• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Komunikas

4) Memperbaiki hubungan

Beberapa hal penting yang perlu disadari untuk mendapatkan komunikasi yang sempurna, misalnya kesiapan jauh sebelumnya, pemilihan kata yang tepat dan waktu penyampaian yang tepat pula, sehingga diharapkan terjadinya

komunikasi yang sempurna. Secara keseluruhan komunikasi membutuhkan suasana psikologi yang positif dan penuh kepercayaan.

Dikemukakan bahwa kegagalan utama dalam berkomunikasi muncul bila isi pesan tidak dipahami secara cermat. Pada pihak lain, kegagalan lainnya muncul karena gangguan dalam hubungan insan yang berasal dari kesalahpahaman. Hal ini tumbuh dari rasa frustasi, kemarahan dan kebingungan (kadang-kadang muncul ketiga hal tersebut sekaligus) sebagai akibat kegagalan awal dalam pemahaman. Keadaan jenis ini cenderung mempertentangkan komunikator-komunikator yang terlibat sehingga penanganannya menjadi sulit.

Jenis pemahaman lainnya yang berpengaruh besar dalam hubungan insan adalah memahami motivasi orang lain. Kadang-kadang komunikasi dilakukan bukan untuk menyampaikan informasi atau untuk mengubah sikap seseorang , tapi hanya untuk dipahami.

5) Tindakan

Banyak orang yang berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada gunanya bila tidak memberi hasil sesuai dengan apa yang diharapkan. DeVito (1997), menyatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu :

a) Keterbukaan pikiran

Keterbukaan yang menunjukkan adanya sikap untuk saling terbuka antara pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya.

b) Empati, yaitu kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya dalam peran terhadap orang lain.

c) Kepositipan, yaitu sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

d) Dukungan, yaitu sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya komunikasi tersebut, tetapi pihak yang diajak berkomunikasi sudah menolak sejak awal, maka komunikasi yang diharapkan tidak akan terjadi. e) Kesamaan, yaitu adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak

yang berkomunikasi. Misalnya, adanya unsur kesamaan bahasa dan budaya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif.

Untuk mengukur tingkat efektivitas komunikasi Sekolah Lapang, dalam penelitian ini diamati perilaku petani yang berhubungan dengan peubah kognitif, afektif dan konatif. Pelaksanaannya dengan melakukan kajian terhadap aktifitas dan proses komunikasi petani dengan pemandu lapang dalam kegiatan diseminasi teknologi pertanian yang direkomendasikan pada program tersebut.

Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak:

1) Kognitif, yaitu meningkatan pengetahuan komunikan.

2) Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi.

3) Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu (Jahi 1988).

Selanjutnya, Jahi (1988) berpendapat bahwa secara ideal untuk mencapai komunikasi yang efektif, makna yang diterima dari suatu pesan harus sama dengan makna yang dimaksud oleh pengirim pesan. Komunikasi yang efektif mampu mencegah berbagai konflik (perselisihan), terutama yang didasari oleh kesalahpahaman atau penerimaan yang tidak tepat.

Effendy (2001) mengatakan agar terjadi komunikasi yang efektif, maka komponen-komponen komunikasi perlu diperhatikan mulai dari komunikator, pesan, saluran dan komunikan sebagai sasaran komunikasi.

1) Komunikator

Seorang komunikator harus terpercaya (credible), agar mendapat kepercayaan dari komunikan. Komunikator akan mampu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik.

2) Pesan

Schramm (1971) dan Effendi (1993) menyebutkan bahwa agar pesan mendapat tanggapan baik dari komunikan hendaknya: (a) pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan,

(b) pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman bersama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama mengerti, (c) pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak.

