• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengajar Sekaligus

Pendidik

Oleh: Heriyanto,S.H.I. Guru SMP Negeri 4 Gantung

o Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing

o G e n e r a l i z a t i o n ( m e n a r i k kesimpulan/generalisasi)

T a h a p g e n e r a l i s a s i / m e n a r i k kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

e. Sistem Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan

dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.

Model pembelajaran penemuan ini hanya merupakan salah satu dari sekian banyak model yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran, maka diharapkan seorang guru haruslah kreatif dalam merancang dan menggunakan berbagai model dan metode sesuai dengan situasi dan kondisi serta karakteristik siswa.

Opini

Tu g a s p e r a d a b a n y a n g s a n g a t berpengaruh terhadap masa depan bangsa. Berawal dari gurulah seorang murid mengenal ilmu, nilai, etika, moral, semangat, dan dunia luar yang masih asing bagi dirinya, khususnya mereka yang tinggal jauh dari pusat-pusat kota. Oleh karena itu, seorang guru tidak cukup hanya sekadar transfer of knowledge (memindah ilmu pengetahuan) dari sisi luarnya saja, tapi juga transfer of value (memindah nilai) dari sisi dalamnya. Perpaduan dalam dan luar inilah yang akan mengokohkan bangunan pengetahuan, moral, dan kepribadian murid dalam menyonsong masa depannya. Kalau sekadar memindah ilmu pengetahuan, moral, dan kepribadian murid dalam menyonsong masa depannya. Kalau sekadar memindah ilmu pengetahuan saja, masa depan murid akan terancam. Sebab, moralitas dan integritas mereka rapuh, jika hanya memindah nilai saja tanpa menstransfer keilmuan yang memadai, mereka terancam pada gelombang salju dan tembok tebal kemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan. Keduanya penting, dan

harus berjalan seiring, tidak boleh ada yang dimarginalkan dari yang lain. Oleh karena itu, seorang guru yang selama ini hanya berpikir sesaat saja, dalam ar ti hanya sekadar memberikan pengajaran, tanpa peduli terhadap perubahan sikap, perilaku, dan moralitas anak didiknya secara komprehensif. G u r u t i d a k b o l e h m e l e m p a r tanggungjawabnya dengan berbagai alasan dan argumentasi yang absurd dan klise. Misalnya, itu bukan tanggungjawab guru, agama, tanggungjawab komite sekolah dan lain-lain.

Masyarakat akan melihat dan memantau sikap perilaku seorang guru. Kalau sikap perilakunya bisa menjadi cermin bagi anak didik, maka masyarakat akan semakin mencintainya. Namun jika tidak, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat akan protes dan melaporkan guru tersebut karena mencemarkan nama baik sekolah. Karena tugas seorang guru adalah mengajar sekaligus mendidik, maka keteladanan dari seorang guru menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar. Keteladanan bagaikan anak panah uru adalah aktor penting kemajuan peradaban bangsa ini. Dialah yang diharapkan mampu

G

membentuk kepribadian, karakter, moralitas, dan kapabilitas intelektual generasi muda bangsa ini. Inilah tugas besar yang diharapkan dari seorang guru.

Memahami Tugas

Guru sebagai

Pengajar Sekaligus

Pendidik

Oleh: Heriyanto,S.H.I. Guru SMP Negeri 4 Gantung

y a n g l a n g s u n g m e n g e n a i s a s a r a n . Keteladanan menjadi senjata ampuh yang tidak bisa dilawan dengan kebohongan, rekayasa, dan tipu daya. Keteladalan adalah suatu yang dipraktikkan, diamalkan bukan hanya dikhutbahkan, diperjuangankan, diwujudkan, dan dibuktikan. Oleh karena itu, keteladanan menjadi perisai budaya sangat tajam yang bisa mengubah sesuatu secara cepat dan efektif. Keteladanan adalah perilaku yang sesuai dengan norma, nilai, dan aturan yang ada dalam agama, adat-istiadat, dan aturan negara. Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Sebagai pemeluk agama, guru berkewajiban menaati aturan-aturan yang ada pada agama. Sebagai bagian dari penduduk suatu daerah, guru berkewajiban menghormati norma yang ada. Dan, sebagai warganegara, guru berkewajiban mematuhi aturan negara yang ada.

