• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menentukan Tingkat Keberlanjutan dan

3.3. Teknik Analisis Data

3.3.2. Menentukan Tingkat Keberlanjutan dan

Produk berupa tingkat keberlanjutan, indikator-indikator keberlanjutan dan faktor pengungkit atau atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan. Keberlanjutan Pengembangan Kota Wilayah Tepian Air di Kota Semarang dianalisis dengan menggunakan Metode Multidimensional Scaling

(MDS) yang disebut dengan pendekatan Rap-WITEPA (Rapid Appraisal

Wilayah Tepian Air), yang merupakan pendekatan yang dimodifikasi dari program RAPFISH (Rapid Assessment Techchniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia (Kavanagh, 2001; Fauzia dan Anna, 2002). Metode MDS merupakan teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan multidimensi keberlanjutan pengembangan wilayah tepian air Kota Semarang. Adapun urutan metodologi dengan MDS ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.4. Analisis ini dilakukan secara bertahap dengan memasukkan atribut (dimensi) yang berpengaruh pada kelanjutan kegiatan. Dengan metode MDS status keberlanjutan kegiatan Pengembangan Kota Wilayah Tepian Air di Kota Semarang disusun berdasarkan indeks pada setiap dimensi secara gabungan maupun secara parsial. Dimensi yang merupakan faktor penentu disesuaikan dengan kondisi di Kota Semarang antara lain adalah: dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi infrastruktur dan teknologi, serta dimensi hukum dan kelembagaan.

Nilai Rap-WITEPA ini kemudian divisualisasikan dengan diagram layang (kite diagram).

Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan atribut fungsi-fungsi kota wilayah tepian air yang mencakup lima dimensi (dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan), tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, analisis ordinasi yang berbasis metode

multidimensional scaling” (MDS), penyusunan indeks dan status keberlanjutan fungsi-fungsi kota wilayah tepian air existing condition yang dikaji baik secara umum maupun pada setiap dimensi. Selanjutnya dilakukan pula analisis multidimensi dengan menggabungkan seluruh atribut dari lima dimensi keberlanjutan diatas. Analisis data dengan MDS dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, me-review atribut-atribut pada setiap dimensi keberlanjutan dan mendefinisikan atribut tersebut melalui pengamatan lapangan, serta kajian pustaka. Keseluruhan, terdapat 97 (sembilan puluh tujuh) atribut yang dianalisis, masing masing: 25 atribut dimensi ekologi, 18 atribut dimensi sosial dan budaya, 20 atribut dimensi ekonomi, 18 atribut dimensi infrastruktur dan teknologi dan 13 atribut dimensi hukum dan kelembagaan (Lampiran 3 halaman 261).

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hasil perhitungan/analisis ataupun data sekunder yang tersedia maka setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan yang bersangkutan. Skor ini menunjukkan nilai yang “buruk” di satu ujung dan nilai “baik” di ujung yang lain. Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi keberlanjutan fungsi-fungsi kota tepian air. Sebaliknya nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Di antara dua ekstrim nilai ini terdapat satu atau lebih nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut.

Jumlah peringkat pada setiap atribut akan ditentukan oleh tersedia atau tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat. Sebagai contoh untuk menentukan tingkat pemanfataan limbah kota masih belum jelas kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan, oleh karena itu akan ditentukan berdasarkan ‘scientific judgement” dari pembuat skor.

Pembuatan peringkat disusun berdasarkan urutan nilai terkecil ke nilai terbesar baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan bukan berdasarkan urutan nilai dari yang terburuk ke nilai yang terbaik. Sebagai contoh pada atribut sosialisasi pekerjaan, maka skor disusun dari yang terkecil, yaitu dilakukan secara individu (0) hingga yang dilakukan secara kelompok (2). Pada susunan yang demikian maka yang paling baik bernilai 2 dan yang paling buruk bernilai 0. Pada atribut yang lain misalnya frekuensi konflik antara masyarakat lokal

dengan masyarakat pendatang, nilai skor disusun secara sama dari nilai 0 = (frekuensi konflik tinggi), ke nilai 2 = (frekuensi konflik rendah). Dalam penentuan nilai skor baik atau buruk pada metode analisis keberlanjutan ini berkaitan dengan persepsi sehingga suatu atribut harus dilihat berdasarkan persepsi responden yang disesuaikan dengan data yang ada.

Untuk selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengembangan kota wilayah tepian air yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” (“good”) dan titik “buruk” (“bad”). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi.

Tahap proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapfish ini merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini maka posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai skor 0% dan titik ekstrem “baik” diberi skor nilai 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan fungsi-fungsi pengembangan kota wilayah tepian air yang dilakukan pada saat ini. Teknik ordinasi (penentuanjarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang berdimensi n dengan persamaan ________________________________________

d = √ | x1 - x2 |2 + | y 1 - y 2 |2 + |z 1 - z 2 |2+ ... )

Titik tersebut kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij) dengan persamaan:

dij = a + bdij + e

Dalam meregresikan persamaan diatas digunakan teknik least squared bergantian yang didasarkan pada akar dari Euclidian Distance (Squared distance) atau disebut metodealgoritma ASCAL. Metode ini mengoptimalisasi

jarak kuadrat (squared distance = oijk) terhadap data kuadrat (titik asal = oijk) yang dalam tiga dimensi (i,j,k) yang disebut S-stress dengan persamaan:

Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004), nilai stress yang diperbolehkan adalah apabila berada dibawah nilai 0,25 (menunjukkan hasil analisis yang cukup baik). Sedangkan nilai R2 diharapkan mendekati nilai1 (100%) yang berarti bahwa atribut-atribut yang terpilih saat ini dapat menjelaskan mendekati 100 persen dari model yang ada.

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) (Fauzi dan Anna, 2002). Skala indeks keberlanjutan fungsi-fungsi kota wilayah tepian air mempunyai selang 0% - 100%. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 50% (>50%) maka fungsi-fungsi tersebut berkelanjutan (sustainable), dan sebaliknya jika kurang dari 50% (<50%) maka sistem tersebut belum berkelanjutan (unsustainable).

Tabel 3.3. Kategori status keberlanjutan fungsi-fungsi kota wilayah tepian air berdasarkan nilai indeks

Nilai Indeks Kategori

0 – 25 Buruk

>25 – 50 Kurang

>50 – 75 Cukup

>75 – 100 Baik

Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi fungsi-fungsi kota wilayah tepian air, digunakan analisis “Monte

Carlo”. Menurut Kanvanagh (2001), Fauzi dan Anna (2002) analisis “Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut ini :

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut;

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis keberlanjutan, (nilai “stress”dapat

diterima jika < 25%).

Tahapan analisis keberlanjutan fungsi-fungsi kota wilayah tepian air menggunakan metode MDS dengan aplikasi RAP-WITEPA.

Gambar 3.4. Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS

Komponen MDS salah satunya adalah leverage analysis, yang menggambarkan sensitivitas/kepekaan setiap atribut terhadap nilai keberlanjutan. Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap RAP-WITEPA di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu–x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai pada skala sustainabilitas,

atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam menentukan keberlanjutan fungsi-fungsi kota wilayah tepian air di lokasi studi.

Dokumen terkait