• Tidak ada hasil yang ditemukan

I: untuk mengetahui kinerja ekstrak rumput kebar terhadap hewan normal Tikus-tikus yang telah dewasa kelamin, dikelompokan menjadi dua

kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol = kelompok tikus normal yang diberi plasebo selama 7, 14, 21 dan 28 hari.

2. Kelompok perlakuan = kelompok tikus yang diberi rumput kebar dosis 0.0945 mg/gram bobot badan selama 7, 14, 21 dan 28 hari.

Analisis Data

Analisa data menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) selang kepercayaan 95% (α = 0.05) dengan menggunakan program SPSS (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL

Analisis Fitokimia Rumput Kebar

Hasil uji fitokimia rumput kebar di Laboratorium Balitro disajikan pada tabel 3. Hasil analisa fitokimia kimia rumput kebar menunjukan bahwa rumput kebar tidak mengandung steroid. Tumbuhan ini mengandung zat-zat seperti saponin dengan jumlah banyak (++/+++) dan flavonoid dengan jumlah sangat banyak (++++). Selain flavonoid, fitokimia rumput kebar juga sangat banyak mengandung senyawa-senyawa alkaloid, tanin, triterfenoid dan glikosida.

Tabel 3 Hasil uji fitokimia rumput kebar di Laboratorium Balitro (Lampiran 3 )

Kandungan bahan Kualitas keberadaan bahan

Alkaloid ++++

Saponin ++ sampai dengan +++

Tanin ++++ Fenolik ++ Flavonoid ++++ Triterfenoid ++++ Steroid - Glikosida ++++ Keterangan: - : Negatif + : Positif lemah ++ ; Positif +++ : Positif kuat ++++ :Positif kuat sekali

Pengaruh Ekstrak Rumput Kebar terhadap Tikus Jantan yang Diturunkan Kinerja Reproduksinya

Bobot Badan Tikus

Rataan bobot badan mingguan tikus disajikan pada gambar 14. Berdasarkan tabel sidik ragam, bobot tikus pada hari ke-7 dan ke-14 tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan perlakuan ekstrak rumput kebar pada hari ke-7 dan ke-14 belum berpengaruh terhadap bobot badan.

0 50 100 150 200 250 300 350 1 2 3 4 M inggu B e ra t (g ra m )

Kontrol Rumput kebar

Gambar 14 Rataan bobot badan tikus setelah pemberian ekstrak rumput kebar pada hewan yang diturunkan kemampuan reproduksinya

Sedangkan pada hari ke 21 dan hari ke 28, bobot badan pada tikus yang diberi perlakuan rumput kebar tanpak berbeda nyata (P<0.05) bila dibanding dengan kelompok kontrol. Dari hasil analisa tersebut terlihat bahwa pemberian ekstrak rumput kebar mulai berpengaruh pada hari ke-21 dan ke-28 terhadap bobot badan tikus.

Persentase Pertambahan Bobot Badan Tikus

Persentase pertambahan bobot badan tikus setelah diberi perlakuan ekstrak rumput kebar terjadi peningkatan. Walaupun dari uji sidik ragam hanya minggu ketiga dan keempat yang berbeda nyata (P<0.05) (Tabel 4). Pertambahan bobot badan tikus dapat dihitung dengan cara: bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dan dikali 100%.

Tabel 4 Rataan pertambahan bobot badan tikus (%) mingguan yang diturunkan kemampuan reproduksinya

Kelompok (hari/minggu)

Kelompok

Kontrol (%) Rumput kebar (%)

7 hari (1 minggu ) 3,10±0,23 5,67±2,65

14 hari (2 minggu ) 32,69±11,43 54,59±9,34 21 hari (3 minggu ) 44,37±8,33 a 62,85±5,15 b

28 hari (4 minggu ) 47,52±3,40 a 69,69±2,32 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan minggu pertama dan kedua belum berpengaruh nyata terhadap pertambahan persentase bobot badan tikus. Sedangkan pada minggu ketiga dan keempat mulai berpengaruh terhadap persentase pertambahan bobot badan tikus. Rataan persentase pertambahan bobot badan tikus perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan ini akan terus berlangsung sampai tikus memiliki bobot badan yang maksimal, namun persentase pertambahan bobot badan pada tikus perlakuan memiliki waktu lebih cepat dibanding tikus kontrol.