3) Saluran

Menurut teori komunikasi pembangunan, saluran terdiri dari dua tahap. Pada tahap awal, arus informasi pembangunan yang dilancarkan oleh pemerintah melalui berbagai media pada mulanya akan diterima oleh pemuka masyarakat. Pada tahap berikutnya, pemuka masyarakat akan meneruskan informasi tersebut kepada orang-orang yang berada disekitarnya (Effendy 1993). Teori ini menyimpulkan bahwa pemuka masyarakat merupakan saluran komunikasi yang penting, dan hal ini sejalan dengan pendapat Rogers (2003) bahwa saluran komunikan yang dapat dipergunakan dalam proses difusi inovasi adalah media massa dan media interpersonal.

4) Komunikan

Dalam bahasannya tentang difusi inovasi, Rogers (2003) menyatakan bahwa komunikan adalah anggota suatu sistem sosial. Ia menyebutkan komunikasi adalah kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terkait dalam kerjasama. Effendy (2003) mengatakan bahwa komunikan akan menerima suatu pesan apabilah berada dalam kondisi sebagai berikut ini: (a) apabila komunikan benar-benar mengerti apa yang dimaksud dari komunikator, (b) pada saat dia mengambil keputusan, dia sadar bahwa keputusannya sesuai dengan tujuannya, (c) pada saat mengambil keputusannya bersangkutan dengan kepentingan pribadinya, dan (d) mampu menempatinya baik secara mental ataupun secara fisik.

Faktor-faktor Keefektivan Komunikasi

Menurut Schramm dan Donald (1971) kondisi yang harus dipenuhi untuk membangkitkan tanggapan yang diinginkan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Pesan yang dirancang sedimikian rupa harus menarik.

2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhhan tersebut.

4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Berkaitan dengan itu, maka para ahli komunikator biasanya memulai dengan meneliti sedalam-dalamnya tujuan dari komunikan dan menempatkan pengetahuan tentang komunikan sebagai ketentuan utama dalam komunikasinya. Pengetahuan tentang komunikan dimaksud meliputi :

1) Waktu yang tepat untuk suatu pesan.

2) Bahasa yang digunakan agar pesan dapat dimengerti. 3) Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif. 4) Jenis kelompok di mana komunikasi akan dilksanakan.

Selajutnya, Schramm (1971) menyatakan bahwa faktor penunjang komunikasi efektif mencakup dua komponen, yaitu komponen-komponen komunikan dan komponen komunikator.

Faktor pada Komponen Komunikan

Berkaitan dengan komponen komunikan, ada empat kondisi yang harus dipenuhi, meliputi :

1) Komunikan benar-benar memahami dan mengerti dengan baik pesan komunikasi.

2) Pada saat dia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya sesuai dengan tujuannya.

3) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

4) Ia mampu untuk menempatinya, baik secara mental mapun secara fisik.

Cutlip dan Allen (1971) mengemukakan fakta fundamental yang perlu diingat oleh komunikator:

1) Komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain satu sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial.

2) Karena itu setiap orang adalah subjek bagi berbagai pengaruh, diantaranya adalah pengaruh dari komunikator.

3) Komunikan membaca, mendengarkan dan menonton komunikasi yang manyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam

4) Tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus menguntungkan bagi komunikan.

Faktor pada Komponen Komunikator

Ditinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi efektif terdapat dua faktor penting, yaitu keterpercayaan sumber (source credibility) dan daya tarik komunikator (source attractiviness). Dua hal tersebut didasarkan pada kebutuhan utama dari seorang komunikan untuk menerima suatu pesan, yang mencakup:

1) Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar, jadi komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana dia memperoleh kepercayaan dari komunikan, dan apa yang dinyatakannya.

2) Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator atau bentuk hubungan lainnya dengan komunikator akan sukses dalam komunikasinya, apabilah dia berhasil memikat perhatian komunikan.

Kepercayaan kepada komunikator (Source Credibility) ditentukan dari keahliannya untuk dapat atau tidak dipercaya. Beberapa penilitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan. Lebih dikenal dan disenanginya komunikator oleh komunikan, lebih cenderung komunikan untuk mengubah kepercayaan kearah yang dikehendaki komunikator.

