• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengenal Teater Sesuai Naskah

Dalam dokumen drama teori dan praktik pementasan edit 1 (Halaman 64-70)

BAB 6. BERMAIN TEATER

A. Mengenal Teater Sesuai Naskah

Naskah merupakan elemen utama dalam sebuar pementaan teater. Paling tidak Naskah drama dipilah menjadi lima tema utama.

(1) Hubungan manusia dengan Tuhan. Contoh, “Iblis” karya Mohamad Diponegoro (1963), “Sidang para Setan” Joko Umbaran, dll

(2) Hubungan manusia dan alam. Contoh, “Pohon Kalpataru” karya Saini KM (1979) dan “Kerajinan Burung” (1980) oleh penulis yang sama, dll.

(3) Hubungan Manusia dan Masyarakat. Contoh, ”Aduh” karya Putu Wijaya (1973) “RT Nol/RW Nol” karya Iwan Simatupang (1968) dan “Mega-Mega” Karya Ariin C. Noor(1968) dll.

(4) Hubungan Manusia dengan Manusia Lain. Contoh, “Bapak” karya B. Soelarto (1967) “Pada Suatu Hari” karya Ariin C. Noor (1971), “Sepasang Pengantin”Karya Ariin C. Noor. Sampek dan Engtay karya N. Riantiarno (2004), dll.

(5) Hubungan Manusia dan Dirinya Sendiri. Contoh “Petang di Taman karya” Iwan Simatupang (1966), “Bulan Bujur Sangkar” karya Iwan Simatupang (1960), “Mega-Mega” karya Ariin C. Noor (1968), “Dag Dig Dug” karya Putu Wijaya (1974) dll.

Selain pemetaan lima jenis naskah tersebut, dapat pula dibedakan naskah drama dengan tema remaja, religi, sosial, budaya, bahkan politik. Contoh, naskah drama “Marsinah Menggugat” adalah naskah drama karya Ratna Sarumpait, merupakan drama politik atas kesewenang- wenangan aparat Negara terhadap perjuangan kaum buruh yang dipelopori oleh Marsinah yang terbunuh ketika membela hak kaum buruh di Sidoarjo Jawa Timur.

Pada tahun 1990-an teater Satu Merah Panggung mementaskan naskah “Marsinah Menggugat” di berbagai kota di Pulau Jawa dan mendapat penjagaan yang ketat oleh aparat militer. Pada tahun 1997 pentas “Marsinah Menggugat” sempat dibubarkan oleh aparat negara ketika pentas di kota Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa teater juga dapat memberikan kritik kepada pemerintah yang diktator ketika suara rakyat dibungkam. Namun, saat ini kebebasan berekspresi melalui seni

tampak terbuka lebar tanpa kendala yang berarti dari aparat negara. Para seniman bebas berekspresi dengan penuh tanggung jawab mengedukasi masyarakat.

Naskah drama berkait dengan pesoalan masyarakat seperti persoalan lingkungan hidup, kesenjangan sosial, tragedi kemanusiaan, kemiskinan, dan perjuangan anak manusia dalam berbagai kehidupan. Oleh karena itu, sutradara yang baik akan mencari naskah yang dapat memberi “pencerahan” kepada calon penontonnya. Selain naskah yang ditulis oleh pengarang terkenal, naskah juga diciptakan oleh sutradara. Penulis naskah barat seperti Shakespeare, Ionesco, Anton Chekov, Bertold Brech, dll dapat diadaptasi dengan versi Indonesia. Naskah juga ditulis oleh penulis naskah drama produktif seperti Ariin C. Noor, Putu Wijaya, Rendra, N. Riantiarno. Joko Umbaran, dll.

Sutradara juga bisa mengadaptasi naskah novel, cerita pendek dalam bentuk naskah drama. Novel Da Vinci Code karya Dan Brown dapat menjadi naskah lakon yang baik dengan modiikasi berjudul Kode Kode Da Vinsi yang ditulis dan disutradri oleh Eko Triono. Naskah Novel Ronggeng Dukuh Paruk pun juga bisa diadaptasi menjadi “Sang Penari” yang bisa diilmkan dan diteaterkan. Mengubah teks dalam bentuk lain sudah biasa dilakukan sebagai alih wahana (meminjam istilah Sapardi Djoko Damono). Novel menjadi naskah drama atau sebaliknya. Cerpen menjadi naskah drama atau sebaliknya.

