• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.2 Deskripsi data

4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.2.1 Menetapkan Sasaran atau Perangkat Tujuan ARG

karena tanpa menetapkan tujuan maka pelaksanaan akan menjadi tidak ada artinya. Tujuan organisasi di ranah publik yaitu mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga dalam merencanakan anggaran bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang terdapat di lingkungan masyarakat. Untuk itulah, penulis akan mendeskripsikan bagaimana Pemerintah Provinsi Banten menetapkan sasaran atau perangkat tujuan dari anggaran responsif gender dalam APBD Tahun 2016.

Dalam menetapkan sasaran atau perangkat tujuan ini berkaitan dengan penentuan kebutuhan. Kebutuhan yang dianggarkan secara responsif gender dapat diketahui melalui analisis gender dan Provinsi Banten telah mengaturnya dalam Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Strategi Daerah Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Di Provinsi Banten. Di dalamnya

dibahas bagaimana mengidentifikasi kebutuhan perempuan dan laki-laki serta permasalahan gender masyarakat Provinsi Banten melalui analisis gender. Hal ini termuat dalam Bab II Konsep Pengarusutamaan Gender pada poin III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender menyebutkan bahwa :

“Untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam penetapan program/kegiatan dan anggaran, menetapkan kegiatan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan gender, dan siapa yang sebaiknya dijadikan target sasaran dari sebuah program/kegiatan, kapan dan bagaimana program/kegiatan akan dilakukan maka digunakanlah analisis gender.”

Berdasarkan isi Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Strategi Daerah Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Di Provinsi Banten Bab II Konsep Pengarusutamaan Gender pada poin III dapat diketahui bahwa program atau kegiatan yang ditetapkan adalah untuk mengatasi kesenjangan gender sehingga analisis gender digunakan untuk mengetahui kebutuhan yang responsif gender di masyarakat. Jadi, perencana mengetahui terlebih dahulu kesenjangan gender yang telah terjadi kemudian dilakukan analisis gender untuk menetapkan program atau kegiatan yang relevan dalam mengatasi permasalahan gender tersebut. Ketika analisis gender telah dilakukan maka dapat ditetapkan program atau kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan perempuan, laki-laki atau pun yang terkena dampak kesenjangan gender.

Sebelum dilakukan analisis gender, Bappeda Provinsi Banten Bidang Sosial Kemasyarakatan mengarahkan Kepala Sub Bidang Program SKPD agar program-program berkaitan dengan responsif gender maka dari itu bagian program SKPD menindaklanjutinya dengan menyampaikan ke

bidang-bidang teknis yang ada di SKPD bahwa program-program yang disusun harus responsif gender. Pernyataan disampaikan oleh staf bidang PEP DBMTR Provinsi Banten (I2-3) :

“Ketika rapat koordinasi saya yang menghadiri lalu saya menyampaikan hasil rapat ke pimpinan saya (Kasubbid PEP). Saat membuat anggaran, di sini (DBMTR) dibahas oleh Kepala Sub Bidang PEP bahwa anggaran harus berkaitan dengan responsif gender. Ini disampaikan kepada bidang-bidang teknis saat rapat pembahasan anggaran.” (Wawancara dengan informan I2-3 Selasa, 09 Agustus 2016 pukul 14.49 WIB di Ruang Bidang PEP)

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam proses perencanaan anggaran di SKPD tersebut telah disampaikan kepada bidang-bidang teknis mengenai program dan kegiatan dihimbau untuk memiliki kegiatan responsif gender. Namun penulis mengobservasi, setelah himbauan menyusun kegiatan responsif gender disampaikan saat rancangan pembahasan anggaran di masing-masing SKPD, hanya beberapa SKPD yang memberikan

feedback berupa bukti telah merencanakan kegiatan responsif gender yang dapat dipenuhi oleh masing-masing SKPD. Menanggapi hal ini pernyataan lalu diutarakan oleh Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup BPPMD Provinsi Banten :

