• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengawal Kebijakan dan Legal Formal

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. - Samuel Huntington - (Halaman 33-37)

Kepercayaan publik terhadap partai politik memudar karena perilaku kader tidak peduli pada aspirasi konstituen. Salah satu cara memulihkan kepercayaan itu adalah melibatkan anggota partai memilih bakal calon dari sejumlah calon yang disiapkan dan diseleksi pengurus. Partai politik seringkali memiliki persamaan-persamaan, sebagai berikut:

Pertama, persyaratan menjadi calon anggota DPR dan DPRD yang

diterapkan merupakan kombinasi dua atau lebih syarat yang pada dasarnya mencari calon yang berpeluang besar mendulang suara. Persyaratan itu meliputi : popularitas (tingkat pengenalan pemilih terhadap calon), elektabilitas (kehendak pemilih memilih calon), integritas calon (kesesuaian perilaku calon dengan norma masyarakat dan kejujuran calon), dana kampanye (kemampuan keuangan calon memobilisasi dukungan pemilih), pengabdian kepada partai, kadar komitmen ideologi partai, tingkat pendidikan, serta dukungan organisasi partai dan tim pendamping memobilisasi dukungan pemilih.

Kedua, yang menyeleksi bakal calon anggota DPR dan DPRD adalah tim seleksi yang dibentuk oleh kepengurusan partai tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Namun, yang menetapkan daftar calon dan nomor urutnya adalah pengurus partai tingkat pusat untuk daftar bakal calon anggota DPR, pengurus partai tingkat provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi dan daftar bakal calon anggota DPRD

kabupaten/ kota setelah mendapat persetujuan pengurus pusat. Tentu saja terdapat variasi antarpartai dalam metode yang digunakan tim seleksi untuk menyeleksi bakal calon yang tak akan disebutkan di sini.

Ketiga, sama sekali tak ada keterlibatan anggota partai dalam proses

seleksi calon.62

Salah satu bentuk demokratisasi partai politik secara internal adalah partisipasi anggota partai dalam seleksi calon anggota lembaga legislatif dan seleksi calon kepala pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun tingkat lokal. Derajat partisipasi pemilih dalam seleksi calon dapat dipilah jadi beberapa tingkat dalam spektrum inklusif dan eksklusif:

a.

pemilihan pendahuluan terbuka;

b.

pemilihan pendahuluan tertutup;

c.

kaukus lokal;

d.

konvensi partai; serta

e.

seleksi dan penetapan oleh pengurus.

Pandangan lain menempatkan kelima kategori tersebut dalam spektrum derajat partisipasi-derajat sentralisasi. Yang berhak memberikan suara pada pemilihan pendahuluan terbuka tidak hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi juga pemilih terdaftar lainnya, baik berstatus anggota partai lain maupun yang independen. Karena itu, pemilihan pendahuluan terbuka merupakan seleksi kandidat yang paling inklusif atau derajat partisipasi yang paling tinggi.

Yang memberikan suara pada pemilihan pendahuluan tertutup hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Yang memberikan suara pada kaukus hanyalah anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi didahului diskusi dan perdebatan, baik antar anggota maupun antara calon dan anggota, tentang kebijakan yang akan diperjuangkan sang bakal calon. Pada pemilihan pendahuluan suara diberikan oleh pemilih secara rahasia, sedangkan

62

Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18, Number 1, January 2007, pp. 157-170.

pada kaukus suara diberikan pemilih secara terbuka kepada calon yang dikehendaki.

Yang hadir dan yang berhak memberikan suara pada konvensi partai tingkat lokal ataupun nasional adalah delegasi yang dipilih anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Nama-nama calon diseleksi dan diajukan partai. Pemberian suara didahului diskusi dan perdebatan antara delegasi dan calon ataupun antar delegasi tentang kebijakan yang akan diperjuangkan calon.

Yang menentukan bakal calon pada tingkat yang kelima adalah pengurus inti partai berdasarkan rekomendasi tim seleksi yang dibentuk pengurus pusat dan pengurus daerah. Karena itu, seleksi dan penetapan oleh pengurus partai merupakan seleksi kandidat yang paling eksklusif karena sama sekali tak melibatkan anggota partai. Kategori kelima ini juga menempati derajat sentralisasi paling tinggi. Partai politik peserta pemilu di Indonesia termasuk kategori seleksi kandidat yang paling eksklusif dan sentralistik.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode seleksi kandidat dilakukan untuk setidaknya empat alasan: 1) Mereka memiliki konsekuensi politik yang besar untuk komposisi parlemen dan perilaku anggota mereka; 2) mereka memainkan peran utama dalam proses delegasi dalam demokrasi perwakilan modern, 3) mereka menunjukkan bagaimana kekuasaan didistribusikan dalam partai, dan 4) pentingnya mereka meningkat dengan peningkatan calon terpusat, atau pribadi, politik.63

