• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Sinergi Bank dengan Lembaga Keuangan Mikro

VI. STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN SYARIAH

6.2. Program Pengembangan Usaha Mikro Berbasiskan Kemitraan Syariah

6.2.4. Membangun Sinergi Bank dengan Lembaga Keuangan Mikro

Dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat sebagai pelaku usaha mikro dan kecil, Bank Syariah sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan BPRS, KBMT, dan KSP Syariah sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat usaha kecil dan mikro. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat dalam sebuah bentuk kemitraan. Kemitraan itu berupa pembinaan manajerial koperasi, pengembangan sistem keuangan mikro dan kerjasama pembiayaan bagi para pengusaha kecil dan mikro. Sehingga tercipta sebuah sinergi yang kuat antara Bank Syariah dengan Lembaga Keuangan Mikro dalam membangun sebuah masyarakat wirausaha yang dapat diandalkan dalam pembangunan daerah.

Tujuan dibangunnya sinergip antara Bank Umum Syariah dengan BPRS, KBMT, dan KSP Syariah adalah untuk:

(1) Memberdayakan peranan BPRS, KBMT, dan KSP Syariah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS);

(2) Meningkatkan profesionalitas pengelola LKMS;

(3) Meningkatkan layanan dan operasional LKMS sebagaimana layaknya sebuah Lembaga Perbankan dengan kapasitas yang lebih kecil;

(4) Menjadikan LKMS sebagai perpanjangan tangan dari Bank Umum Syariah, terutama untuk Usaha Kecil dan Mikro;

(5) Membantu pembiayaan LKMS dalam memperluas jaringan usaha.

Pola kerjasama Sinergi antara Bank Syariah dengan Lembaga keuangan Mikro Syariah diterapkan dalam dua tahap yakni:

(2) Kerjasama Pembiayaan;

(3) Kerjasama Penghimpunan Dana Masyarakat

Dalam kerjasama peningkatan manajemen, Bank Umum Syariah akan membantu LKMS dalam beberapa tahapan yang bertujuan memberikan proses justifikasi terhadap sistem kerja dan teknik operasional LKMS berdasarkan sistem kerja dan teknik operasional standar Bank Umum Syariah. Tahapan kerjasama peningkatan manajemen dari Bank Umum Syariah kepada LKMS adalah berupa:

(1) In House Training (pembekalan pengetahuan teoritis) (2) On the Job Training (magang penerapan kerja) (3) Pembinaan Operasional LKMS secara profesional

Program In House Training merupakan tahapan awal peserta untuk memperoleh pengetahuan teoritis tentang sistem kerja dan teknik operasi lembaga keuangan syariah, kemudian dilanjutkan dengan program magang yang merupakan pelatihan dengan melibatkan peserta untuk dapat melihat dan mencoba secara langsung praktek kerja dengan sistem keuangan syariah pada Bank Umum Syariah yang menjadi mitra.

Program magang pada Bank Umum Syariah mempunyai tujuan sebagai berikut: (1) Menguji kemampuan setiap peserta terhadap penguasaan materi yang

diberikan pada program teori di kelas agar peserta dapat mengaplikasikannya dalam praktek dan menjustifikasi setiap masalah-masalah yang ditemukan dalam pekerjaan;

(2) Menguji kemampuan apakah setiap peserta sesuai dengan posisi pekerjaannya di LKMS.

Program Pembinaan Operasional merupakan kelanjutan dari program teori dan magang yang telah dilaksanakan oleh para pelaksana dari LKMS untuk meyakinkan bahwa operasional LKMS telah sesuai dengan apa yang diperoleh dari program sebelumnya. Permasalahan yang muncul di lapangan oleh para peserta pelatihan dapat dikonsultasikan secara langsung kepada tim pembinaan yang ditunjuk oleh Bank Umum Syariah. Jangka waktu pembinaan disepakati antara pihak Bank Umum Syariah dengan pihak LKMS, misalnya, untuk waktu 3 (tiga) atau 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga.

