• Tidak ada hasil yang ditemukan

melebihi batas maksimal perbedaan perolehan suara yaitu 767 suara

7. Bahwa dengan demikian Pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana

diatur dalam Pasal 158 Ayat 2 UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (2) PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, sehingga Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (Legal Standing) untuk mengajukan Permohonan perselisihan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil

Bupati Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2017. Oleh karena itu, maka

Permohonan Pemohon haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet

Ontvankelijke Verklaard).

Sikap Mahkamah dalam Pemilihan Tahun 2015, Menolak Permohonan yang Melebihi Ambang Batas.

8. Terkait dengan batas selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait yang memperoleh suara terbanyak, untuk mengajukan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 ke Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015, Mahkamah telah mengambil sikap tegas untuk menolak Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015 dengan menyatakan bahwa Permohonan Pemohon Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

9. Berdasarkan catatan Termohon, dari 149 Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan ke Mahkamah Konstitusi Tahun 2016, terdapat 99 Permohonan Pemohon yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena perolehan suara Pemohon dengan Pihak Terkait melewati ambang batas yang ditentukan dalam Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015. Contohnya dalam

Perkara Nomor 11/PHP.BUP-XIV/2016, Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya pada pokoknya menyatakan meskipun Pemohon adalah benar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2015, akan tetapi permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015, oleh karena itu eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon adalah beralasan menurut hukum;

10. Mengenai sikap Mahkamah Konstitusi terhadap batasan persentase perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait untuk mengajukan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) PMK 1/2016, Termohon perlu menegaskan kembali pertimbangan hukum Mahkamah dalam putusan perkara Nomor 51/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, yang pada pokoknya menyatakan bahwa tidak semua pembatasan serta

merta berarti bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang pembatasan

tersebut untuk menjamin pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum, maka pembatasan demikian dapat dibenarkan menurut konstitusi [vide Pasal 28J ayat (2) UUD 1945]. Menurut Mahkamah, pembatasan bagi

peserta Pemilu untuk mengajukan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dalam Pasal 158 UU 8/2015 merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk Undang-Undang untuk menentukannya sebab pembatasan demikian logis dan dapat diterima secara hukum sebab untuk mengukur signifikansi perolehan suara calon. Mengenai

syarat pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 UU 8/2015 berlaku bagi siapapun Pemohonnya ketika mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dalam pemilihan gubernur, bupati, dan walikota

11. Begitu juga halnya dengan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Nomor 58/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, yang pada pokoknya menyatakan bahwa pasangan calon dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota pada dasarnya memiliki kedudukan hukum (legal standing) [vide Pasal 1 angka 3 dan angka 4 serta Pasal 157 ayat (4) UU 8/2015], namun dalam hal mengajukan permohonan pasangan calon tersebut harus memenuhi persyaratan, antara lain sebagaimana ditentukan oleh Pasal 158 UU 8/2015;

12. Berdasarkan uraian tersebut di atas, karena persentase perbedaan perolehan suara Pemohon dengan Pihak Terkait tidak sesuai dengan Pasal 158 ayat (2) UU 10/2016 dan Pasal 7 Ayat (2) PMK 1/2016maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dan oleh karenanya

Permohonan Pemohon Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke

Verklaard).

B. PERMOHONAN PEMOHON TIDAK JELAS (OBSCUUR LIBEL).

Menurut Termohon, Permohonan Pemohon tidak jelas dengan alasan sebagai berikut:

1. Bahwa setelahmembaca dan mencermati Permohonan Pemohon mulai dari halaman 13 sampai dengan halaman 49 ternyata dalil-dalil yang diajukan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur libel) sehingga tidak memenuhi syarat suatu Permohonan dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima.

2. Dalil Pemohon mengenai adanya kecurangan dalam penghitungan dan rekapitulasi suara, pengurangan dan penggelembungan suara tidak jelas, karena Pemohon tidak menyebutkan kapan, dimana, siapa dan bagaimana kecurangan tersebut dilakukan, berapa pengurangan suara milik Pemohon dan penggelembungan suara milik Pihak Terkait, dan berasal dari TPS mana saja. Dalil Pemohon mengenai adanya kesalahan pencatatan di berbagai TPS pada beberapa Kecamatan yang merujuk kepada Formulir C1-KWK juga tidak jelas atau kabur, karena selain keliru dalam membaca data pada Formulir C1-KWK juga Pemohon tidak menjelaskan apakah kesalahan pencatatan tersebut sudah dikoreksi atau tidak pada waktu

rekapitulasi tingkat PPK dan apa korelasi kesalahan pencatatan tersebut -jika benar (quod non)- dengan hasil perolehan suara Pasangan Calon.

3. Dalil Pemohon mengenai tuduhan adanya berbagai pelanggaran dalam proses pemungutan suara seperti adanya pemilih fiktif, mobilisasi pemilih, dan politik uang adalah dalil yang tidak jelas, karena Pemohon tidak mampu menjelaskan kapan, dimana, siapa dan bagaimana pelanggaran tersebut terjadi

4. Dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran yang terjadi secara struktur, sistematis dan massif tidak jelas, karena Pemohon tidak mampu menjelaskan apa saja pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan massif, serta kapan, dimana, siapa dan bagaimana pelanggaran tersebut terjadi. Pemohon juga tidak mampu menjelaskan bagaimana kaitan antara satu pelanggaran dengan pelanggaran lainnya sehingga bersifat terstruktur, sistematis dan massif.

5. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, terbukti dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur libel), sehingga Permohonan Pemohon haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

II. DALAM POKOK PERMOHONAN

II.A. PENDAHULUAN: GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PEMILIHAN

1. Bahwa, sebelum Termohon menjawab seluruh dalil-dalil yang diajukan Pemohon, terlebih dahulu Termohon akan menguraikan pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai Tahun 2017 untuk memberikan gambaran kepada Mahkamah, bahwa pelaksanaan Pemilihan pada telah berjalan secara tertib dan damai, sesuai dengan asas-asas Pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.

2. Gambaran umum pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Morotai meliputi:

a. Pelaksanaan Pendaftaran dan Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai Tahun 2017;

b. Pemutakhiran Data Pemilih, penyusunan DPS dan DPT. c. Sosialisasi Pelaksanaan Pemilihan;

d. Pemungutan, Penghitungan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai Tahun 2017.

II.A.I. PELAKSANAAN PENDAFTARAN DAN PENETAPAN PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PULAU MOROTAI TAHUN 2017