• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Mendukung Peran Aktif Perempuan dalam Struktur Pemerintahan Gampong Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu

KABUPATEN ACEH UTARA) Cut Laely, Murniati 1)

2. Upaya Mendukung Peran Aktif Perempuan dalam Struktur Pemerintahan Gampong Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu

Luckman (1990) sosialisasi dibagi menjadi dua, yaitu sosilaisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Dalam hal ini yang dilakukan kecamatan adalah sosialisasi sekunder. Pihak kecamatan memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat khususnya perempuan tentang aturan-aturan yang mengharuskan perenpuan untuk ikut berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Kecamatan Syamtalira Aron diperoleh keterangan:

“Kami, kecamatan menghimbau agar kaum perempuan lebih aktif karena kita lihat banyak generasi muda perempuan yang memiliki potensi yang baik. Namun kembali lagi ke aturan masyarakat gampong yang menerima/menolak peran aktif perempuan di struktur pemerintahan gampong.” (Sulaiman, Syamtalira Aron, 24/06/2019)

Himbauan pihak kecamatan tentunya dengan mensosialisasikan aturan-aturan mengenai keharusan peran aktif perempuan dalam pemerintahan gampong seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengharuskan partisipasi dan peran perempuan dalam pemerintahan gampong dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan agar aspirasi perempuan dapat tersalurkan dengan baik. Hal itu dibenarkan oleh informan berikut yang menjabat sebagai Sekretaris PKK Kecamatan Syamtalira Aron:

“Dari pihak kecamatan beberapa kali diadakan penyuluhan atau sosialisasi, salah satunya dengan tema “Emansipasi Wanita” dengan tujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap perempuan yang tidak hanya bergelut dengan urusan rumah saja, tetapi perempuan juga dapat ikut berperan aktif dalam pemerintahan gampong. Dengan kegiatan tersebut diharapkan setiap gampong dapat diberdayakan para perempuannya.” (Nazariyah, Syamtalira Aron, 22/12/2018)

Kebiasaan dan pola pikir masyarakat gampong memang sangat sulit diubah jika tidak ada dukungan moral dari pemerintah gampong sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang anggota masyarakat Gampong Blang, ia menyuarakan harapannya:

“... untuk pemerintahan gampong atau masyarakat sebaiknya dapat merubah pola pikirnya terhadap kaum perempuan sehingga dapat menerima kontribusi dan peran aktif dari perempuan untuk ikut dalam pemerintahan gampong... sayang jika perempuan harus berada di rumah saja” (Cut Farisa, Gampong Blang, 22/06/2019)

Menurut informan permasalahan yang terjadi saat ini disebabkan pola pikir yang tidak terbuka sehingga terjadinya sikap penolakan terhadap kontribusi perempuan untuk ikut berperan

aktif dalam pemerintahan. Perempuan terasing dari kehidupan sosial yang lebih luas, tidak dapat bebas berpendapat, bertindak, dan berkontribusi seperti yang dilakukan kaum laki-laki. Menanggapi hal ini, salah seorang akademisi perempuan menyatakan:

“... kesenjangan gender... seharusnya ada pergerakan dari pemerintah, setidaknya memulai pada satu gampong untuk melakukan pendampingan di masyarakat untuk menjalankan pelatihan, pengembangan diri... sehingga wacana pikir masyarakat dapat diubah dan dapat bergerak maju menerima perubahan terhadap peran serta kaum perempuan di pemerintahan gampong.” (Maryam, Bukit Indah, 15/09/2019)

Keberhasilan yang diperoleh dengan berbagai program yang dibuat akan membawa dampak yang baik, yang dapat membawa perubahan bagi kemajuan kehidupan kaum perempuan, dimana dengan wacana pikir yang maju dan berkembang maka perempuan dapat diberikan peluang dan akses untuk berada di ruang publik, maka suara dan aspirasi perempuan akan dapat disalurkan sesuai dengan kebutuhan kaum perempuan sendiri.

3. Pembahasan

Posisi kaum perempuan di dalam pemerintahan gampong sangatlah menentukan kekuasaan dan status perempuaan itu sendiri, dimana peran aktif perempuan dapat mengubah pandangan kaum perempuan di hadapan kaum laki-laki. Keterlibatan memungkinkan kaum perempuan dapat menyalurkan aspirasi dan kreatifitas demi kemajuan gampong. Peran perempuan dalam pemerintahan gampong sendiri sangatlah dibutuhkan baik dalam proses perumusan maupun pelaksanaan kebijakan di tingkat gampong. Namun dikarenakan tidak adanya kekuasaan yang dipegang oleh kaum perempuan maka dari situlah kaum perempuan tidak dapat ikut berperan aktif dan tidak mempunyai kedudukan di struktur pemerintahan gampong.