Program Kemitraan berikutnya adalah Program Kerjasama Pembiayaan antara Bank Umum Syariah dengan LKMS yang dapat dibagi dalam 3 (tiga) bentuk, yakni:

(1) Joint Financing (Pembiayaan Bersama) (2) Channeling Agent (Agen Pembiayaan) (3) Placement (Penempatan Dana)

Pembiayaan bersama dilakukan oleh LKMS dan Bank Umum Syariah. Hal ini dilakukan untuk usaha-usaha yang dinilai layak, namun membutuhkan pembiayaan melebihi kemampuan LKMS. Bank Umum Syariah akan melakukan evaluasi kelayakan terhadap usaha yang akan dibiayai. Apabila dianggap layak, maka bagian penyertaan dana Bank Umum Syariah akan diserahkan kepada LKMS sesuai dengan ketentuan internal Lembaga Bank Umum Syariah. Dalam hal ini, resiko pembiayaan akan ditanggung secara proporsional oleh Bank Umum Syariah dan LKMS, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan dari hal-hal yang diperjanjikan.

Channeling Agent atau agen pembiayaan dilakukan apabila terdapat usaha-usaha yang layak dibiayai, namun karena sesuatu hal LKMS tidak dapat ikut membiayai. Dalam

hal ini, LKMS akan bertindak sebagai “Agen Pembiayaan” dari Bank Umum Syariah. Tugas LKMS adalah untuk menyalurkan pembiayaan dan melakukan tugas pengawasan terhadap obyek yang dibiayai, sedangkan resiko pembiayaan sepenuhnya berada pada Bank Umum Syariah. LKMS akan mendapatkan “agent fee” atau dalam operasional keuangan syariah disebut sebagai “ujrah” atas transaksi tersebut.

Cara ketiga dari pola program pembiayaan bersama adalah Bank Umum Syariah menempatkan sejumlah dana di LKMS dengan mempertimbangkan tingkat kesehatan LKMS. Dana yang akan ditempatkan Bank Umum Syariah tersebut sepenuhnya menjadi wewenang LKMS untuk menyalurkannya ke usaha-usaha yang layak disertai tanggung jawab penuh atas pengembalian dana dan hasil usaha pada saat perjanjian pembiayaan jatuh tempo.

Ketiga pola program pembiayaan tersebut di atas, dapat diterapkan secara berbeda-beda pada masing-masing LKMS sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kesehatan pengelolaan masing-masing lembaga tersebut. Dapat pula pada suatu LKMS, ketiga program tersebut diterapkan sekaligus. Misalnya, untuk pembiayaan yang mempengaruhi CAR (Capital Adequacy Ratio) dan melebihi BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) BPRS digunakan pola joint financing, untuk pembiayaan di atas Rp 25 juta sampai dengan BMPK BPRS atau kemampuan LKMS non BPRS digunakan pola

channeling agent, sedangkan untuk pembiayaan di bawah Rp 25 juta digunakan pola

placement.

Di samping itu, kemitraan dilakukan pula dalam pengumpulan dana masyarakat, seperti tabungan haji yang dihimpun oleh LKMS pada saat pendaftaran haji dapat dilakukan langsung di LKMS tersebut dengan memanfaatkan jaringa n yang dimiliki oleh

Bank Umum Syariah sebagai Bank Penerima Setoran Siskohat (Sistem Komputer Haji Terpadu) Departemen Agama. Juga idle fund dari LKMS dapat ditempatkan pada Bank Umum Syariah yang menjadi mitranya dengan membuat sebuah fund management

bersama.

Skema sinergi antara Bank Umum Syariah dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam rangka menjangkau masyarakat pelaku usaha mikro dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6.2.4.1.Sinergi Bank Umum dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Dengan membangun sinergi melalui program kemitraan yang dilakukan antara Bank Umum Syariah dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang akan

SINERGI Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Umum Syariah PEMBINAAN OPERASIONAL PENINGKATAN MANAJEMEN IN HOUSE TRAINING ON THE JOB TRAING KERJASAMA PEMBIAYAAN KERJASAMA PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT

JOINT FINANCING FUND

CHANNELING CHANNELING AGENT FUND MANAGEMENT PLACEMENT

diteruskan lagi dengan kemitraan bersama para pengusaha mikro dan kecil yang ada di sekitar wilayah LKMS tersebut, maka diharapkan dapat mengembangkan usaha-usaha mikro dan kecil yang akan sulit jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan murni. Di sisi lain, sinergi ini juga akan meningkatkan kemampuan BPRS, BMT, dan KSP Syariah sebagai lembaga keuangan mi kro alternatif. Dengan sinergi tersebut, pada akhirnya pengembangan ekonomi masyarakat yang sebagian berada di sektor usaha mikro dan kecil, insya Allah akan dapat terwujud.