BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Proses Pre-Processing
3.1.2 Menentukan Domain
Secara eksperimental, pengujian aerodinamika dilakukan pada suatu terowongan angin (wind tunnel). Dalam simulasi CFD, pengujian ini juga merupakan suatu pengujian dalam terowongan angin namun dalam bentuk yang virtual (virtual wind tunnel).
Gambar 3.1 Computational Domain
Pada umumnya, domain pada simulasi aerodinamika dengan CFD dinyatakan pada panjang objek, dalam hal ini panjang model mobil (L). Dalam pengujian ini, dimensi domain juga dinyatakan dalam L, dimana jarak antara model dengan bidang inlet (downstream) adalah 2L dan jarak antara objek dengan bidang outlet adalah 10 L. Adapun tinggi dan lebar domain masing-masing 2L.
42 3.1.3 Pembuatan Mesh (Grid Generation)
Unit-unit volume pada simulasi ANSYS diinterpretasikan dengan pembentukan mesh atau grid. Ukuran mesh yang diterapkan pada model akan mempengaruhi ketelitian analisis CFD. Semakin kecil ukuran mesh pada model, maka hasil yang didapatkan akan semakin teliti, tetapi membutuhkan daya komputasi dan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mesh yang memiliki ukuran lebih besar. Oleh karena itu, besar ukuran mesh harus diatur sedemikian rupa (smooth meshing) sehingga diperoleh hasil yang teliti dan diusahakan daya komputasi yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
Dalam penelitian ini dilakukan dua variasi meshing untuk setiap model sebagai bahan perbandingan ketelitian simulasi. Mesh yang pertama dibangun dengan grid berbentuk tetrahedral dengan lapisan prisma pada permukaan mobil.
Sedangkan bentuk kedua dibangun dengan grid yang sama tanpa ada lapisan prisma seperti ditunjukkan pada gambar.
(a)
(b) Gambar 3.2 Bentuk Mesh
(a) Bentuk mesh dengan prisma pada permukaan mobil;
(b) Mesh tanpa prisma
43
Maka dengan menggunakan persamaan 2.3 dan parameter-parameter yang telah disebutkan sebelumnya, bilangan Reynold dapat dihitung untuk menentukan jenis aliran sbb:
Dengan membandingkan nilai tersebut dengan nilai kritis bilangan Reynold pada plat datar dan bola, maka jenis aliran adalah turbulen. Dari asumsi fluida yang digunakan adalah dengan temperature dan densitas tetap sehingga jenis alirannya adalah isothermal dan inkompresible.
44 3.2.2 Menentukan Kondisi Batas
Kondisi batas diatur pada setiap sisi balok dan bodi mobil. Untuk memperjelas letak kondisi batas pada penelitian ini selengkapnya ditampilkan pada gambar 3 dan dijelaskan pada Tabel 3 3.
Gambar 3.3 Letak Kondisi Batas
Tabel 3.2 Kondisi Batas
Kondisi Batas Jenis Nilai
a. Atas
3.2.3 Pengaturan Simulasi (Simulation Setting)
Pengaturan simulasi yang dimaksud adalah menetukan beberapa aspek yang diperlukan dalam simulasi seperti bentuk solver yang dipilih, material, jenis viskos, dll sesuai dengan asumsi yang dilakukan. Tabel 3.3 menunjukkan pengaturan simulasi yang dilakukan. Jenis aliran yang telah ditentukan sebelumnya juga diatur pada bagian ini di dalam FLUENT.
45 Tabel 3.3 Pengaturan Simulasi
Aspek Pengaturan
Model Solver (Solver Model) Model Viskos (Viscous Model) Material
Kondisi Operasi (Operating Condition) Inisiasi (Initialize)
Residual Monitor
Pressure based, 3D, Steady Turbulent k-ε Standard Air with constant density,
101325 Pa Velocity Inlet 10-6
3.3 Menjalankan Simulasi (Run)
Setelah proses pre-processor dan solution telah selesai diatur, maka simulasi dimulai (run) hingga solusi yang konvergen tercapai.
46
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Sebagaimana tujuan akhir dari penelitian ini yaitu mendapatkan perbaikan model pada Mesin USU II, maka membandingkan karakteristik aliran pada mobil konvensional Ford Fiesta, Mesin USU I dan II di analisis terlebih dahulu.
