• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Data Mengenai Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

11. Mendapatkan pembebasan bersyarat

Pembebasan bersyarat yang merupakan bagian dari pada hukum nasional lebih menonjolkan pada segi pendidikannya dan pada masa percobaannya. Bagi narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat,

masa percobaannya merupakan masa peralihan dari alam tidak bebas ke alam merdeka. Dalam masa itu narapidana dibebani tanggung jawab untuk berperilaku lebih baik agar dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat. Hak mendapatkan pembebasan bersyarat merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi syarat pembebasan bersyarat tersebut sesuai ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Hak mendapatkan pembebasan bersyarat juga berlaku bagi para narapidana perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Menurut keterangan Bapak Dwi Murdanto yang menjabat sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Slalatiga tersebut, terdapat 2 narapidana perempuan yang telah mengajukan pembebasan bersyarat dan hal ini sedang diproses oleh pihak RUTAN untuk menentukan tindakan selanjutnya. Dari pemaparan tersebut pihak Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga telah memenuhi hak narapidana perempuan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat terlihat saat narapidana perempuan mengajukan permohonan pembebasan bersyarat dan langsung diproses oleh pihak RUTAN tersebut. 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas

Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.Pk.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, yang di maksud Cuti Menjelang Bebas sebagaimana pasal I ayat (3) : "Cuti Menjelang Bebas adalah proses

pembinaan Narapidana dan Anak Pidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik." Mendapatkan cuti menjelang bebas juga merupakan salah satu hak dari narapidana. Narapidana dapat menerima hak ini apabila telah memenuhi ketentuan dan syarat yang telah diatur oleh undang – undang.

Begitu juga dengan para narapidana perempuan yang ada di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Menurut pemaparan Ka Subsie Peltah Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga ini apabila terdapat narapidana perempuan yang telah memenuhi syarat dan sesuai ketentuan yang berlaku maka narapidana tersebut dapat menerima haknya untuk cuti menjelang bebas.

13. Mendapatkan hak – hak narapidana sesuai dengan peraturan

perundang – undangan yang berlaku

Pemenuhan hak tidak hanya untuk seseorang yang tidak melanggar hukum saja melainkan termasuk juga semua warga negara yang terampas kemerdekaannya dalam hal ini para narapidana maupun tahanan yang sedang menjalani masa hukumannya di dalam penjara. Terkhusus narapidana perempuan yang memiliki hak kodratinya sebagai perempuan yang telah dimilikinya sejak lahir.

Hak narapidana perempuan belum diatur secara khusus di Indonesia namun sebagai narapidana secara umum telah diatur hak – hak sebagai narpidana yaitu dalam Undang – Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Ada pula hak lain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1999, yang dimaksud dengan hak-hak lain yang terkait dengan hak-hak Narapidana adalah hak politik, hak memilih, dan hak keperdataan lainnya. Hak politik bagi narapidana adalah hak menjadi anggota partai politik sesuai dengan aspirasinya. Sedangkan hak memilih bagi narapidana merupakan suatu hak yang diberikan kepada narapidana untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga memang telah terlaksana hak narapidana perempuan untuk memilih seperti kemarin yang telah terjadi yaitu saat Pilkada Kota Salatiga dan sebelumnya juga terlaksana Pilpres di dalam Rutan. Mereka mengikuti dan memilih sesuai hati nurai mereka. Namun sebelum pemilihan berlangsung mereka agaknya kurang informasi tentang para calon yang akan dipilihnya hal ini dikarenakan kurangnya informasi dari media massa.

Hak keperdataan juga merupakan suatu hak yang harus didapatkan oleh narapidana. Hak keperdataan ini meliputi:

a.Surat menyurat dengan keluarga dan sahabatnya;

Surat yang dimaksud disini meliputi surat kawat, paket, dan barang- barang cetakan serta segala tulisan beserta barang-barang lain yang dapat digunakan untuk memberitakan apapun. Surat ini tidak dapat dikirim atau diterima langsung oleh narapidana, tetapi harus melewati tahap pemeriksaan petugas keamanan Lembaga Pemasyarakatan.