“Beberapa SKPD telah merespon untuk mengumpulkan GAP, GBS (Gender Budget Statement)nya meskipun belum tepat waktu sesuai proses rancangan anggaran” (Wawancara dengan informan I1-2, Selasa, 28 Juni 2016 pukul 14.35 WIB di Ruang Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup BPPMD Provinsi Banten, penulis mengetahui bahwa beberapa SKPD telah mengumpulkan hasil

analisis gender tetapi belum tepat waktu sesuai alur perencanaan penganggaran. Penulis mengkaji apa yang disampaikan Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup dalam wawancara dengan apa yang tertera di dalam Pergub Nomor 80 Tahun 2014 mengenai poin pelaksanaan analisis gender dilakukan setiap tahunnya sejak proses menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) atau minimalnya dilakukan saat penyusunan rencana kerja SKPD sehingga pada waktu asistensi Rencana Kerja dan Anggaran oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), SKPD dapat menyertakan hasil analisis gender pada saat asistensi tersebut namun saat asistensi RKA SKPD, belum ada yang melampirkan dokumen responsif gender tersebut.

Kendala terbesar dalam pengumpulan dokumen dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, SKPD sebagai pihak yang merencanakan program dan kegiatan serta wajib mengumpulkan dokumen responsif gender memiliki kendala dengan pimpinan yang belum memahami persoalan gender sehingga dokumen responsif gender belum dapat disusun dan di sisi lainnya, BPPMD sebagai pihak pengumpul dokumen responsif gender memiliki kendala dalam menghadapi SKPD yang kurang aktif dalam memberikan tanggapan ketika diminta mengumpulkan dokumen responsif gender.

Dokumen responsif gender disusun saat proses perencanaan anggaran responsif gender melalui analisis gender. Berdasarkan isi Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Strategi Daerah Percepatan Pengarusutamaan

Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Di Provinsi Banten, analisis gender dilakukan setiap tahunnya saat perencanaan anggaran berlangsung. Adapun analisis gender menggunakan metode GAP (Gender Analysis Pathway) yang terdiri dari 9 (sembilan) langkah yaitu: Langkah 1. Pilih Kebijakan/Program/Kegiatan yang sangat prioritas, service

delivery, atau yang berhubungan dengan capaian SDGs Langkah 2. Data Pembuka Wawasan

Langkah 3. Mengenali Faktor Kesenjangan Gender

Langkah 4. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender (Internal Lembaga) Langkah 5. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender (Eksternal Lembaga) Langkah 6. Reformulasi Tujuan

Langkah 7. Rencana Aksi

Langkah 8. Data dasar (base-line data) Langkah 9. Menetapkan indikator gender

Sumber : Panduan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di daerah Tahun (2015:40)

Setelah dilakukan analisis gender menggunakan GAP tersebut dilanjutkan dengan menyusun GBS (Gender Budget Statement). Penyusunan GBS bertujuan untuk menginformasikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk masyarakat menghasilkan output kegiatan yang responsif gender dan dapat mengatasi permasalahan gender. Selanjutnya yaitu penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) yang memuat rincian kegiatan yang responsif gender yang akan dilakukan. Dalam wawancara dengan Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup BPPMD Provinsi Banten mengatakan tentang proses analisis gender yang dilakukan di Provinsi Banten, berikut hasil wawancaranya :

“Kegiatan yang responsif gender bukan alasan untuk menambah anggaran kegiatan yang baru tetapi kegiatan yang sudah dibuat dianalisis gender, seperti itu mekanismenya” (Wawancara dengan