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui daya tarik (Source Atractiveness), jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara memuaskan. Misalnya, komunikator dapat disenangi atau dikagumi sedemikian rupa, sehingga pihak komunikan akan menerima kepuasan dari usaha menyamakan diri dengannya melalui kepercayaan yang diberikan. Atau komunikator dianggap mempunyai kesamaan dengan komunikan sehingga komunikan tunduk kepada pesan yang dikomunikasikan.

Keefektivan Komunikasi SL-PTT Padi

Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi

Sekolah lapang mulai diperkenalkan di Indonesia belum lama ini, dan disosialisasikan pertama kali pada kegiatan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu Tahun 1990. Empat tahun kemudian, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) telah dilaksanakan di lebih dari 10.000 desa di Indonesia. Sedangkan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedele) dimulai Tahun 2007. Program ini merupakan program pengembangan dari program yang ada sebelumnya, seperti SL-PHT dan SL-I. Saat ini program SL-PTT telah dilaksanakan diseluruh Provinsi di Indonesia dan sudah menjangkau setiap Kabupaten dan Desa.

SL-PTT Padi diharapkan mampu memberdayakan petani agar memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha taninya, kemandirian dalam menumbuhkan dan memecahkan masalahnya sendiri, serta kemampuan dalam menstransfer ilmunnya ke petani lainnya, dengan demikian akan tercipta petani yang tangguh, dalam arti ahli mengelola usaha taninya, ahli meneliti, ahli menyuluh dan ahli mengajar petani lainnya. Pada akhirnya petani memiliki daya tahan dan mampu beradaptasi terhadap sumber daya alam yang semakin terbatas, serta memiliki daya kompetisi yang tinggi terhadap gejolak perubahan pasar yang semakin kompetitif.

Pendekatan inilah yang dihadirkan dalam SL-PTT Padi, PTT Padi merupakan landasan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta sarat dengan pengetahuan. Kegiatan PTT Padi yang bercirikan usaha pengembangan merupakan kegiatan terpadu dan sinergis. Para petani, konsumen, penyuluh, masyarakat luas, pembuat kebijakan, aparat pemerintah pusat dan daerah, semuanya memiliki andil dalam program dan gerakan ini. PTT Padi menyediakan peluang bagi berbagai pihak untuk menghimpun dan bekerjasama, demi satu tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

Gambar 2. Skema percepatan adopsi PTT dalam SL-PTT (Sumber : Panduan Pelaksanaan SL-PTT Padi Deptan, 2008)

Keseluruhan proses belajar - mengajarnya di dalam program SL-PTT Padi dilakukan di lapangan. Hamparan SL-PTT Padi adalah hamparan sawah milik petani peserta program penerapan SL-PTT Padi. Dalam lokasi atau hamparan sawah dengan luas 25 ha, satu ha diantaranya adalah Laboratorium lapang (LL) tempat praktek petani anggota SLPTT Padi. Di sekolah lapang seolah-olahnya seorang murid dan guru, dimana petani sebagai murid dan sebagai guru adalah pemandu lapang I dan pemandu lapang II. Antara murid dan guru tidak ada perbedaan, yang diutamakan adalah kebersamaan, masing-masing dapat menerima dan memberi pengetahuan.

SL-PTT Padi ini kurang lebih sama dengan sekolah yang ada dalam suatu ruangan, yaitu mempunyai kurikulum tersendiri dan aturan-aturannya. Ada evaluasi pra dan pasca kegiatan dan juga sertifikat. Pelaksanaannya adalah memiliki hamparan sawah seluas 25 ha, 24 ha diantaranya untuk SLPTT dan satu ha lainnya untuk laboratorium lapang (LL).