Tanggung jawab menaati ketiga aturan tersebut bagi guru menjadi lebih, karena ia adalah sosok yang digugu dan ditiru. Ucapannya digugu(didengarkan), dan sikap perilakunya ditiru. Melihat tugas dan fungsinya yang agung dan mulia inilah, seorang guru menjadi pahlawan bangsa yang sangat besar jasanya dalam mengantarkan anak didik menjadi kader-kader andal yang siap memajukan bangsa ini ke arah yang lebih produktif dan kompetitif, bersanding dengan negara-negara maju lainnya. Menurut H e n d r a w a n ( 2 0 0 8 : 1 4 ) , m e n g i n g a t keteladanan guru sangat diharapkan bagi anak didik, seorang guru harus benar-benar mampu menempatkan diri pada porsi yang benar. Porsi yang benar yang dimaksudkan, bukan berarti bahwa guru harus membatasi komunikasinya dengan siswa atau bahkan

dengan sesama guru, tetapi yang penting bagaimana seorang guru tetap secara intensif berkomunikasi dengan seluruh warga sekolah, khususnya anak didik, namun tetap berada pada jalur dan batas-batas yang jelas. Seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk menjadi teman bagi siswanya, dan tempat siswanya berkeluh-kesah terhadap persoalan belajar yang hadapi. Namun, dalam p o r s i i n i , a d a s u a t u h a l y a n g m e s t i diperhatikan, bahwa dalam kondisi apapun, siswa harus tetap menganggap guru sebagai sosok yang wajib ia teladani, meski dalam praktiknya diperlakukan siswa layaknya sebagai teman.

Berkomunikasi secara intensif dengan seluruh siswa sangat penting bagi guru dalam upaya menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sebab, setiap siswa memiliki latar belakang berbeda dan potensi diri yang tentu berbeda pula. Potensi itu bias saja tersimpan rapi, jika guru tidak berupaya menggalinya. Dengan demikian, seorang guru harus mampu mendapat informasi itu dari siswanya agar bias diarahkan untuk hal-hal yang positif yang menunjang karier dan prestasi siswa.

Untuk menjadi teladan bagi siswa, bukanlah perkara mudah. Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Meski tidak mudah, bukan berarti mustahil dilakukan. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi. Dalam konteks keteladanan ini, kita patut belajar kepada para

ulama, khususnya mereka yang mengasuh sebuah pesantren.

Menurut Mustain Syafi'I (2002: 25), salah satu pengurus di madrasah Al-Qur'an Tebuireng Jombang, “Di dalam pesantren, aspek tarbiyah (pendidikan) lebih ditekankan daripada aspek ta'lim (pengajaran). Aspek tarbiyah berlangsung selama 24 jam. Kiai tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tapi juga memberikan keteladanan dalam sikap dan perilaku yang bias diamati dan diteladani santri-santrinya. Sebagaimana pesantren, lembaga pendidikan formal juga mempunyai

tugas dan tanggungjawab yang sama sebagai l e m b a g a p e n d i d i k a n y a n g b e r t u g a s melahirkan anak sukses, baik kapasitas intelektual maupun integritas moralnya. Guru sebagai pihak yang langsung berinteraksi dengan anak laksana kiai yang langsung berinteraksi dengan santri-santrinya. Disinilah pentingnya keteladanan dalam segala hal, sehingga perilaku seorang guru menjadi inpirasi bagi perubahan anak didik ke arah yang lebih baik sesuai dengan cita-cita agama, masyarakat bangsa dan negara.