informan I1-2, Selasa, 28 Juni 2016 pukul 14.35 WIB di Ruang Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup BPPMD Provinsi Banten bahwa proses perencanaan anggaran responsif gender bukan alasan bagi SKPD untuk meminta anggaran baru karena mekanisme analisis gender dimulai dengan kegiatan yang sudah ada lalu dianalisis secara responsif gender. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan urutan proses analisis gender menggunakan Gender Analysis Pathway yang pada poin pertama dimulai dengan nama kegiatan lalu diakhiri dengan manfaat yang didapat oleh masyarakat terdampak kesenjangan gender akan tetapi sebelum mencantumkan nama kegiatan dalam proses analisis gender, perencana sudah memiliki data terpilah gender sehingga program atau kegiatan yang dipilih merupakan sarana untuk menyelesaikan kesenjangan gender yang ada di Provinsi Banten namun faktanya di lapangan proses analisis gender belum ideal sesuai yang diharapkan. Berikut fakta yang didapat melalui wawancara dengan salah satu informan di Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten yang telah mendapat pelatihan Bimbingan Teknis Fasilitator PPRG :

“Kemarin saya menganalisis dari DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). Sebelum adanya DPA, semua bidang di sini (DBMTR) telah mengumpulkan kegiatan yang direncanakan kepada kami bidang PEP. Jadi, dari DPA ini, Saya melihat kegiatan-kegiatan yang ada di Bina Marga, dilihat mana yang memiliki hubungan dengan gender sambil juga bertanya pada pihak BPPMD dan saya juga sempat mencari contoh kegiatan responsif gender Bina Marga di internet. Akhirnya kita memilih pembangunan jalan sebagai kegiatan responsif gender dan kalau dikaitkan dengan gender ya pembangunan jalan bisa sebagai penghubung akses pendidikan, kesehatan dan ekonomi, pokoknya dihubungkan saja dengan gender meski secara spesifik

belum dapat menampilkan data seperti berapa jiwa yang melewati jalan tersebut dalam akses pendidikan, kesehatan” (Wawancara dengan informan I2-3 Selasa, 09 Agustus 2016 pukul 14.49 WIB di Ruang Bidang PEP)

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan di Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten yang telah mendapat pelatihan Bimbingan Teknis Fasilitator PPRG bahwa proses analisis gender dilakukan dengan mengamati secara seksama pada DPA Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Tahun 2016 sembari berkonsultasi dengan pihak BPPMD Provinsi Banten dan melihat contoh kegiatan responsif gender yang ada di situs internet kemudian informan tersebut mendapat ide untuk menjadikan pemeliharaan jalan Palima menjadi kegiatan yang responsif gender dengan

output responsif gendernya yaitu menghubungkan akses dalam pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Penulis mengobservasi bahwa data terpilah gender yang dipergunakan oleh informan tersebut berdasarkan pengetahuan informan tentang kegiatan pemeliharaan jalan dengan manfaat gendernya. Pengetahuan itu didapat dari pelatihan yang pernah diikuti, konsultasi dengan pihak BPPMD Provinsi Banten yang menangani pelatihan Bimbingan Teknis Fasilitator PPRG dan juga didapat dari referensi di situs internet.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam menganalisis kebutuhan gender di Provinsi Banten ini memiliki pola

top-down maksudnya yaitu dengan melihat terlebih dahulu memilih program atau kegiatannya yang memiliki keterkaitan dengan gender kemudian dicari data ketimpangan yang memungkinkan untuk dilihat responsif gendernya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya program dan

kegiatannya tidak diperuntukkan dalam mengatasi kesenjangan gender tetapi karena diminta membuat analisis gender jadi disiasati agar kegiatan itu terlihat responsif gender namun tidak mengubah apa yang telah tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Jika hal ini dikaitkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Strategi Daerah Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Di Provinsi Banten yang menyatakan bahwa dalam penetapan kegiatan responsif gender terlebih dahulu melihat data kesenjangan gendernya sehingga dalam proses menentukan kebutuhan masyarakat di Provinsi Banten menjadi tepat sasaran. Berikut program dan kegiatan dari DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) tahun 2016 yang telah dianalisis gender oleh SKPD di Provinsi Banten tahun 2016 yaitu :