SLPTT Padi bertujuan mempercepat alih teknologi dengan pelatihan dari peneliti atau nara sumber lainnya. Nara sumber memberikan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang telah dikembangkan kepada pemandu lapang I (PL1) sebagai

TOMT (Training of Master Trainer). PL I terdiri dari penyuluh pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan pengawas benih tanaman (PBT) tingkat provinsi yang telah di latih di tingkat nasional (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. BB-Padi). Seterusnya PL I menurungkan iptek tersebut kepada PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT dan PBT tingkat Kabupaten dan Kota. Pelatihan bagi PL II diselenggarakan di tingkat provinsi dan materinya diberikan oleh nara sumber dan PL I. Pelatihan bagi pemandu lapang diselengarakan di Kabupaten/Kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian, POPT dan PBT tingkat kecamatan/desa. Materi pelatihan diberikan oleh narasumber dan PL II.

Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani disekitarnya. Seiring dengan perjalanan waktu dan tahapan SL-PTT, petani diharapkan merasa memiliki PTT yang dikembangkan.

Mekanisme Pelaksanaan SL-PTT Padi

Pelaksanaan SL-PTT terdiri dari beberapa tahap diantaranya tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengamatan, tahap evaluasi pelaksanaan SL-PTT, workshop dan laporan. Untuk persiapan SL-PTT diantaranya pemilihan desa dan hamparan lahan sawah seluas 25 ha, beserta kelompok tani. Dalam hamparan 25 ha terdapat satu ha yang merupakan laboratorium lapang (LL). Selain itu dilakukan pemilihan petani peserta, tempat dan area (LL), bahan dan alat belajar, materi dan waktu belajar. Persiapan ini dibahas dan dilakukan di tingkat desa/kecamatan dan ditingkat kelompok tani.

Pertemuan ditingkat desa dan kecamatan dilakukan untuk mendapakan dukungan dari aparat desa dan pejabat kecamatan dalam hal penentuan lokasi, jumlah dan nama calon peserta. Pada pertemuan ini ditentukan juga waktu pertemuan di kelompok tani. Pertemuan persiapan SL-PTT Padi di tingkat kecamatan diupayakan kehadiran Camat, KCD, POPT dan penyuluh pertanian untuk menentukan desa yang akan dijadikan lokasi SL-PTT Padi. Pertemuan ditingkat desa mengikut sertakan pemuka desa, tokoh masyarakat, penyuluh pertanian, POPT, ketua gapoktan, ketua kelompok tani, dan tokoh wanita tani.

Perempuan di persiapakan ditingkat desa dan kecamatan dilakukan empat sampai lima kali sebelum SL-PTT Padi dimulai.

Pertemuan persiapan di tingkat kelompok tani merupakan upaya inventarisasi kelompok tani, nama, dan luas garapan masing-masing petani di lokasi atau kawasan SL-PTT Padi seluas 25 Hektar. Dalam pertemuan dibicarakan waktu pelaksanaan SL- PTT Padi, kegiatan mingguan, lokasi laboratorium lapang, tempat belajar, materi pelajaran dan PRA. Dalam kelompok tani dilakukan pembagian kelompok tani menjadi sub-sub kelompok. Perkelompok anggotanya 20-30 petani. Pertemuan di tingkat petani dilakukan paling lambat tiga minggu sebelum SL-PTT Padi dimulai.

Tahap pelaksanaan proses belajar dalam SL-PTT Padi berlangsung secara periodik menurut studi tanaman, aktivitas pengelolaan hama dan penyakit tanaman padi, dan kemungkinan terjadinya anomali iklim. Pertemuan periodik dimulai beberapa minggu sebelum tanam untuk melihat potensi, kendala, dan peluang melalui pelaksanaan PRA. Pertemuan berikutnya dilakukan pada saat pengolahan tanah, pembuatan persemaian, pemupukan, pengairan, dan pada saat tanam padi dalam fase anakan maksimum, primordial, bunting, berbunga, pengisian bulir, panen, dan pascapanen. Adakalanya diperlukan pertemuan non reguler jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya kerusakan saluran irigasi atau serangan hama dan penyakit tanaman.