Rasio Bobot Testis terhadap Berat Badan

Rataan rasio bobot testis terhadap bobot badan disajikan pada tabel 5. Dari hasil analisa sidik ragam terlihat bahwa pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan rasio bobot testis terhadap bobot badan pada semua usia percobaan (P<0.05). Perlakuan rumput kebar berpengaruh pada keempat minggu perlakuan. Bobot testis yang meningkat terlihat dari perkembangan testis setelah diberi perlakukan rumput kebar (Gambar 15, 16).

Tabel 5 Rataan rasio bobot testis terhadap bobot badan tikus (%) yang diturunkan kemampuan reproduksinya

Kelompok (hari/minggu)

Perlakuan

Kontrol Rumput kebar

7 hari (1 minggu ) 0,58±0,21 a 0,99±0,26 b

14 hari (2 minggu ) 0,72±0,64 a 1,14±0,31 b

21 hari (3 minggu ) 0,88±0,55 a 1,16±0,36 b

28 hari (4 minggu ) 1,12±0,21 a 1,40±0,02 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Gambar 15 Perbandingan besar testis tikus pada kelompok kontrol dan kelompok yang diberi ekstrak rumput kebar selama 21 hari

Gambar 16 Perbandingan besar testis tikus pada kelompok kontrol dan kelompok yang diberi ekstrak rumput kebar selama 28 hari

Konsentrasi spermatozoa

Hasil rataan jumlah spermatozoa disajikan pada tabel 6. Jumlah spermatozoa tikus kontrol menunjukkan rataan yang rendah dibandingkan dengan yang diberi rumput kebar.

Tabel 6 Rataan jumlah spermatozoa/mm3 suspensi pada tikus yang diturunkan

kemampuan reproduksinya Kelompok

(hari/minggu)

Perlakuan

Kontrol Rumput kebar 7 hari (1 minggu ) 4.210±0,80 a 11.730±2,36 b

14 hari (2 minggu ) 4.750±1,9 a 11.875±5,56 b

21 hari (3 minggu ) 5.085±0,59 a 11.935±3,90 b

28 hari (4 minggu ) 9.395±4,80 12.580±2,25

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Uji sidik ragam menunjukan terdapat perbedaan nyata (P<0.05) pada hari ke 7, 14 dan 21 antara kelompok kontrol dengan yang diberi ekstrak rumput kebar. Sedangkan pada hari ke-28 tidak berbada nyata (P>0.05). Hal ini berarti bahwa perlakuan berpengaruh pada hari ke-7, 14, dan 21 terhadap jumlah spermatozoa tikus. Pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan jumlah spermatozoa. Pada hari ke 28 jumlah spermatozoa tidak berbeda nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hal ini diduga pemberian borax sudah tidak berpengaruh lagi pada jumlah spermatozoa sehingga pemberian ekstrak rumput kebar tidak memberikan pengaruh nyata.

Morfologi Abnormal Spermatozoa

Pada kelompok tikus kontrol dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan memiliki rataan persentase morfologi abnormal yang lebih tinggi. (Gambar 17). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 M o rf o lo g i a b n o rm a l (% ) 1 2 3 4 M inggu

Kontrol Rumput kebar

Gambar 17 Perbandingan persentase morfologi spermatozoa abnormal pada tikus yang diturunkan kinerja reproduksinya