Memanggungkan naskah drama ke dalam pementasan teater merupakan keahlian tersendiri dari seorang sutradara. Sutradara, aktor, pekerja teater dapat berkontribusi memberikan ide dalam sebuah pementasan drama berdasarkan ide-ide yang diperoleh dari hasil membaca teks sastra maupun peristiwa yang dialaminya. Kisah penggali Kapur ditulis dan dipentaskan secara estetik oleh Hasta Indiyana dengan judul yang sama.

1. Konsep, Teknik, dan Prosedur Teater

Drama Iblis karya Mohamad Diponegoro berkisah tentang keimanan Nabi Ibrahim ketika menerima wahyu Tuhan untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Sebelum Ibrahim

melaksanakan niat sucinya, datanglah dua iblis perempuan dan laki-laki untuk membujuk dan merayu Siti Hajar (Istri Ibrahim) untuk menggagalkan niat suci Ibrahim mengorbankan anaknya. Namun niat Iblis selalu gagal karena Siti Hajar yang semula dianggap lemah ternyata adalah wanita yang saleh dan kuat imannya. Akhirnya, Iblis harus berhadapan dengan Ibrahim dan Ismail untuk menggagalkan niat suci Ibrahim. Mohamad Diponegoro adalah seorang Muslim. Dengan demikian naskah drama yang dihasilkan juga berdasarkan sejarah yang ditulis dalam Al Quran. Namun, bila naskah serupa ditulis oleh orang Nasrani dan didasarkan sejarah Bible (Alkitab), tentu saja nama tokoh akan berubah. Ibrahim akan menjadi Abraham. Siti Hajar akan berubah menjadi Sara, dan Ismail akan berubah menjadi Ishak. Seorang penulis naskah drama bisa mencari sumber/ide cerita bisa menggunakan Al Quran, Alkitab, Mitos, dan kejadian atau kisah sehari-hari di masyarakat.

Perhatikan kutipan berikut, yang menggambarkan Siti Hajar sebagai perempuan setia dan taat terhadap suami, dan beriman kepada Tuhan. Padahal Iblis menganggap Siti Hajar adalah perempuan yang lemah. Godaan Iblis kepada Siti Hajar selalu berakhir dengan kegagalan.

Siti Hajar: Bagaimana kaubisa tahu?

Iblis Perempuan:

Apa yang tak kuketahui? (Pause) Karena itu aku datang sebagai sahabatmu, untuk memberitahu kau bahwa sia- sia saja kau menanti Ibrahim. Dia akan meninggalkan kau lagi seperti dulu ia biarkan kau di sini diserahkan kepada Alam yang kejam.

Siti Hajar:

(Seperti pada diri sendiri) Dia tak akan berbuat begitu. Ismail adalah kecintaannya. Lebih dari yang lain. Dia mesti datang kemari.

Iblis Perempuan: Untuk kembali padamu?

Siti Hajar:

Kalau tidak kepadaku tentu kepada Ismail.

(Siti Hajar membelakangi Iblis perempuan, kemudian seperti pada diri sendiri). Ismail dilahirkan karena kehendak Tuhan. Dia diberi nama Ismail karena Tuhan telah mendengar doa Ibrahim. Kami ditinggalkan di sini karena kehendak Tuhan Juga. Diserahkannya kepada-Nya, dan benar Tuhan telah merawat kami dengan karunia-Nya sampai Ismail menjadi besar

(Mohamad Diponegoro, 1963)

Dialog antara Siti Hajar dan Iblis perempuan tersebut menggambarkan kuatnya keimanan Siti Hajar kepada Tuhan. Ismail lahir karena kehendak Tuhan. Siti Hajar ditinggalkan oleh Ibrahim di padang pasir yang tandus dan kering juga karena kehendak Tuhan. Jadi segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan. Konsep pemahaman karekter yang demikianlah yang harus dipahami oleh penganalisis naskah drama, sebelum melakukan pemeranan tokoh-tokoh dalam pertunjukan teater. Perhatikan juga psikologi tokoh dalam naskah-naskah drama berikut. Tumirah Sang Mucikari, Pada Suatu Hari, Semar Gugat, Titik Titik Hitam, Ayahku Pulang, Sampek Engtay, Semar Gugat, Republik Bagong, Opera Sakit Jiwa, Kapai Kapai, Sumur Tanpa Dasar, Lho, Aduh, Dor, Panembahan Reso, Perjuangan Suku Naga, Kereta Kencana, Orde Tabung, Dhemit, Perempuan-Perempuan, Bende Mataram, Warok, Domba-Domba Revolusi, Monumen, RT Nol RW Nol, Petang Di Taman, dll. Psikologi tokoh juga bisa

dicermati dalam drama-drama tematis berkait dengan agama, feminisme, politik, kuasaaan, etnisitas, dll.