BIODATA PENULIS

1 Nama HERIYANTO,S.H.I.

2 NIP 19840731 201001 1 010 3 Jabatan Guru

4 Pangkat / Gol. Ruang Penata / III C

5 TempatdantanggalLahir Seri Tanjung/ 31 Juli 1984 6 Jeniskelamin Laki-laki

7 Agama Islam 8 Mata pelajaran yang

diajarkan

Pendidikan Agama Islam (PAI)

9 Masakerja guru 10 tahun 2 bulan 10 Pendidikanterakhir S1/ Syari’ah/ Akta 4 11 AlamatSekolah a. Namasekolah b. Jalan c. Desa d. Kecamatan e. Kabupaten f. Propinsi g. KodePos SMP Negeri 4 Gantung JalanPulauDaporDusunSelumar Selinsing Gantung Belitung Timur

Kepulauan Bangka Belitung 33471

y a n g l a n g s u n g m e n g e n a i s a s a r a n . Keteladanan menjadi senjata ampuh yang tidak bisa dilawan dengan kebohongan, rekayasa, dan tipu daya. Keteladalan adalah suatu yang dipraktikkan, diamalkan bukan hanya dikhutbahkan, diperjuangankan, diwujudkan, dan dibuktikan. Oleh karena itu, keteladanan menjadi perisai budaya sangat tajam yang bisa mengubah sesuatu secara cepat dan efektif. Keteladanan adalah perilaku yang sesuai dengan norma, nilai, dan aturan yang ada dalam agama, adat-istiadat, dan aturan negara. Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Sebagai pemeluk agama, guru berkewajiban menaati aturan-aturan yang ada pada agama. Sebagai bagian dari penduduk suatu daerah, guru berkewajiban menghormati norma yang ada. Dan, sebagai warganegara, guru berkewajiban mematuhi aturan negara yang ada.

Tanggung jawab menaati ketiga aturan tersebut bagi guru menjadi lebih, karena ia adalah sosok yang digugu dan ditiru. Ucapannya digugu(didengarkan), dan sikap perilakunya ditiru. Melihat tugas dan fungsinya yang agung dan mulia inilah, seorang guru menjadi pahlawan bangsa yang sangat besar jasanya dalam mengantarkan anak didik menjadi kader-kader andal yang siap memajukan bangsa ini ke arah yang lebih produktif dan kompetitif, bersanding dengan negara-negara maju lainnya. Menurut H e n d r a w a n ( 2 0 0 8 : 1 4 ) , m e n g i n g a t keteladanan guru sangat diharapkan bagi anak didik, seorang guru harus benar-benar mampu menempatkan diri pada porsi yang benar. Porsi yang benar yang dimaksudkan, bukan berarti bahwa guru harus membatasi komunikasinya dengan siswa atau bahkan

dengan sesama guru, tetapi yang penting bagaimana seorang guru tetap secara intensif berkomunikasi dengan seluruh warga sekolah, khususnya anak didik, namun tetap berada pada jalur dan batas-batas yang jelas. Seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk menjadi teman bagi siswanya, dan tempat siswanya berkeluh-kesah terhadap persoalan belajar yang hadapi. Namun, dalam p o r s i i n i , a d a s u a t u h a l y a n g m e s t i diperhatikan, bahwa dalam kondisi apapun, siswa harus tetap menganggap guru sebagai sosok yang wajib ia teladani, meski dalam praktiknya diperlakukan siswa layaknya sebagai teman.

Berkomunikasi secara intensif dengan seluruh siswa sangat penting bagi guru dalam upaya menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sebab, setiap siswa memiliki latar belakang berbeda dan potensi diri yang tentu berbeda pula. Potensi itu bias saja tersimpan rapi, jika guru tidak berupaya menggalinya. Dengan demikian, seorang guru harus mampu mendapat informasi itu dari siswanya agar bias diarahkan untuk hal-hal yang positif yang menunjang karier dan prestasi siswa.

Untuk menjadi teladan bagi siswa, bukanlah perkara mudah. Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Meski tidak mudah, bukan berarti mustahil dilakukan. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi. Dalam konteks keteladanan ini, kita patut belajar kepada para

ulama, khususnya mereka yang mengasuh sebuah pesantren.