Berdasarkan sidik ragam kelompok hari ke-7, 14 dan 21 tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rumput kebar pada kelompok hari tersebut tidak berpengaruh. Sedangkan pada kelompok hari ke-28 mulai berpengaruh dan berbeda nyata (P<0.05). Hal ini berarti bahwa perlakuan ekstrak rumput kebar mulai dapat mengembalikan morfologi spermatozoa normal pada minggu ke empat (Lampiran 4). Pada minggu pertama setelah pemberian borax, antara kontrol dan perlakuan memiliki persentase morfologi abnormal yang hampir sama yaitu 84,5% dan 83,3%. Pada minggu kedua dan ketiga penurunan morfologi abnormal mulai terjadi pada kelompok perlakuan yaitu 69% dan 68,5%. Pada minggu ketiga kelompok perlakuan memiliki abnormalitas menjadi 36,66%. Sedangkan pada kelompok kontrol morfologi abnormal masih tinggi dibanding kelompok perlakuan. Nilai persentase morfologi abnormal tersebut diatas masih lebih tinggi dibandingkan dengan morfologi abnormal untuk tikus normal rata-rata 24% sampai dengan 25%. Apabila pengamatan dan pemberian ekstrak rumput kebar dilanjutkan maka morfologi abnormal akan menurun dan kembali ke kondisi normal.

a a a a a a

Viabilitas spermatozoa

Rataan persentase spermatozoa hidup tikus disajikan pada tabel 7. Persentase viabilitas pada kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, menunjukkan bahwa tikus perlakuan memiliki persentase rataan spermatozoa hidup yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Tabel 7 Rataan persentase spermatozoa hidup pada tikus yang diturunkan kinerja reproduksinya

Kelompok (hari/minggu)

Perlakuan

Kontrol (%) Rumput kebar (%)

7 hari (1 minggu ) 7,83±0,76 8,33±2,08

14 hari (2 minggu ) 20,83±14,88 23,33±12,50 21 hari (3 minggu ) 24,16±12,96 a 84,83±3,40 b

28 hari (4 minggu ) 51,83±2,00 a 85,16±2,36 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Berdasarkan tabel sidik ragam pada hari ke-7 dan ke-14 pada kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rumput kebar pada kelompok hari tersebut belum berpengaruh nyata. Kemampuan hidup spermatozoa yang rendah masih didapat pada kelompok hari ke-7 dan ke-14. Tabel sidik ragam kelompok hari ke-21 dan hari ke-28 berbeda nyata (P<0.05), sehingga dikatakan pemberian perlakuan dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa. Hal ini menunjukan bahwa pada minggu ke-3 dan ke-4 terjadi peningkatan kembali spermatozoa hidup.

Dari pengamatan viabilitas terlihat sebagian kecil spermatozoa dengan morfologi abnormal namun memiliki kemampuan hidup yang tinggi. Kelompok kontrol dan perlakuan minggu pertama dan kedua memiliki rataan viabilitas yang hampir sama yaitu 7,83% , 20,83% dan 8,33%, 23,33%. Namun kelompok perlakuan memiliki rataan sedikit lebih tinggi. Kenaikan yang cukup tinggi terjadi pada minggu ketiga pada kelompok perlakuan yaitu 84,83%, tetapi pada kontol masih tetap rendah yaitu 24,16%. Minggu ketiga dan keempat pada perlakuan viabilitas kembali normal, bahkan memiliki nilai yang lebih tinggi dari viabilitas tikus normal. Dari hasil penelitian tikus normal memiliki viabilitas 78,09% sampai dengan 80%. Pada minggu keempat tikus kontrol masih memiliki nilai viabilitas yang rendah yaitu 51,83%.

Pengaruh Ekstrak Rumput Kebar terhadap Tikus Jantan Normal

Bobot Badan Tikus

Rataan bobot badan mingguan tikus disajikan pada gambar18. Pemberian perlakuan terhadap bobot badan tikus menunjukkan peningkatan rataan bobot badan tikus. Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara kontrol dan perlakuan. Bila dibandingkan rataan bobot badan tikus jantan antara dua perlakuan selama empat minggu terlihat bahwa perlakuan tikus yang diberi rumput kebar sedikit lebih tinggi dari tikus kontrol. Dengan demikian tikus normal hanya mengalami sedikit peningkatan berat badan tetapi secara statistik tidak signifikan walaupun diberi rumput kebar.