Tabel 4.7

Program dan Kegiatan Responsif Gender Provinsi Banten Tahun 2016

NO. UNIT KERJA PROGRAM KEGIATAN ANGGARAN

1. DINAS SOSIAL Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Dan Keagamaan Pembinaan Tugas TKSK 1.983.763.000,00 2. DINAS KESEHATAN

Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Pembinaan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

807.865.000,00 3. DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA Kepemudaan Kepramukaan Pelatihan Keterampilan Bagi Pemuda 266.657.000,00 4. RSUD MALINGPING Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan Kesehatan

bagi Keluarga Miskin

355.590.000,00 5. SATPOL PP Pemeliharaan Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Pemeliharaan dan Penanggulangan Ketentraman dan Ketertiban Umum 1.430.860.000,00

Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan Peraturan Perundang-Undangan 115.574.000,00 115.604.000,00 283.888.000,00 71.042.000,00 Pengembangan Penguatan Potensi Anggota Satuan Linmas 499.890.000,00 372.025.000,00 371.900.000,00 Kerjasama Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat 42.828.000,00 6. BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH Peningkatan Sarana, Prasarana Perkantoran dan Kapasitas Aparatur

Pengadaan Sarana dan

Prasarana Kantor 42.825.000,00

7. DINAS PENDIDIKAN

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini 449.957.000,00 8. DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN Peningkatan Kualitas Tata Kelola Pemerintahan Daerah Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan 72.866.000,00 9. DINAS BINA MARGA DAN TATA RUANG Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Wilayah Lebak 24.297.940.400,00 Pembangunan Jalan Tahun Jamak 160.988.750.035,56 10. BIRO EKONOMI DAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN Pembinaan, Pemantapan Otonomi Daerah dan Pemerintahan Umum Penataan Kebijakan di Bidang Perlindungan Konsumen,

Pengawasan Harga dan Barang Beredar 2.100.000,00 11. DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Pengelolaan Listrik dan Pemanfaatan Energi Pembangunan Listrik Perdesaan di WKP III (Kabupaten Lebak) 777.145.000,00 12. DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Pengembangan Kelembagaan, Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Peningkatan Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja Perempuan dan Anak

1.100.000.000,00

13. BAPPEDA Perencanaan Pembangunan Daerah Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial dan Gender 340.180.000,00 14. DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN Peningkatan Daya Saing Dan Pemasaran Produk Pertenakan, Perikanan,Pertanian, Dan Perkebunan Diversifikasi Produk Perikanan 600.000.000,00 15. BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT DESA Kesetaraan Gender, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Penguatan Jaringan Kerja Pengarusutamaan Gender 1.000.000.000,00 Fasilitasi Peingkatan

Peran Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) 500.000.000,00 Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan 900.000.000,00 Kependudukan dan Keluarga Berencana Fasilitasi Peningkatan Program Keluarga Berencana 500.000.000,00 16. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur

Diklat Struktural Bagi

PNS Daerah

840.229.000,00

Total

199.129.478.435,56

Sumber : BPPMD Provinsi Banten, 2016

Dari tabel 4.7 tersebut menampilkan 17 SKPD yang telah melakukan analisis gender dan telah memiliki program dan kegiatan yang responsif gender dan besaran anggaran responsif gender paling besar dari program dan kegiatan tersebut dialokasikan oleh Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten yang berjumlah Rp 185.286.690.435,- dan besaran anggaran responsif gender paling kecil dari program dan kegiatan tersebut dialokasikan oleh Sekretariat Daerah Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Provinsi Banten sebesar Rp 2.100.000. Hal ini mengartikan bahwa dengan

lebih besarnya anggaran untuk gender maka SKPD tersebut menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada kesenjangan gender yaitu untuk infrastruktur namun proses analisis gender yang belum sesuai harapan mengakibatkan pencapaian tujuan keadilan dan kesetaraan gender menjadi terhambat.

4.2.2.2Menentukan Keadaan, Situasi dan Kondisi ARG Tahun 2016

Dokumen terkait