Proses belajar pada SL-PTT di kerjakan pada pagi hari dengan waktu enam jam, supaya petani masih mempunyai waktu untuk mencari nafkah dan kegiatan lainnya. Disiapkan tabel sebagai jadwal kegiatan belajar dan bekerja pada kelompok tani SL-PTT Padi, agar pengaturan waktunya dapat teratur dengan baik.

Apabilah tugas rutin mereka telah selesai dilakukan, maka diteruskan dengan pengamatan yang dilakukan sendiri oleh petani. Baik kondisi lahan ataupun pertumbuhan tanaman di lokasi SL-PTT, petani mampu mengamati dengan baik dan mendiskusikan dengan petani lainnya esok harinya. Dalam pengamatan dianjurkan untuk mengamati sebanyak-banyaknya perubahan- perubahan pertumbuhan yang terjadi misalnya: cuaca, keadaan air, populasi hama dan musuh alaminya. Kerusakan tanaman, tingkat hijauan warna daun padi,

kerusakan tanaman, tinggi tanaman, jumlah rumpun yang diamati paling sedikit dua rumpun, ini untuk memudahkan perhitungan tingkat kerusakan tanaman oleh hama pemakan daun, seluruh kejadian harus teramati dan tercatat dalam buku yang telah disiapkan sebelumnya.

Mekanisme pelaksanaan dilapangan dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 3. Bagan alur pelaksanaan SL-PTT Padi (Suryana dkk, 2008)

Adopsi Inovasi

Menurut Rogers (2003) inovasi adalah suatu ide, penerapan atau praktek teknologi atau sumber yang dianggap baru oleh seseorang. Sebuah inovasi biasanya terdiri dari dua komponen yaitu komponen ide dan komponen obyek yang berupa aspek material atau produk fisik dari ide tersebut. Inovasi berkaitan dengan tiga hal penting, yaitu :

1) Variasi merupakan modifikasi bentuk sesuatu yang telah ada sebelumnya 2) Subtitusi adalah dimana ide atau bahan baru digunakan untuk mengganti

3) Mutasi adalah kombinasi dan reorganisasi elemen-elemen yang telah ada atau penggabungan elemen lama dengan yang baru.

Ukuran kebaharuan dari suatu inovasi adalah bersifat subyektif menurut pandangan individu, sehingga diterima atau ditolaknya suatu inovasi merupakan suatu proses mental sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil untuk menolak atau menerima inovasi tersebut. Menurut Rogers (2003) kecepatan adopsi inovasi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

1) Keuntungan relatif (relative advantage), yaitu ketika suatu inovasi lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang lama.

2) Kesesuaian (compatability), yaitu ketika suatu inovasi masih tetap konsisten dengan nilai-nilai budaya yang ada.

3) Kerumitan (complexity), yaitu ketika suatu inovasi mempunyai sifat-sifat yang rumit sulit dipahami dan diikuti.

4) Dapat dicoba (trialabilitiy), yaitu ketika suatu inovasi dapat diuji coba dengan mudah sesuai situasi dan kondisi setempat.

5) Mudah diamati (observabilitiy), yaitu ketika suatu inovasi segera dapat dilihat atau kasat mata dan dirasakan hasilnya.

Masalah-masalah yang cukup mendasar yang dialami di negara-negara berkembang adalah masalah proses transformasi, melalui pengalihan, penerapan, dan pengembangan ilmu dan teknologi. Proses transformasi industri di dalam Negara-negara terbelakang, dapat dipandang sebagai proses pembangunan guna mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Difusi inovasi menurut Rogers (2003), merupakan bentuk khusus komunikasi. Ciri komunikasi adalah pesan-pesan yang disebarluaskan berisi ide- ide, praktek ataupun hal-hal baru. Difusi dapat diartikan sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di kalangan warga dalam suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan - pesan yang bersifat inovatif (ide baru), sedangkan pengkajian komunikasi meliputi telaah terhadap semua bentuk pesan. Perbedaan lainnya adalah bahwa di dalam riset komunikasi kita hanya memperhatikan pada perubahan sikap dan pengetahuan komunikan tanpa memperhatikan resiko

terjadinya perubahan tingkah laku yang tampak dari komunikan. Akan tetapi riset difusi, lebih mengarahkan perhatian pada perubahan tingkah laku yang tampak, dimana komunikan menyatakan menerima atau menolak inovasi yang diberikan, bukan sekedar perubahan sikap dan pengetahuan saja.