0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 M inggu B e ra t (g ra m )

Kontrol Rumput kebar

Gambar 18 Rataan bobot badan tikus setelah pemberian ekstrak rumput kebar pada hewan normal

Persentase Pertambahan Bobot Badan

Rataan pertambahan bobot badan tikus disajikan pada tabel 8. Perlakuan ekstrak rumput kebar pada tikus menunjukan hasil persentase pertambahan bobot badan yang sama seperti rataan pertambahan bobot badan, dimana antara kelompok kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05).

Dengan demikian pemberian ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pertambahan bobot badan pada tikus normal. Rataan persentase pertambahan bobot badan tikus perlakuan lebih tinggi dibandingkan

dengan kontrol. Pertambahan ini akan terus berlangsung sampai tikus memiliki bobot badan yang maksimal, namun persentase pertambahan bobot badan pada tikus perlakuan sedikit lebih tinggi dibanding tikus kontrol.

Tabel 8 Rataan pertambahan bobot badan tikus (%) mingguan pada tikus normal Kelompok

(hari/minggu)

Kelompok

Kontrol (%) Rumput kebar (%)

7 hari (1 minggu ) 7,88±0,53 13,16±6,97

14 hari (2 minggu ) 10,39±3,45 19,63±5,51 21 hari (3 minggu ) 11,74±3,54 21,22±12,57 28 hari (4 minggu ) 34,13±17,23 39,75±10,26

Rasio Bobot Testis terhadap Berat Badan

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa bobot testis perberat badan antara kontrol dan perlakuan memiliki nilai yang hampir sama, namun pada kelompok perlakuan tetap memiliki nilai yang sedikit lebih besar.

Tabel 9 Rataan rasio bobot testis terhadap berat badan (%) pada tikus normal Kelompok

(hari/ minggu)

Perlakuan

Kontrol (%) Rumput kebar (%)

7 hari( 1minggu ) 1,07±0,04 1,27±0,18

14 hari (2 minggu ) 1,27±0,04 1,41±1,66

21 hari (3 minggu ) 1,41±0,46 1,42±0,19

28 hari (4 minggu ) 1,52±0,11 1,59±0,17

Rasio rataan berat testis terhadap berat badan untuk kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan kecenderungan peningkatan bobot testis walaupun analisa uji sidik ragam menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap berat testis untuk tikus normal. Hal ini terkait dengan bobot testis yang telah mencapai keadaan maksimal.

Konsentrasi Spermatozoa

Hasil rataan jumlah spermatozoa disajikan pada tabel 10. Pada pengamatan jumlah jumlah spermatozoa/mm3 tikus menunjukkan tikus dengan

dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol. Walaupun uji sidik ragam menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0.05) antara perlakuan tikus normal dan perlakuan tikus yang diberi ekstrak rumput kebar terhadap konsentrasi spermatozoa. Perlakuan rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatkan jumlah spermatozoa pada tikus normal.

Tabel 10 Rataan jumlah spermatozoa/mm3 suspensi pada tikus normal

Kelompok (hari/ minggu)

Perlakuan

Kontrol Rumput kebar

7 hari (1 minggu ) 10.415±2,23 10.455±1,47 14 hari (2 minggu ) 10.480±4,31 10.500±2,41 21 hari (3 minggu ) 10.750±3,45 11.000±0,82 28 hari ( 4 minggu ) 11.145±3,76 11.305±1,43

Pemberian ekstrak rumput kebar pada tikus normal tidak menunjukkan kenaikan konsentrasi spermatozoa yang berarti. Hal ini disebabkan konsentrasi spermatozoa telah normal dan maximal sehingga penambahan dosis atau lamanya perlakuan bisa saja menyebabkan feed back negatif .