4.1 Analisis Perbandingan Mesh
4.1.1 Perbandingan Terhadap Kontur Kecepatan
Kerapatan meshing pada setiap simulasi CFD akan mempengaruhi akurasi perhitungan. Pada Gambar 4.1, ditampilkan bentuk mesh yang digunakan pada Mesin USU I dan kontur kecepatan di permukaan bodi hasil simulasi.
Berdasarkan teori gerakan fluida yang mengalir melalui seuatu benda, kecepatan fluida sama dengan nol tepat pada permukaan benda.
Pada Gambar 4.1 ditunjukkan variasi ukuran grid yang digunakan saat simulasi.Hasil simulasi pada Gambar 4.1.a, kontur kecepatan angin dipermukaan mobil bernilai nol ditunjukkan dengan skala berwarna biru dengan ketebalan tertentu, kemudian bergradasi dengan kontur berikutnya.
Gambar 4.1 Perbandingan mesh dan akurasi hasil kontur kecepatan pada Mesin USU I (bidang simetri)
47 Pada Gambar 4.1.b daerah dengan nilai kecepatan nol ditunjukkan dengan kontur berwarna biru yang ketebalannya lebih kecil dibandingkan pada Gambar 4.1.a yang menunjukkan keakurasian perhitungan yang lebih baik.
4.1.2 Perbandingan terhadap vector kecepatan
Perbandingan bentuk mesh berikutnya yang akan dianalisis adalah terhadap hasil simulasi vector kecepatan. Pada perbandingan ini akan ditampilkan hasil simulasi yang dilakukan terhadap Mesin USU I.
Hasil simulasi berupa vektor kecepatan pada dua jenis mesh (pada Gambar 4.1) ditampilkan pada Gambar 4.2. Hasil vektor yang ditampilkan dengan mesh tipe I terlihat sangat jauh dari permukaan bodi. Sedangkan dengan menggunakan mesh tipe II, vektor kecepatan dapat menampilkan profil kecepatan pada lapisan batas. Dimana profil kecepatan bergerak dari nol hingga kecepatan tertentu sebagaimana prinsip lapisan batas pada aliran.
Gambar 4.2 Perbandingan mesh dan hasil simulasi vector kecepatan pada Mesin USU I
Kedua analisis di atas menunjukkan bahwa jenis dan kerapatan mesh yang dipakai dalam simulasi CFD untuk mendapatkan karakterisktik aerodinamik pada suatu benda sangat mempengaruhi hasil simulasi.
4.2 Analisis Kecepatan Pada Model Uji
Analisis kecepatan aliran angin pada mobil biasanya paling memperhatikan karakteristik aliran udara pada bagian belakang mobil. Pada bagian ini akan ditunjukkan aliran pada belakang mobil dengan sumber aliran dari atas dan samping bodi.
48 4.2.1 Kecepatan Aliran dari Bagian Atas Bodi
Pada Gambar 4.3 di bawah ini ditampilkan kontur kecepatan pada model Ford, Mesin USU I dan Mesin USU II. Sebagaimana diharapkan, kecepatan pada bagian atas bodi terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan dilokasi lainnya. Pada bagian depan terdapat titik stagnasi (stagnation point) dan pada bagian belakang kecepatan mengecil dan terjadi pemisahan aliran.
(a) Mesin USU I
(b) Mesin USU II
Gambar 4.3 Kontur Kecepatan pada bidang simetri
Pemisahan aliran dan wake (wake) yang besar akan menyebabkan drag semakin besar. Dari gambar di atas, terlihat bahwa daerah pusaran pada Mesin USU II lebih besar dari Mesin USU satu yang mengindikasikan bahwa koefisien drag pada bidang simetri Mesin USU I lebih kecil dari Mesin USU II.
49 Adanya wake pada bagian belakang bodi kendaraan, dan perbandingan antar masing-masing kendaraan tersebut akan ditampilkan pada Gambar 4.4 di bawah ini. Gambar tersebut menunjukkan vektor kecepatan yang mengindikasikan arah vector aliran dan aliran balik..