Seperti yang terjadi di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga ada beberapa narapidana perempuan yang menerima paket kiriman barang dari keluarga dan hal ini diterima oleh pihak Rutan dan diserahkan langsung kepada terpidana yang bersangkutan selama isi paket tersebut tidak

melanggar ketentuan perundang – perundangan setelah dibuka dan diperiksa oleh petugas Rutan.

b.Izin keluar Lembaga Pemasyarakatan dalam hal-hal luar biasa.

Izin keluar dari Lembaga Pemasyarakatan diberikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarkatan. Izin ini berlaku hanya 24 jam dan tidak boleh menginap. Sedangkan yang dimaksud dengan hal-hal luar biasa adalah sesuatu yang bersifat urgent, seperti adanya keluarga yang meninggal atau sakit keras; menjadi wali atas pernikahan anaknya dan membagi warisan.

Seperti halnya di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga yaitu salah satu narapidana perempuan harus keluar Rutan untuk menghadiri pemakaman sang kakak, maka narapidana tersebut meminta izin kepada Kepala Rutan setelah semua prosedur terpenuhi hingga Kepala Rutan menyetujuinya. Narapidana perempuan tersebut keluar untuk menghadiri pemakaman namun hanya 2 jam saja. Hal ini sudah sesuai ketentuan yaitu izin keluar narapidana tidaklah boleh keluar melebihi 24 jam.

Dalam hal ini pihak Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga telah menjalankan tugasnya untuk memberikan izin kepada narapidana untuk keluar Rutan karena adanya kepentingan yang mendesak.

Pada hakekatnya seorang perempuan memiliki hak kodratinya yang telah dimiliki sejak lahir. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mengatur secara tegas tentang perlindungan terhadap hak khusus setiap perempuan antara lain : dalam Pasal 48 menjelaskan hak perempuan atas pendidikan dan pengajaran, Pasal 49 perempuan berhak atas kesehatan reproduksi, Pasal 50 berisi hak atas

perbuatan hukum yang mandiri dan dalam Pasal 51 menjelaskan hak perempuan atas perkawinan, perceraian dan pengasuhan anak. Semua hak tersebut tidaklah boleh dikesampingkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun meskipun juga telah menjadi seorang narapidana.

Dengan demikian telah jelas diatur tentang hak seorang perempuan yang seharusnya diperhatikan pemenuhannya oleh para petugas Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban para petugas Rutan dan Pemerintah untuk memenuhi hak setiap narapidana perempuan.

Hak untuk mengurus perkawinan, perceraian dan mengasuh anak seperti yang ada dalam Pasal 51 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Rumah Tahanan belum terlaksana dengan baik memang jika ada keperluan mendadak seperti ingin mengurus perceraian atau pernikahan Kepala Rumah Tahanan akan memberikan izin untuk keluar Rutan namun tidak untuk menginap akan tetapi dalam hal hak pengasuhan anak tidaklah terpenuhi karena anak tidak boleh tinggal di dalam Rutan bersama ibunya jadi anak dan ibu harus terpisah jika sang Ibu menjadi seorang narapidana. Hal ini melanggar Hak Asasi para narapidana yang telah menjadi ibu. Maka dari itu perlu adanya peraturan khusus untuk mengatur hal tersebut agar tidak melanggar hak para narapidana perempuan.

Tidaklah adil jika hanya melihat dari segi hak Ibu saja yang sedang menjalani masa hukumannya. Namun, juga sangat penting untuk memperhatikan hak anak dari para narapidana perempuan tersebut. Meskipun Ibunya sedang menjalani masa hukuman menjadi seorang narapidana, namun

seorang anak tetaplah anak yang seharusnya tidak menerima hukuman juga. Sangat perlu diperhatikan jika seorang Ibu memiliki bayi ataupun anak yang masih di bawah umur sedangkan sang Ibu harus menjalani hukuman di dalam Rutan. Maka sangatlah sedikit waktu anak tersebut untuk bertemu Ibunya yaitu hanya saat jam kunjungan keluarga.

Hal ini juga terjadi di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Dimana beberapa narapidana perempuan memiliki bayi dan anak di bawah umur. Namun hanya 4 jam dalam 1 minggu mereka dapat bertemu dengan anak mereka. Padahal sesuai ketetuan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 14 ayat 2 yang menyatakan bahwa :

Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:

a.bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

b.mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c.memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan d.memperoleh Hak Anak lainnya.

Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut sangatlah penting untuk memperhatikan hak anak. Meskipun harus terpisah dari orang tua yang sedang menjalani hukuman di Rutan, namun harus tetap diperhatikan terpenuhinya hak dari anak para terpidana. Di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga sangatlah tidak memperhatikan hak anak para terpidana hal ini terlihat dari meskipun narapidana tersebut memiliki anak namun tetap tidak ada waktu khusus yang diperuntukkan untuk Ibu dan anak bertemu. Hal ini sangat melanggar hak anak karena sang anak tidak mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan maupun perlindungan dari orang tua kandungnya.

Di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga juga terdapat seorang narapidana yang memiliki bayi dan bayi tersebut masih membutuhkan ASI sang Ibu namun seperti yang kita ketahui bahwa Ibu dan bayi tersebut hanya dapat bertemu jika ada jam kunjungan keluarga. Jadi sang anak tidak dapat memperoleh ASI dari ibunya secara otomatis dari pihak keluarga yang merawat bayi tersebut hanya memberika susu formula sebagai pengganti dari ASI Ibunya. Hal ini sangatlah memprihatinkan karena hak anak sangatlah terampas untuk mendapatkan perawatan dari Ibunya.

Negara dan pemerintah haruslah memperhatikan hak perlindungan anak. Sesuai Ketentuan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 20 telah jelas disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. Sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Perlu adanya peraturan khusus untuk mengatur para narapidana perempuan terkhusus yang memiliki bayi ataupun anak yang masih di bawah umur.

Di samping itu, tidak hanya Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga saja yang belum memperhatikan hak khusus narapidana perempuan. Namun, memang belum terdapat peraturan yang secara khusus mengatur tentang narapidana perempuan. Maka dalam hal ini penulis menganalisis pelaksanaan hak narapidana perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Hal ini penulis meninjau dari segi Hak Asasi Manusia. Karena HAM adalah hak paling mendasar yang dimiliki sebagai seorang manusia.

Memang dalam pelaksaannya Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia khususnya Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga yang sedang

diteliti oleh penulis telah menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku tetapi di sini penulis melihat bahwa antara narapidana laki – laki maupun perempuan sangatlah tidak berimbang. Sesuai dengan Badan Internasional yaitu PBB pada Tahun 1957 mengeluarkan

“standart minimum rules for the treatment of prisoners”yang artinya setiap

narapidana saat menjalani hukuman harus dipenuhi syarat dan hak-haknya, seperti buku regestrasi, pemisahan narapidana pria dan wanita, dewasa dan anak-anak, fasilitas akomudasi yang memadai, pakaian, tempat tidur, makanan sehat, hak olahraga, hak mendapatkan pelayanan dokter atau hak kesehatan.

Dan menurut standart umum dari PBB inilah, penulis belum menemukan fakta di lapangan. Dimana memang antara narapidana laki – laki dan perempuan ada pemisahan blok. Namun, masih dalam satu bangunan yang sama dan petugas Rutan yang sama. Maka hal ini dapat berdampak pada sistem pemsyarakatan dan akan terjadi kurang terpenuhinya hak narapidana perempuan. Dikarenakan sebagian besar atas perlakuan yang sama dengan narapidana laki – laki.

Menurut penulis fakta di lapangan tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 2 yaitu :

ayat (2) : Pembinaan narapidana wanita dilaksanakan di LAPAS wanita. Dengan tidak adanya Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan khusus di Kota Salatiga ini dapat menyebabkan keamanan narapidana perempuan kurang diperhatikan. Penulis melihat hal ini dampak dari kurangnya petugas perempuan melainkan lebih banyak petugas laki – laki. Sehingga tidak ada khusus kepala wanita yang menangani narapidana perempuan di dalam Rutan. Hal ini membuktikan Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga kurang

memperhatikan dengan tidak adanya perlakuan dan struktur khusus untuk narapidana perempuan.

Seperti terlihat bahwa kurangnya perhatian untuk para narapidana perempuan. Maka perlu ada peraturan dan Lembaga Pemasyarakatan khusus untuk narapidana perempuan.

Dokumen terkait