• Tidak ada hasil yang ditemukan

melihat dengan matanya sendiri Perkara ini diceritakannya dalam kitab pengembaraannya, ketika membicarakan para Qad

di Damsyiq.

24

Al-Bukhari, Sahih, (Kitab bid’i al-khalq, bab qaulu-hu ta‘ala: wa

wahab-na li-Dawud Sulaiman ni‘ma al-‘abd inna-hu awwab), II,

h.166; dan Muslim, Sahih, (Kitab al-‘Aqdiyyah, bab bayan ikhtilaf

al-mujtahidin), II, h.57; Ahmad ibn Hanbal, Musnad, II, h.322 -

daripada hadith Abu Hurairah.

ini karena kami biasa menyebutkannya sebagai al- midyah.

Kritikan

Pertama: Nabi Dawud („a.s) merupakan khalifah Allah di bumi, yaitu seorang nabi yang diutuskan Allah kepada sekalian hamba-Nya dan diperintahkan untuk menyelesaikan masalah antara manusia dengan sebenar-benarnya (al-haq) seperti firman Allah:

“ Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil.”25

Dalam ayat-ayat yang lain pula, Allah memuji Dawud („a.s) dengan firman-Nya:

“ Dan ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) di waktu petang dan pagi. Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah. Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”26

Firman Allah seterusnya:

“ Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.”27 Seterusnya:

“ Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebahagian nabi-nabi itu akan sebahagian (yang lain), dan Kami berikan zabur kepada Dawud.”28

Nabi Dawud, seorang nabi yang Allah muliakannya dengan kitab zabur dan baginda terpelihara (ma‘sum) dari sebarang kesilapan, lebih-

25

Al-Qur‟an, surah Sad (38):26.

26

Al-Qur‟an, surah Sad (38):17-20.

27

Al-Qur‟an, surah Sad (38):40.

28

Al-Qur‟an, surah al-Isra‟ (17):55.

lebih lagi dalam memutuskan hukum dan keputusan seperti yang diturunkan oleh Allah.

“ Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang- orang yang fasiq.”29

Kini Nabi Sulaiman, anak Nabi Dawud menjadi pewaris ilmu dan hukumnya, dan baginda pula ma‘sum. Bagaimana mungkin Nabi Sulai- man menentang hukum ayahnya sedangkan baginda seorang yang paling mengetahui tentang sifat „ismahnya? Perbuatan menentang hukum seperti itu boleh membawa kepada mempersoalkan perbuatan Allah yang memilih Nabi Sulaiman sebagai nabi dan juga pada masa yang sama tidak menghormati ayahnya sendiri.

Kedua: Hadith ini jelas menunjukkan pertentangan di antara dua hukum yang bersumber dari dua orang nabi. Hal ini boleh memberikan implikasi bahwa salah seorang dari mereka melakukan kesalahan. Kalau hadith ini sahih, sedangkan kesalahan adalah ditegah dari berlaku kepada para nabi, lebih-lebih lagi dalam masalah hukum seperti yang diturunkan Allah (barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq.)

Ketiga: Zahir hadith ini menunjukkan Nabi Dawud („a.s) memutuskan hukuman ke atas anak itu dengan memihak kepada wanita yang lebih tua (al-kubra) tanpa sebarang bukti dan hanya berdasarkan semata- mata karena dia (wanita) itu lebih tua (al-kubra). Perkara sebegini hanya dilakukan oleh orang-orang yang jahil saja, yang tidak tahu hukum- hukum syarak dan tidak pula memahami prinsip keadilan. Sudah pasti Allah dan rasul-rasul-Nya tidak termasuk dalam golongan seperti ini. Keempat: Hadith ini jelas memperlihatkan bahwa Nabi Sulaiman membuat keputusan menyebelahi wanita yang lebih muda (al-sughra) semata-mata karena dia bimbang anak itu akan dibelah dengan pisau. Hal ini tidak mungkin menjadi dasar hukum, lebih-lebih lagi selepas wanita itu bersetuju menyerahkan anak itu kepada wanita yang lebih tua (al-kubra) dan ayahnya (Dawud) juga membuat keputusan sama seperti itu.

Kelima: Seseorang itu akan terus merasa hairan terhadap orang- orang yang mempercayai kebenaran Abu Hurairah pada ketika dia mengatakan, dia tidak pernah mendengar perkataan pisau (al-sikkin) disebutkan kecuali pada hari itu dan perkataan yang biasa mereka gunakan ialah al-midyah. Perkataan al-sikkin sebenarnya lumrah digunakan dalam percakapan Arab berbanding dengan perkataan al-

midyah. Tentulah tidak masuk akal, seseorang itu tidak dapat memahami makna perkataan al-sikkin jika dibandingkan dengan perkataan al-midyah, seolah-olah seperti kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Ia juga menunjukkan bahwa Abu Hurairah tidak pernah membaca dan mendengar firman Allah dalam surah Yusuf.30 Tiga ayat pada awalnya dan ayat keempat:

“ Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.”31

Abu Hurairah memeluk Islam selepas ayat ini diturunkan yaitu selepas tujuh tahun. Orang-orang Islam sering membacanya malam dan siang, dan dapat didengar dalam masa bersalat dan bersendirian dan pada sepanjang masa, yang merupakan ayat-ayat Makkiyyah:

“ dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (sikkinan).”32

Hal ini juga menunjukkan seolah-olah Abu Hurairah tidak pernah meriwayatkan sabda Rasulullah (s.„a.w) yang menyebutkan: “ Seseorang yang menjadi Qadi untuk memutuskan hukum di antara manusia, maka sesungguhnya dia adalah seperti disembelih tanpa menggunakan pisau.“33

20. Nabi Sulaiman bertukarganti 100 orang wanita dalam satu malam Al-Bukhari dan Muslim dengan isnadnya sampai kepada Abu Hurairah secara marfu‘ berkata: Sulaiman ibn Dawud berkata: Aku bertukar-tukar 100 orang wanita dalam satu malam. Setiap seorang melahirkan seorang anak yang berjuang ke jalan Allah. Seorang malaikat berkata kepadanya: Katakanlah insya-Allah maka dia tidak berkata-kata. Lalu dia bertukar silih berganti dengan wanita-wanita tadi, tetapi tidak seorang pun dari mereka melahirkan anak kecuali seorang wanita yang melahirkan orang bersifat separuh saja (kata

30

Surah Yusuf semuanya diturunkan di Makkah kecuali empat