(a) Mesin USU I
(b) Mesin USU II
Gambar 4.4 Vektor Kecepatan di belakang Bodi pada bidang simetri
Bentuk bodi yang pathlineakan memberikan keutungan aerodinamika dalam hal mengurangi drag tekanan. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa wakeyang terjadi pada Mesin USU I lebih kecil daripada mesin USU II. Aliran lebih angin cenderung mengikuti bentuk bodi Mesin USU I yang artinya bentuk bodi Mesin USU I lebih pathline dari pada Mesin USU II pada bidang simetri. Arah vector menunjukkan terjadinya sirkulasi udara pada Mesin USU II, dimana gerakannya dari tempat yang berkecepatan tinggi ke tempat yang berkecepatan lebih rendah.
50 4.2.2 Kecepatan Aliran dari Samping Bodi
Bentuk samping bodi juga sangat berpengaruh dengan tahanan udara sebagaimana bentuk atas bodi. Prinsip analisis alirannya juga sama, yaitu persamaan Bernoulli. Bentuk bodi harus di desain agar tetap pathline sehingga pemisahan aliran diminimalkan.Selain itu, adanya bagian-bagian yang tumpul dan menonjol juga dikurangi.
Pada Gambar 4.5 ditampilkan kontur kecepatan aliran yang melalui bagian samping bodi. Bagian belakang bodi sangat penting ditinjau untuk melihat wake yang terjadi. Terlihat bahwa wake yang terjadi pada Mesin USU II relatif lebih besar dari Ford Fiesta dan Mesin USU I. Pada gambar tersebut ditunjukkan vektor kecepatan pada lokasi terjadinya wake sehingga terlihat arah pergerakan udara.
Gambar 4.5 Kontur dan vektor kecepatan disekitar bodi pada plane y=0.4
4.2.3 Pathline
Untuk menunjukkan visual aliran udara yang lebih baik dapat ditunjukkan dengan menampilkan pathline aliran. Pathline menunjukkan arah aliran secara
51 tiga dimensi sehingga tampak lebih nyata. Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa terdapat aliran yang tidak berpisah dari bodi Ford Fiesta dan Mesin USU I pada bagian tengah. Hal ini adalah keuntungan aerodinamis pada bagian sumbu simetris bodi Mesun USU I. Sedangkan pada bagian menonjol di sekitar roda belakang (titik B) terjadi pemisahan aliran yang merupakan kerugian aerodinamis.
(a) Ford Fiesta
(b) Mesin USU I
(c) Mesin USU II
Gambar 4.6 Pathline kecepatan disekitar bodi
52
Sedangkan pada Mesin USU II, pemisahan aliran terjadi pada penutup roda dan tepat pada ujung belakang bodi. Aliran terpisah tersebut seterusnya membentuk wake yang merupakan kerugian aerodinamis. Ilustrasi pathline pada aliran disekitar bodi ditampilkan pada Gambar 4.6di atas.
4.3 Analis Tekanan Aerodinamika 4.3.1 Bidang frontal
Luas area tumbukan angin dengan bodi akan menjadi sangat penting dalam mempelajari tekanan pada bodi yang disebut bidang frontal. Sebagaimana pada persamaan 2.6, koefisien drag berbanding lurus dengan luas area kerja tekanan tersebut. Tabel 4.1 menunjukkan bidang frontal pada kedua model.
Tabel 4.1 Bidang frontal model
Sebagaimana ujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik wake aliran udara dan tekanan pada bodi serta membandingkannya terhadap nilai drag aerodinamik yang dinyatakan dalam koefisien drag (Cd).
Gambar 4.7 menunjukkan distribusi koefisien tekanan (Cp) model Ford Fiesta.
Distribusi tekanan pada bagian samping bodi lebih merata karena kondisi permukaan bodi cenderung datar. Tekanan maksimum terjadi pada bagian depan bodi. Tekanan besar juga terjadi pada bagian kaca depan dan mengecil pada
53 bagian atas sesuai dengan bertambahnya kecepatan sesuai dengan prinsip Bernoulli dan kembali bertambah besar pada bagian belakang bodi seperti ditampilkan pada grafik Gambar 4.7.b. Pada sisi-sisi menyudut terdapat tekanan yang sangat kecil yang merupakan daerah separasi aliran.