Dengan begitu, ada empat unsur utama dalam difusi inovasi yaitu inovasi, saluran-saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial sebagai berikut:

1) Inovasi

Inovasi ataupun unit adopsi yang lain (misanya organisasi). Tidak begitu penting apakah suatu ide yang dimaksud memang benar-benar baru secara objektif jika diukur menurut urutan waktu sejak hal itu pertama kali dipakai atau ditemukan. Kebaruan menurut persepsi sesorang terhadap ide menentukan reaksi terhadap hal tersebut. Kalau ide tersebut tampak baru bagi seseorang, maka hal tersebut merupakan suatu inovasi. Kebaruan inovasi baik masyarakat tidak hanya menyangkut pengetahuan baru, karena bisa saja inovasi tersebut merupakan informasi lama namun masyarakat tersebut belum memutuskan sikap, untuk menyukai dan tidak menyukainya ataupun untuk menerima atau menolaknya. Oleh karena itu, aspek kebaruan dalam satu inovasi terlihat dari pengetahuan, persuasi, atau suatu kepuasan untuk mengadopsi.

2) Saluran –saluran Komunikasi

Komunikasi diartikan sebagai proses dimana partisipan menciptakan beberapa informasi dan menyebarkan informasi tersebut untuk mencapai suatu pengertian bersama. Difusi merupakan bentuk khusus dari komunikasi dimana informasi yang dipertukarkan menyangkut ide-ide baru. Inti dari difusi adalah pertukaran informasi dari satu individu ke individu lainnya.

3) Individu atau unit adopsi lain yang mengetahui atau berpengalaman menggunakan inovasi,

4) Individu lain atau unit lain yang belum menggunakan inovasi. 5) Saluran komunikasi yang menghubungkan kedua belah pihak.

Saluran komunikasi merupakan alat di mana pesan dapat sampai dari individu ke individu lainnya. Sifat dari hubungan pertukaran informasi antar sepasang individu menentukan kondisi-kondisi di mana seorang sumber akan atau tidak

akan menyampaikan inovasi ke penerima dan yang menentukan efek dari penyampaian tersebut. Prinsip yang mendasar dalam komunikasi adalah penyampaian ide terjadi antar dua individu yang memiliki kesamaan atau homofili. Homofili diartikan sebagai tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi adalah sama dalam atribut-atribut tertentu seperti keyakinan, pendidikan, status dan lainnya. Komunikasi akan berjalan efektif ketika dua individu homofilus.

6) Waktu

Waktu merupakan elemen terpenting dalam proses difusi. Dimensi waktu dalam proses difusi terkait dalam aspek berikut :

7) Proses keputusan inovasi dimana seseorang sejak pertama kali mengetahui inovasi sehingga menerima atau menolaknya.

8) Kemampuan penerimaan seorang individu maupun unit adopsi, yakni dalam hal kecepatan atau kelambatan relatif dalam mengadopsi suatu inovasi dibandingkan dengan anggota lain dari suatu sistem.

9) Kecepatan adopsi (rate of adoption) suatu inovasi di lingkungan suatu sistem, biasanya diukur melalui jumlah anggota sistem yang mengadopsi inovasi dalam jangka waktu tertentu.

10)Sistem sosial

Sistem sosial didefinisikan sebagai seperangkat unit yang saling berhubungan dan tergabung dalam upaya bersama memecahkan masalah untuk mencapai cita-cita bersama. Anggota atau unit sistem dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi atau unit. Penting untuk dicatat bahwa difusi terjadi di

Dokumen terkait