Mekanisme respon imun terhadap antigen McGilvery, 1996). Antibodi dapat bereaksi dengan antigen spesifik berkat adanya tempat pengikatan (combining site). Suatu antibodi tertentu akan bereaksi dengan antigen yang tertentu pula, dan tidak dengan antigen lain karena tiap antibodi memiliki untaian asam amino tersendiri yang khas pada ujung kedua lengannya. Antibodi sering disebut juga immunoglobulin, atau globulin gama. Istilah ini berasal dari sifat migrasi antibodi yang terbanyak jumlahnya, yakni IgG, pada elektroforesis. Bila serum dielektroforesis, fraksi yang terpisah sebagai globulin gama terutama terdiri atas antibodi ini (McGilvery, 1996).

Pengenalan antigen oleh antibodi melibatkan ikatan nonkovalen dan reversibel. Berbagai jenis interaksi nonkovalen dapat berperan pada ikatan antigen seperti faktor elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan lainnya. Kekuatan ikatan antara satu antibodi dan epitop disebut afinitas antibodi. Antigen polivalen mempunyai lebih dari satu determinan. Kekuatan ikatan antibodi dengan epitop antigen keseluruhan disebut aviditas (Bratawidjaja, 2004).

Antibodi merupakan komponen imunitas didapat yang melindungi tubuh terhadap infeksi mikroorganisme dan produknya yang toksik. Interaksi antara antigen dan antibodi dapat menimbulkan berbagai akibat antara lain presipitasi (bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik), aglutinasi (bila antigen merupakan bahan tidak larut/partikel-partikel kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi komplemen. Kebanyakan reaksi tersebut terjadi oleh adanya interaksi antara antigen multivalen dan antibodi yang sedikitnya memiliki 2 tempat ikatan per molekul (Bratawidjaja, 2004).

Dokumen terkait