Daerah yang memberikan kontribusi tekanan yang besar juga terdapat pada bagian posisi roda depan dan belakang. Artinya,daerah tersebut juga memberikan kontribusi drag pada bodi mobil.
(a)
(b)
Gambar 4.7 Analisis tekanan pada bodi citycar Ford:
a. Kontur koefisien tekanan (Cp)
b. Grafik distribusi tekanan pada bidang simetris
54 Distribusi tekanan pada Mesin USU I ditunjukkan pada Gambar 4.8. Pada bagian-bagian tepi yang tajam (kontur warna biru) dapat dilihat bahwa Cp bernilai negatif. Pada lokasi-lokasi tersebut merupakan tempat terjadinya pemisahan aliran dan inisiasi wake. Lokasi-lokasi pada penutup roda depan dan belakang memberi adalah lokasi tekanan yang tinggi.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Analisis tekanan pada bodi Mesin USU I a. Kontur koefisien tekanan (Cp)
b. Grafik distribusi tekanan pada bidang simetris Pada bagian samping model ini, terdapat pula lokasi yang memiliki tekanan besar pada titik P. Ini dikarenakan oleh adanya penonjolan yang menyebabkan bidang frontal semakin luas. Selain itu, daerah roda (titik Q) yang
55 merupakan bagian yang menjorok ke dalam juga merupakan lokasi tekanan yang besar. Kedua lokasi tersebut mengurangi kaecenderungan udara mengalir secara streamline sehingga menyebabkan gaya drag.
Pada model Mesin USU II juga ditemukan lokasi-lokasi yang menyebabkan pertambahan bidang frontal yang ditunjukkan pada titik R dan S pada Gambar 4.9 di bawah ini. Namun, tekanan pada lokasi-lokasi tersebut relatif lebih kecil dari tekanan yang ada pada Mesin USU I yang merupakan sebuah keuntungan aerodinamis pada mesin USU II.
(a)
(b)
Gambar 4.9 Analisis tekanan pada bodi Mesin USU I a. Kontur koefisien tekanan (Cp)
b. Grafik distribusi tekanan pada bidang simetris
56 4.3.3 Koefisien Drag
Dari simulasi FLUENT diperoleh gaya yang terjadi oleh aliran udara pada bodi (gaya drag). Dari gaya drag tersebut kemudian dihitung koefisien drag (Cd) menggunakan Persamaan 2.6. Hasil perhitungan di atas dihasilkan dari iterasi yang telah mencapai konvergensi dengan residual 10-6.
Dari Persamaan 2.6, maka
Untuk keseluruhan variasi kecepatan, koefisien drag ditampilkan pada Tabel 4.2.
4.3.4 Koefisien Lift
Koefisien lift dapat membandingkan besar gaya angkat yang terjadi diantara dua model. Gaya angkat yang kecil mengindikasikan adanya tekanan yang besar pada bagian atas bodi. Koefisien lift dihitung menggunakan Persamaan 2.9,
, dengan AL adalah luas frontal arah gaya lift
Hasil dari simulasi dan perhitungan ditampilkan pada Tabel 4.3 di bawah ini. Dari hasil tersebut, gaya angkat pada Mesin USU II lebih kecil dari mesin
57 USU I. Hal ini berhubungan dengan pembahasan sebelumnya bahwa tekanan (terutama bagian belakang) pada Mesin USU II lebih kecil dari Mesin USU I.
Tabel 4.2 Koefisien Drag Ford Fiesta 12.5 16.10331 0.030879436
(AL=5.449036 m2) 15 21.225653 0.028265246
58 4.4 Perbaikan Model Mesin USU II
Sebagaimana tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain Mesin USU II yang lebih menguntungkan secara aerodinamis. Beberapa upaya dalam mengurangi drag aerodinamik telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.
Serta dari pertimbangan hasil simulasi pada pembahasan sebelumnya, maka dalam perbaikan desain Mesin USU II memfokuskan pada hal-hal berikut, yaitu:
1. Mengurangi daerah yang cenderung menyebabkan wake lokal, yaitu dengan mengurangi bagian yang menjorokpada bagian samping Mesin USU
2. Menutup roda belakang
4.4.1 Perbandingan Model
Pada Gambar 4.11 ditunjukkan perbandingan bodi Mesin USU sebelum dan sesudah didesain ulang. Adapun pengaturan dan metode simulasi sama dengan pengaturan simulasi sebelumnya.