Menurut Mustain Syafi'I (2002: 25), salah satu pengurus di madrasah Al-Qur'an Tebuireng Jombang, “Di dalam pesantren, aspek tarbiyah (pendidikan) lebih ditekankan daripada aspek ta'lim (pengajaran). Aspek tarbiyah berlangsung selama 24 jam. Kiai tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tapi juga memberikan keteladanan dalam sikap dan perilaku yang bias diamati dan diteladani santri-santrinya. Sebagaimana pesantren, lembaga pendidikan formal juga mempunyai

tugas dan tanggungjawab yang sama sebagai l e m b a g a p e n d i d i k a n y a n g b e r t u g a s melahirkan anak sukses, baik kapasitas intelektual maupun integritas moralnya. Guru sebagai pihak yang langsung berinteraksi dengan anak laksana kiai yang langsung berinteraksi dengan santri-santrinya. Disinilah pentingnya keteladanan dalam segala hal, sehingga perilaku seorang guru menjadi inpirasi bagi perubahan anak didik ke arah yang lebih baik sesuai dengan cita-cita agama, masyarakat bangsa dan negara.

BIODATA PENULIS

1 Nama HERIYANTO,S.H.I.

2 NIP 19840731 201001 1 010 3 Jabatan Guru

4 Pangkat / Gol. Ruang Penata / III C

5 TempatdantanggalLahir Seri Tanjung/ 31 Juli 1984 6 Jeniskelamin Laki-laki

7 Agama Islam 8 Mata pelajaran yang

diajarkan

Pendidikan Agama Islam (PAI)

9 Masakerja guru 10 tahun 2 bulan 10 Pendidikanterakhir S1/ Syari’ah/ Akta 4 11 AlamatSekolah a. Namasekolah b. Jalan c. Desa d. Kecamatan e. Kabupaten f. Propinsi g. KodePos SMP Negeri 4 Gantung JalanPulauDaporDusunSelumar Selinsing Gantung Belitung Timur

Kepulauan Bangka Belitung 33471

Perkembangan Pendidikan di Indonesia tentunya patut segera menjadi perhatian, mengingat laju pendidikan yang “terasa” stagnan ditengah kemajuan pendidikan dunia. Tak perlu memandang jauh, mari tengok tetangga sebelah, yang sekitar tahun 1960-1980 menjadikan Indonesia sebagai kiblat pendidikannya, mempercayakan Tenaga Pendidik mereka untuk ramai-ramai belajar dan mempelajari Sistem Pendidikan di Indonesia. Lalu bandingkan 5 (lima) tahun belakangan, menurut Malaysia Education Promotion Centre (MEPC), tahun 2014 ada 14 ribu mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Malaysia. Sementara, hanya ada 6 ribu pelajar Malaysia yang menuntut ilmu di Indonesia. Selanjutnya, menurut data dari UNESCO pendidikan di Indonesia menempati peringkat

ke-10 dari 14 negara berkembang. Nampak jelas ada sesuatu yang hilang, atau bahkan terlupakan dalam perkembangan pendidikan di negeri ini. Dalam hal ini, menurut penulis, salah satu yang patut segera menjadi perhatian adalah Guru.

Sebagai salah satu tolak ukur dalam perkembangan pendidikan, membangun peradaban. Tak salah jika kita menjadikan sejarah bangkitnya jepang setelah hancur lebur dihantam bom atom sebagai bukti bagaimana besarnya peran guru dalam p e r k e m b a n g a n p e n d i d i k a n , b a h k a n peradaban suatu negara, Jepang yang pada saat itu Porak Poranda, kini meroket menjadi salah satu negara maju di dunia, setelah meletakkan kepercayaan kepada Guru untuk membangkitkan dan memajukan negara. Perjuangan Kemerdekaan Indonesia tentunya juga tak lepas dari peran para pendidik yang m a m p u m e n g h a s i l k a n c e n d i k i a w a n -cendikiawan yang kemudian menjadi Founding Fathers. Tokoh Pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dengan filsosofinya sudah sepatutnya menjadi panutan, “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani,” sudah selayaknya terpatri dalam diri pendidik di negeri ini, tanpa terkecuali. Lalu endidikan menjadi agenda penting bagi sebuah Negara, tak terkecuali Indonesia. Bahkan

P

tertuang Jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”, begitulah kira-kira yang tertulis di dalamnya, sebagai salah satu tujuan negara, cita-cita berdirinya negara tercinta.

GURUKU,

Dokumen terkait