Menurut Richard S Katz (2001), seleksi calon yang melibatkan anggota partai begitu penting dalam demokrasi karena seleksi calon merupakan salah satu fungsi khas partai dalam demokrasi. Ini tidak hanya karena seleksi calon untuk bersaing pada pemilu merupakan salah satu fungsi yang membedakan partai politik dari organisasi lain yang mungkin berupaya memengaruhi baik hasil pemilu maupun keputusan yang akan diambil pemerintah, tetapi juga karena calon yang

63 Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18, Number 1, January 2007, pp. 157-170.

dinominasikan memainkan peran penting menentukan wajah partai yang bersangkutan di depan publik.

Calon sebagai orang dan sebagai peran melaksanakan setidak-tidaknya empat fungsi dalam partai politik kontemporer sebagai organisasi dan dalam demokrasi kontemporer sebagai sistem tata kelola pemerintahan. Pertama, calon partai itulah yang menggambarkan wajah partai pada pemilu. Secara kolektif para calon itu memperlihatkan dimensi demografis, geografis, dan ideologis partai yang bersangkutan. Calon partai itulah yang lebih banyak menggambarkan wajah partai kepada publik, baik pada saat pemilu maupun setelah terpilih menjadi pejabat publik.

Kedua, calon adalah hasil perekrutan, sedangkan pencalonan adalah salah satu jalur perekrutan bagi keanggotaan partai untuk jabatan publik. Begitu terpilih, sang calon menempati posisi penting, baik dalam partai maupun dalam pemerintahan, baik secara simbolik dan seremonial maupun secara aktual. Ketiga, ketika terpilih, calon yang telah jadi wakil rakyat itu tak hanya mencerminkan partai secara kolektif, tetapi juga mewakili daerah pemilihan tertentu. Karena mewakili daerah pemilihan tertentu, sang wakil memiliki keterikatan dengan warga lokal yang tinggal di daerah pemilihan itu.

Keempat, pencalonan memiliki makna yang penting karena tekanan, pengaruh, dan kekuasaan yang dapat digunakan oleh calon, bahkan pengaruhnya lebih besar lagi apabila terpilih. Karena itu, partisipasi para anggota partai dalam penentuan calon partai menjadi suatu keharusan.

Menurut Richard S. Katz dan Peter Mair uraian di atas dapat dirangkum dalam tiga wajah partai yaitu party on the ground, party in central office, dan party

in public office. Party on the ground adalah partai massa dimana keanggotaan atau

dukungan terhadap partai ini sangat kuat karena diikat oleh ikatan ideologis, umumnya partai jenis ini mengutamakan volunterisme dalam struktur kerjanya dan bergerak di level bawah (grassroot) yaitu dengan cara menggalang dukungan sebesar-besarnya di dalam masyarakat. Party in central office adalah wajah partai dalam struktur kepengurusan partai. Partai jenis ini bersifat sentralistik dan

teknokratik. Sehingga bila kita melihat sebuah partai dengan pemilik keputusan adalah dewan pengurus tertinggi partai maka dapat kita katakan bahwa partai tersebut sedang menggunakan wajah party in central office. Wajah ketiga dari partai adalah party in public office atau dapat disebut sebagai partai dalam pemerintahan. Wajah ini mengharuskan partai untuk berperan dalam aspek

offising atau penempatan posisi strategis bagi anggota partainya dan menjadikan

sebuah partai berorientasi electoral atau berburu suara.64

Dalam membahas permasalahan dalam penelitian ini, pertama-tama dijelaskan dari teori Rahat dan Hazan berdasarkan dimensi inklusifitas atau eksklusifitas, sentralistik atau desentralistik dan dimensi terbuka atau tertutup. Berdasar dimensi ini, dapat dijawab mengapa Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki terpilih menjadi kandidat PDI-Perjuangan.

Selanjutnya berdasar dimensi-dimensi tersebut juga akan dijawab bagaimana peran PDI-Perjuangan dalam mengawal kebijakan dan kepemimpinan lokal dari mulai kampanye sampai perhitungan suara dan bagaimana peran partai dalam tahapan legal-formal dalam melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi berdasar tiga wajah partai menurut Richard S. Katz dan Peter Mair. Dengan demikian, peran dalam penelitian ini tidak hanya dalam pencalonan saja, tetapi lebih dari itu, yaitu mengawal sampai pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

E. DEFINISI KONSEPTUAL

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. - Samuel Huntington - (Halaman 33-37)

Dokumen terkait