(a)
(b)
Gambar 4.11 Bodi mesin USU II: (a) Sebelum dan (b) setelah didesain ulang
59 4.4.2 Perbandingan Analisis Kecepatan
Pada Gambar 4.12 dutunjukkan kontur kecepatan pada lokasi A (Gambar 4.11). Wake yang terjadi pada desain yang baru lebih kecil dari pada model aslinya. . Bagian yang menonjol pada bagian A memicu pemisahan aliran yang lebih cepat sehingga wake yang terjadi lebih besar.
Gambar 4.12 Kontur kecepatan pada kedua model pda plane y=0.9 m
Untuk aliran disekitar lokasi B dan C ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Wake pada bagian belakang bodi pada desain yang baru lebih kecil dari desain originalnya. Lokasi B dan C menjadi lokasi terjadinya wake lokal dan pemisahan aliran yang merupakan kerugian aerodinamis yang dikurangi pada desain baru.
Gambar 4.13 Kontur kecepatan pada plane y=0.4m
60 4.4.3 Perbandingan Analisis Tekanan
Desain Mesin USU II yang baru tidak mengalami perubahan pada bidang simetrisnya sehingga distribusi tekanan sama. Pada Gambar 4.14 ditampilkan kontur tekanan menyeluruh dari kedua model. Kontur tekanan pada desain yang baru relatif lebih merata daripada desain original.
(a) Model Original
(b) Model yang telah dimodifikasi Gambar 4.14 Kontur tekanan menyeluruh
4.4.4 Perbandingan Koefisien Drag
Hasil simulasi yang akan ditampilkan sebagai representasi akhir antara desain yang telah dimodifikasi dan original akan dinyatakan dalam koefisien drag (Cd) yang ditampilkan pada Tabel 4.2. Perbandingan koefisien drag (Cd) pada seluruh model uji ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.15.
61 Dari perbaikan model yang dilakukan, koefisien drag pada Mesin USU II mengalami nilai koefisien drag yang lebih kecil dibanding model Mesin USU II sebelumnya. Setelah model dimodifikasi, frontal area menjadi 0,964641 m2. Untuk kecepatan 15 m/s, gaya drag yang terjadi sebesar 16,07743 N sehingga dengan menggunakan Persamaan 2.8, koefisien drag sebesar 0,241876. Untuk variasi kecepatan, nilai drag ditunjukkan pada Tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Koefisien Drag Mesin USU II
v (m/s) FD CD
Gambar 4.15 menunjukkan grafik perbandingan koefisien drag pada model-model yang telah disimulasikan pada penelitian ini. Perbaikan yang dilakukan terhadap desain Mesin USU II memberikan hasil yang baik secara aerodinamika dimanakoefisien drag dapat direduksi sebanyak 0,1163 atau sebesar 32,6 %.
Gambar 4.15 Grafik perbandingan koefisien drag (Cd) pada Seluruh Model
0.34
62 4.5. Validasi
4.5.1. Metode Validasi
Metode validasi biasanya dilakukan dengan analisis dan eksperimental.
Namun dalam penelitian ini, validasi dilakukan dengan melakukan simulasi aliran pada Ahmed Body dengan pengaturan dan teknik meshing yang sama dengan objek penelitian. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil simulasi yang dilakukan oleh Gerardo Franck dan Jorge D’Elia dan eksperimental Ahmed Body oleh S.R. Ahmed.
4.5.2. Model Ahmed Body
Model Ahmed body yang digunakan pada simulasi ditampilkan pada gambar dengan φ = 12,5o dengan penyederhanaan tanpa penumpu.
Gambar 4.16 model Ahmed Body untuk validasi[6]
4.5.3. Meshing
Metode meshing yang digunakan dalam simulasi Ahmed body ini sama dengan metode yang digunakan dalam simulasi pada objek penelitian sebelumnya yaitu dengan perintah Inflation Smooth Transition pada ANSYS Workbench 14.0 sehingga kualitas hasil dan galat simulasi yang didapatkan sama.