2. Konsep Drama

Selain persoalan pemahaman naskah, masalah penting dalam prosedur teater adalah persoalan drama adalah konliks antarmanusia dan hubungan antara teks drama dan pengarang naskah. Seorang sutradara akan mengonstruksi apakah naskah yang akan dipentaskan mengandung konliks. Adakah tokoh yang bisa mengembangkan cerita. Adanya tokoh protagonis yang membawa misi dan tokoh antagonis yang menentang misi. Selain itu, memahami hubungan penulis dan teks drama yang dihasilkan menjadi hal penting. Penulis teks drama akan mengangkat persoalan kepada pembaca, dan pembaca mencoba menganalisis untuk kemungkinan pemanggungannya.

Dalam pemanggungan naskah drama perlu memahami berbagai jenis tema, muatan isi yang ingin disampaikan kepada pembaca dan penonton jika dipanggungkan, dan kekuatan naskah bila dipanggungkan dari aspek penonton. Apakah naskah tersebut menjadi magnet penonton untuk datang ke gedung pertunjukan untuk menonton pementasan drama berdasarkan naskah yang sudah dibacanya. Apakah jumlah tokoh yang ada dalam naskah drama sebanding dengan calon aktor yang akan memerankannya. Oleh karena itu seorang sutradara akan memahami konsep naskah drama dan kemungkinan pemanggungannya dari aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan naskah tersebut untuk dipentaskan.

Pemahaman terhadap kekuatan naskah dari unsur literer, tematik, dan pesan yang disampaikan, kemungkinan durasi waktu yang dibutuhkan dalam pementasan naskah, dan kekuatan aktor untuk memerankan tokoh dalam naskah tersebut menjadi bahan pertimbangan sutradara. Selain faktor naskah, pertimbangan kemungkinan hadirnya unsur artistik

menjadi perhatian dalam pementasan drama. Apakah tersedia setting panggung yang memadai beserta propertinya. Apakah tersedia lighting untuk mendukung pentas. Apakah ada crew musik yang mendukung pementasan, dll.

3. Drama sebagai Konliks Manusia

Dalam hubungannya dengan konliks manusia subjeknya adalah lahir, menikah, cerai, mati, kejahatan dan hukuman, perang dan damai. Temanya adalah keberanian dan kepengecutan, kesetiaan dan pengkhianatan, keserakahan dan murah hati. Emosinya tentang kemarahan, cinta, benci, ketakutan, dan kenikmatan. Pihak yang menginginkan sesuatu dan “antagonis” yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut atau “antagonis”.

Menurut Harymawan (1993) penciptaan drama dasarnya adalah konliks, yang menjadi hukum drama yaitu berpokok pernyataan kehendak manusia yang saling beroposisi. Kisah si “protagonis” yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut.

Hal yang harus dipelajari mengenai “karakter” manusia adalah penulis naskah, aktor/aktris, dan sutradara. Penulis naskah harus mengerti bagaimana dan untuk apa tanggapan atau respon manusia bila ia menciptakan peran yang wajar. Aktor /aktris akan dapat membawakan peran hidup tentang peran manusia. Sutradara mempelajari penulis naskah dan aktor/aktris. Hal ini akan membawa konsekuensi bentuk lakon atau pertunjukan yang berbeda –beda seperti realis, naturalis, ekspresionis dan sebagainya. Namun demikian, teater tetap manusia sebagai dasarnya. Penyimpangan dari respon yang wajar yang dapat diterima penonton. Sebaliknya penyimpangan yang tidak wajar tidak bisa diterima penonton. Sebagai contoh, dalam drama barat penggunaan pakaian minim untuk mendukung karakter tokoh tidak menjadi masalah. Hal ini berbeda dengan drama timur yang “agak tabu” mengeksplorasi aurat.

Dengan demikian, sebuah naskah yang ditulis, walaupun dipentaskan berbeda pemanggungnnya, masih bisa diterima penonton asalkan tidak menyimpang dari tema dan jalan cerita dalam naskah drama. Naskah lakon “Ande-Ande Lumut” versi Jawa dapat diparodikan dengan nama tokoh atau peristiwa yang sama dengan topik berbeda. Kisah tragis Pronocitro dan Roro Mendut dapat diparodikan dengan nama lain sebagai Balada Sukiman dan Surtini. Contoh, lain Parodi “Opera Van Java” yang tayang di stasiun televisi swasta dapat memperjelas fenomena teater tetap sebagai konliks manusia.

Dalam dokumen drama teori dan praktik pementasan edit 1 (Halaman 64-70)