Disebabkan pemegang kekuasaan atau kepemimpinan adalah dari kaum laki-laki, seluruh masyarakat menerima dan berpegang teguh dengan ideologi ini. Apabila kita lihat secara lebih mendalam, posisi perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat menunjukkan bahwa posisi laki-laki di atas posisi perempuan. Perempuan hakekatnya berada di bawah kaum laki-laki-laki-laki sehingga ruang gerak perempuan terbatas oleh pandangan yang sudah membudaya di kalangan masyarakat gampong.

Hakekat yang menjadikan kaum perempuan berada di bawah kaum laki-laki dianggap menjadi masalah bagi sebagian masyarakat gampong dimana hal tersebut sudah tertanam kuat di kalangan masyarakat. Pemberontakan dari sebagian perempuan adalah suatu bentuk aspirasi yang disuarakan. Namun sangat disayangkan karena faktor ideologi yang tertanam sejak turun temurun maka tidak tampak kemauan politik elite gampong untuk mengubah situasi.

Ideologi patriarki tersebut menjadi salah satu struktur terpenting di dalam masyarakat gampong, karena terus dijunjung tinggi dan dianggap tidak merugikan kaum perempuan. Pada hakekatnya kaum perempuan sangat merasa dirugikan dikarenakan kaum perempuan tidak dapat menentang apa yang telah menjadi kesepakatan kaum laki-laki. Hak yang dimiliki kaum perempuan untuk berperan aktif di pemerintahan gampong hanya diwakili oleh kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan hanya dapat menerima apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Dengan demikian suara dari kaum perempuan tetap saja tidak tersalurkan karena yang lebih memahami kebutuhan dan keinginan kaum perempuan adalah perempuan itu sendiri.

Masyarakat sendiri seharusnya mengetahui pentingnya perempuan dalam pemerintahan gampong yang telah tertera di prosedur dan undang-undang desa itu sendiri. Namun yang kita ketemui di Gampong Blang tidak ada satu orangpun dari kaum perempuan yang ikut berperan aktif dan namanya tertera di struktur pemerintahan gampong. Faktanya kaum perempuan juga sangat dibutuhkan dalam pembangunan gampong. Kaum laki-laki dan perempuan sejatinya dapat menjadi tim yang solid dalam memajukan pembangunan gampong, bukan malah mengenyampingkan peran kaum perempuan yang dianggap sebagai pelengkap saja.

Apabila melihat kehidupan sehari-hari masyarakat gampong Blang terdapat pembatasan terhadap akses pergaulan kehidupan sosial. Pembatasan akses pergaulan kehidupan sosial juga diperketat dengan penekanan atas cara bersikap dan berpikir sesuai keinginan masyarakat. Keadaan tersebut adalah sebuah doktrin yang terus ditanamkan pada setiap individu baik perempuan atau laki-laki sehingga terciptanya ruang-ruang yang berjarak antara aktivitas kehidupan laki-laki dan aktivitas kehidupan perempuan.

Ruang-ruang pembatas antara hak dan kewajiban kaum laki-laki dan kaum perempuan membuat kesenjangan yang dapat merugikan kaum perempuan. Pengotakan ini membuat aspirasi perempuan tidak dapat sepenuhnya disalurkan. Pemikiran masyarakat sudah terdoktrin agar kehidupan perempuan hanya untuk mengurusi rumah tangga, seperti memasak, menjaga anak-anak, mengurus suami, dan pekerjaan rumah lainnya. Hal ini yang membatasi kehidupan perempuan untuk dapat mengaktualisasikan diri mereka pada bidang kehidupan yang lebih luas atau memperoleh akses ke ruang publik. Maka bisa dikatakan kaum perempuan kurang diperhatikan di ruang lingkup gampong. Perhatian pemerintahan gampong terfokus pada kinerja kaum laki-laki yang dianggap lebih kuat dan mampu mengurus pemerintahan gampong sehingga timbulnya pembatasan akses terhadap perempuan untuk dapat berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Kehidupan sosial masyarakat sangat menentukan posisi seseorang di

dalam masyarakat, dimana kebiasaan masyarakat menjadi batasan untuk kaum perempuan untuk tidak dapat dengan leluasa ikut berperan di dalam kebijakan pemerintahan.

Sesungguhnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan laki-laki dan perempuan. Setiap individu baik laki-laki ataupun perempuan terlahir dengan biologis yang sama. Terjadinya ketimpangan antara peran laki-laki dan perempuan bukan berasal dari perbedaan fisik dan kepribadian antara laki-laki dan perempuan. Namun peran aktif perempuan di dalam struktur pemerintahan gampong terhambat oleh lembaga yang mengatur dan memiliki pengaruh terhadap pilihan individu dalam kelompok masyarakat.

Hambatan yang berasal dari lembaga gampong membawa pengaruh besar terhadap kaum perempuan. Sejumlah kelompok masyarakat menolak ikut sertanya perempuan untuk berperan aktif dalam pemerintahan gampong. Penolakan tersebut banyak mempengaruhi masyarakat gampong yang dikarenakan kekuasaan sekelompok elite masyarakat yang didengar oleh masyarakat lainnya untuk menolak peran aktif perempuan dalam pemerintahan gampong. Penolakan tersebut dilakukan karena sebab pola pikir yang menilai ketidakpantasan kaum perempuan untuk duduk dan memiliki jabatan di pemerintahan gampong, sehingga ruang lingkup peran perempuan sebatas untuk mendukung keputusan dan perencanaan yang telah dibuat oleh kaum laki-laki dan perempuan sendiri hanya menjadi pelengkap untuk kemajuan gampong.

Secara intelektual kaum perempuan di Gampong Blang mengaku telah mengerti dan memahami tugas dan fungsi struktur pemerintahan gampong. Namun para perempuan yang telah memiliki kapasitas intelektual yang cukup untuk memiliki posisi dalam struktur pemerintahan gampong tetap saja tidak diberikan peluang atau kesempatan untuk berkontribusi atau berperan aktif dalam pemerintahan gampong. Kebijakan untuk mempersempit peluang dan kesempatan berkontribusi atau berperan aktif dalam pemerintahan gampong dipengaruhi oleh keputusan orang tua gampong (tuha peut) sebagai lembaga resmi pemerintahan gampong dan menjadi penasehat untuk geucik gampong. Tidak adanya dukungan moral dari pemerintahan gampong yang mendorong perempuan untuk diikutsertakan dalam struktur pemerintahan gampong membuat segalanya menjadi lebih sulit bagi kaum perempuan.

Masyarakat yang terdiri dari individu-individu menjadi sebuah kelompok tertentu yang memiliki kebudayaan sendiri. Masyarakat Gampong Blang dalam menilai sebuah tindakan dan sikap individu merujuk kepada nilai dan norma yang berlaku. Masyarakat membentuk pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak setiap anggota masyarakatnya berdasarkan kebudayaan atau kebiasaan yang sudah berlaku secara turun-temurun. Salah satu faktor utama penghambat peran aktif perempuan dalam struktur pemerintahan gampong disebabkan karena budaya dan

adat-istiadat. Adat-istiadat yang dianut masyarakat Gampong Blang mengatur perempuan agar tidak ikut terlibat dalam pemerintahan gampong. Berbagai alasan dijadikan sebagai landasan agar perempuan dipersempit ruang geraknya untuk berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Misalnya karena rapat aparatur gampong sering diadakan pada malam hari, tidak diizinkan oleh suami, kondisi perempuan tidak sekuat laki-laki, dan berbagai dalih lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa aturan-aturan pelarangan terhadap peran aktif perempuan di dalam struktur pemerintahan gampong berdasarkan kebudayaan dan adat-istiadat yang berlaku.

Adat istiadat yang dipegang teguh masyarakat gampong menjadikan perempuan untuk patuh dan ikut dalam setiap keputusan yang melarang ruang gerak perempuan agar tidak dapat ikut berperan. Ruang gerak kaum perempuan sebatas kegiatan rumah yang turun temurun wajib dilakukan dan dikerjakan oleh perempuan. Adat istiadat tersebut sulit untuk dihilangkan di tengah masyarakat Gampong Blang karena adat-istiadat menjadi kendala utama untuk perempuan ikut berperan aktif dalam pemerintahan gampong.

Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Dari penelitian ini melihat faktor yang yang menjadi penyebab sulitnya perempuan untuk berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong sehingga timbul upaya untuk menghilangkan kesenjangan yang terjadi di masyarakat gampong untuk dapat menerima peran perempuan dalam struktur pemerintahan gampong.

Pihak kecamatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap peranan perempuan dalam struktur pemerintahan gampong. Pihak kecamatan memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat khususnya perempuan tentang aturan-aturan yang mengharuskan perempuan untuk ikut berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Pihak kecamatan juga telah menghimbau seluruh kaum perempuan di kecamatan Syamtalira Aron khususnya Gampong Blang agar kaum perempuan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Himbauan tersebut tentunya dengan mensosialisasikan aturan-aturan mengenai keharusan peran aktif perempuan dalam pemerintahan gampong.