Bentuk meshing yang dilakukan dalam validasi ini ditampilkan pada Gambar 4.17.Sebagai perbandingan, bentuk meshing yang dilakukan oleh Gerardo Franck dan Jorge D’Elia juga ditampilkan.Meshing tersebut memiliki
63 ukuran yang lebih rapat pada bagian memanjang searah datangnya aliran udara.
Namun pada permukaan, meshing untuk validasi memiliki kualitas yang sama.
(a)
(b)
(a) (b) Gambar 4.17 Bentuk meshing untuk validasi Keterangan:
a. Simulasi yang dilakukan;
b. Simulasi oleh Gerardo Franck dan Jorge D’Elia[6]
4.5.4. Pengaturan Simulasi
Secara umum, pengaturan simulasi yang dilakukan pada Ahmed Body sama dengan pengaturan pada simulasi sebelumnya. Namun kecepatan angin pada validasi ini sebesar 60 m/s sesuai dengan simulasi dan eksperimen yang telah ada pada literatur.
4.5.5. Validasi Terhadap Literatur
4.5.5.1. Perbandingan Terhadap Simulasi
Hasil simulasi yang dilakukan dibandingkan dengan hasil simulasi dari literature pada Gambar 4.18.Pada Gambar 4.18.b ditunjukkan pathline dari
64 simulasi yang dilakukan D’Elia dkk.Sementara S.R Ahmed melakukan eksperimen sehingga tidak menghasilkan pathline untuk dibandingkan.Gambar tersebut menunjukkan adanya persamaan hasil untuk pathline dari kedua simulasi dan hanya terdapat sedikit perbedaan.Penyebab utama perbedaan ini adalah perbedaan persamaan turbulensi yang digunakan. Dalam simulasi ini, persamaan turbulensi yang digunakan adalah . Sedangkan pada literature menggunakan model Large Eddy Simulation (LES).
(a)
(b)
Gambar 4.18 Pathline pada Ahmed Body Keterangan:
a. Simulasi yang dilakukan;
b. Simulasi oleh Gerardo Franck dan Jorge D’Elia[6]
Gambar 4.19 di bawah ini menunjukkan perbandingan kontur tekanan pada bidang simetri (z = 0). Kontur tekanan pada simulasi Ahmed Body yang dilakukan (Gambar 4.19.a) menunjukkan hasil yang sama. Distribusi tekanan pada bagian depan (maksimal),
65 (a)
(b)
Gambar 4.19 Kontur tekanan pada bidang simetri Ahmed Body Keterangan:
a. Simulasi yang dilakukan;
b. Simulasi oleh Gerardo Franck dan Jorge D’Elia[6]
Dari simulasi ini, maka koefisien drag dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.6 sbb:
4.5.5.2. Perbandingan Terhadap Eksperimen
Perbandingan hasil simulasi dan eksperimental ditunjukkan pada Tabel 4.5. Simulasi Ahmed Body dengan pengaturan meshing dan simulasi yang dilakukan memiliki galat sebesar 3,93 %. Hasil ini cukup jauh dari 10 % sehingga dapat disimpulkan bahwa metode simulasi tersebut sangat baik dan dapat digunakan untuk menaksirkan besar koefisien drag pada beberapa model objek penelitian pada tulisan ini.
66 Tabel 4.5Perbandingan eksperimental dan simulasi CFD pada Ahmed Body
Koefiesien Drag (Cd): Numerik vs Eksperimental Error (%)
Eksperimental[6] 0.2300 -
Simulasi D’elia[6] 0.2346 2%
Simulasi CFD FLUENT 0.239034 3.93 %
4.6 Pengaruh Koefisien Drag terhadap Penggunaan Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar yang terpakai sebagai akibat adanya gaya tahanan ini dapat dihitung pada pembahasan di bawah ini.
4.6.1. Penggunaan Bahan Bakar akibat Drag Pada Ford Fiesta
Besar gaya drag yang terjadi pada Ford Fiesta ketika melaju dengan kecepatan tetap 15 m/s adalah sbb:
Kerja perlawanan yang dibutuhkan oleh mesin mobil untuk tiap 1000 km dengan menggunakan bahan bakar gasoline 95 (NCV = 42.900 kJ/kg) dapat
Banyak konsumsi bahan bakar (B) sebagai berikut.
Dengan B = banyak bahan bakar (bensin), NCV = nilai kalor bensin, maka:
67 Untuk jumlah volume yang dibutuhkan diberikan dengan persamaan , dimana densitas bensin 0,745 kg/L
Maka konsumsi bahan bakar akibat gaya drad pada kecepatan 15 m/s adalah sebesar untuk setiap 1000 km
4.6.2 Penggunaan Bahan Bakar akibat Drag Pada Mesin USU I
Besar gaya drag yang terjadi pada Mesin USU I ketika melaju dengan kecepatan tetap 15 m/s adalah sbb:
Kerja perlawanan yang dibutuhkan oleh mesin mobil untuk tiap 1000 km dengan menggunakan bahan bakar gasoline 95 (NCV = 42.900 kJ/kg) dapat
Banyak konsumsi bahan bakar sebagai berikut.
Dengan B = banyak bahan bakar (bensin), NCV = nilai kalor bensin, maka:
68 Untuk jumlah volume yang dibutuhkan diberikan dengan persamaan , dimana densitas bensin 0,745 kg/L maka
Maka konsumsi bahan bakar akibat gaya drad pada kecepatan 15 m/s adalah sebesar untuk setiap 1000 km
4.6.3 Penggunaan Bahan Bakar akibat Drag Pada Mesin USU II
Besar gaya drag yang terjadi pada Mesin USU II ketika melaju dengan kecepatan tetap 15 m/s adalah sbb:
Kerja perlawanan yang dibutuhkan oleh mesin mobil untuk tiap 1000 km dengan menggunakan bahan bakar gasoline 95 (NCV = 42.900 kJ/kg) dapat dihitung sbb:
Konsumsi Bahan Bakar pada Ford akibat drag
Pada kecepatan 15 m/s gaya drag yang dialami oleh bodi Ford sebesar
Banyak konsumsi bahan bakar sebagai berikut.
Dengan B = banyak bahan bakar (bensin), NCV = nilai kalor bensin, maka:
69 Untuk jumlah volume yang dibutuhkan diberikan dengan persamaan , dimana densitas bensin 0,745 kg/L maka
Besar gaya drag yang terjadi pada Mesin USU II yang telah dimodifikasi ketika melaju dengan kecepatan tetap 15 m/s adalah sbb:
Kerja perlawanan yang dibutuhkan oleh mesin mobil untuk tiap 1000 km dengan menggunakan bahan bakar gasoline 95 (NCV = 42.900 kJ/kg) dapat
Banyak konsumsi bahan bakar sebagai berikut.
Dengan B = banyak bahan bakar (bensin), NCV = nilai kalor bensin, maka:
70 Untuk jumlah volume yang dibutuhkan diberikan dengan persamaan , dimana densitas bensin 0,745 kg/L maka
Maka konsumsi bahan bakar akibat gaya drad pada kecepatan 15 m/s adalah sebesar untuk setiap 1000 km.
Perhitungan yang sama dilakukan untuk variasi kecepatan pada masing-masing model. Besar gaya drag bekerja pada bodi mobil ditunjukkan dalam grafik V vs FD seperti ditunjukkan pada Gambar 4.20. Grafik ini menunjukkan bahwa gaya drag yang terjadi akan bertumbuh seiring semakin besarnya kecepatan kendaraan. Besar gaya drag yang bekerja pada Mesin USU II lebih kecil dari Mesin USU I dan Ford Fiesta. Hal ini disebabkan oleh pengaruh luas frontal bodi Mesin USU II lebih kecil dari keduanya, meskipun nilai Cd nya lebih besar.
Gambar 4.20 Grafik hubungan kecepatan terhadap gaya drag
Pada kecepatan yang sama gaya drag yang paling kecil terjadi pada bodi Mesin USU II yang telah dimodifikasi. Hal ini dikarenakan oleh nilai koefisien drag yang telah mengalami penurunan.
Gambar 4 menunjukkan grafik konsumsi bahan bakar akibat adanya drag pada masing-masing bodi. Grafik ini menunjukkan bahwa bahan bakar yang
Gambar 4 menunjukkan grafik konsumsi bahan bakar akibat adanya drag pada masing-masing bodi. Grafik ini menunjukkan bahwa bahan bakar yang