Dalam realitanya upaya yang dilakukan pihak kecamatan melalui pemerintahan gampong terhadap perubahan pola pikir masyarakat yang mengenyampingkan posisi dan kedudukan kaum perempuan di pemerintahan gampong masih saja belum efektif dan dapat dikatakan tidak berhasil. Realitasnya terlihat bahwa hak dan peran aktif perempuan masih tidak ada di dalam struktur pemerintahan gampong. Masyarakat gampong masih menganggap bahwa perempuan tetap tidak pantas berada di pemerintahan gampong dan tidak sanggup mengemban jabatan di dalam

pemerintahan gampong sehingga urusan pemerintahan gampong sepenuhnya dipegang dan dikuasai oleh kaum laki-laki.

Dampak dari kesenjangan tersebutlah yang membuat masyarakat sulit untuk maju dan berkembang untuk memandirikan diri sendiri dan gampong. Masyarakat yang masih memegang teguh ideologi, budaya adat istiadat dan kebiasaan pola pikir masyarakat gampong tersebutlah yang membuat sulitnya menerima perubahan-perubahan yang dilakukan demi kemajuan, sehingga upaya yang berulang kali dilakukan juga tidak dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Posisi dan kedudukan kaum perempuan pun tetap saja dianggap tidak terlalu penting karena merasa semua masalah dapat diatasi oleh kaum laki-laki.

Keterlibatan perempuan dalam pembangunan sangat penting dan mendesak untuk diwujudkan. Hal itu membuat kaum perempuan mampu mengembangkan kemandirian dan keterampilan diri, serta mampu memapankan perekonomian diri sendiri. Dampak baik tersebut juga dapat mendorong perkembangan dan kemajuan gampong di masa mendatang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di lapangan, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Peran aktif perempuan sangat minim disebabkan masih adanya keterbatasan ruang gerak bagi kaum perempuan untuk ikut berperan aktif dalam struktur pemerintahan Gampong Blang. Hal ini didorong oleh tidak adanya kekuasaan, kuatnya batasan kehidupan sosial masyarakat, penolakan kelompok masyarakat, ideologi patriaki (penekanan peran pada laki-laki), serta yang menjadi faktor mendasar adalah faktor budaya masyarakat Gampong Blang.

2. Kecamatan berupaya meningkatkan peran aktif kaum perempuan dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan, serta memberikan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat khususnya kaum perempuan tentang pentingnya perempuan untuk ikut berperan aktif dalam struktur pemerintahan gampong. Program tersebut diharapkan dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap peran perempuan dalam pemerintahan gampong untuk bisa menerima dan memberi akses bagi kaum perempuan agar dapat berperan aktif di dalam struktur pemerintahan gampong.

DAFTAR PUSTAKA

Agnia, D. (2016). Kajian Kritis Budaya Patriarkhisme dalam Agama dan Keadilan Perempuan (Studi Ketentuan Poligami dalam UU No. 1 Tahun 1974). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Lampung.

Berger, P. L. & Luckmann, T. (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi

Pengetahuan. LP3ES.

Berry, D. (2003). The Principle of Sociology. PT RajaGrafindo Persada.

Jabarullah (2016). Partisipasi Perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Studi di Gampong Meunasah Blang Kandang Kota Lhokseumawe). Skripsi. FISIP Universitas Malikussaleh.

Fakih, M. (2004). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar.

Fitri, L. A. (2009). Studi Feminis: Kritik atas Paradigma Feminisme Liberal. UIN Sunan Ampel. Moekijat (2001). Peranan Kepala Desa dalam Masyarakat. PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Musrifah, M. (2018). Feminisme Liberal dalam Novel Sepenggal Bulan Untukmu Karya Zhaenal Fanani. Lingua Franca: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 2(1).

Nasution, Z. (2002). Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. PT. RajaGrafindo Persada.

Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG) Blang.

Ritzer, G. (2008). Teori Sosiologi Modern. Kencana.

Silalahi, U. (2009). Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama. Soekanto, S. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers.

Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Wardiah (2006). Keterlibatan Wanita dalam Pembangunan Gampong (Studi di Kemukiman Balee Labang, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen). Skripsi. FISIP Universitas Malikussaleh.

SISTEM PENGELOLAAN BUMDes

DALAM PEMBANGUNAN TAMBAK MILIK DESA LHOK EUNCIEN