Morfologi abnormal spermatozoa

Berikut adalah diagram yang mengambarkan persentase morfologi spermatozoa tikus normal dan tikus yang diberi ekstrak rumput kebar (Gambar19). 0 5 10 15 20 25 M o rf o lo g i a b n o rm a l (% ) 1 2 3 4 M inggu

Kontrol Rumput kebar

Gambar 19 Perbandingan persentase morfologi spermatozoa abnormal pada tikus normal

Persentase bentuk spermatozoa abnormal pada tikus yang diberi rumput kebar memiliki rataan nilai yang rendah dibandingkan kelompok kontrol. Analisa sidik ragam menunjukan bahwa seluruh kelompok perlakuan berpengaruh dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap morfologi spermatozoa tikus (Lampiran 4).

Spermatozoa pada kelompok tikus perlakuan tanpa pemberian ekstrak rumput kebar (kontrol) memiliki nilai abnormal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberi ekstrak rumput kebar. Penurunan persentase morfologi abnormal sudah dimulai pada minggu pertama sampai keempat perlakuan. Penurunan morfologi abnormal pada tikus perlakuan, lebih kurang lima puluh persen. Penurunan ini meningkatkan morfologi normal sehingga kualitas spermatozoa menjadi lebih baik.

Viabilitas Spermatozoa

Pengaruh perlakuan ekstrak rumput kebar terhadap kemampuan hidup tikus, menunjukkan bahwa tikus yang diberi perlakuan rumput kebar memiliki rataan persentase viabilitas yang lebih besar jika dibandingkan tikus normal (Tabel 11).

Tabel 11 Rataan persentase spermatozoa hidup (%) pada tikus normal Kelompok

(hari/minggu)

Perlakuan

Kontrol (%) Rumput kebar(%) 7 hari (1 minggu ) 78,00±4,09 82,00±6,76 14 hari (2 minggu ) 79,00±4,82 82,33±13,53 21 hari (3 minggu ) 80,00±7,00 84,50±7,46 28 hari (4 minggu ) 80,00±8,18 87,00±6,00

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kelompok tikus normal dan perlakuan dari hari ke-7 sampai kelompok hari ke-28 tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh terhadap kemampuan hidup spermatozoa pada tikus normal. Dari pengamatan daya hidup spermatozoa, kelompok kontrol dan perlakuan minggu pertama sampai minggu keempat memiliki rataan viabilitas yang hampir sama. Namun rataan persentase perlakuan masih sedikit lebih tinggi. Kemampuan hidup ini diduga dapat terus meningkat bila menggunakan waktu yang lebih dari empat minggu.

PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus

Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi perlakuan ekstrak rumput kebar memiliki rataan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol. Meskipun perlakuan pemberian ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot tubuh tikus normal. Pada percobaan berikutnya pertambahan bobot badan tikus yang diinduksi borax dan diberi ekstrak rumput kebar menunjukan rataan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa pemberian ekstrak rumput kebar. Perlakuan mulai berpengaruh pada kelompok hari ke-21 dan hari ke-28 terhadap bobot badan tikus. Hal yang sama juga terjadi untuk rataan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak rumput kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan vitamin E pada tikus setiap hari. Menurut Besenfeider et al.(1996) suplementasi beta-karoten (profitamin A) pada pakan akan meningkatkan bobot badan tikus. Rumput kebar memiliki 17 jenis asam amino yang merupakan kebutuhan dasar, dibutuhkan untuk pertumbuhan. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) kebutuhan dasar tikus bervariasi. Kebutuhan dasar untuk tikus adalah protein 20-25% (tetapi hanya 12% kalau protein itu lengkap berisi 20 asam amino esensial), lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5%, dan abu 4-5%.

Pemberian ekstrak rumput kebar menyebabkan tersedianya bahan baku metabolisme yang lebih. Tersedianya bahan baku ini dapat meningkatkan laju metabolisme dengan ketersediaan ATP dan bahan metabolit biosintesis. Pertambahan bobot badan atau pertumbuhan disebabkan adanya hiperplasia

(pembelahan sel), hipertropi (pertambahan volume sel), dan pertambahan matrik ekstraseluler. Faktor-faktor ini memberi kontribusi terhadap peningkatan massa atau peningkatan bobot badan. Pidada (2004) menyatakan bahwa suplemen pakan yang baik menginduksi peningkatan berat badan anak pada mencit.

Rasio Bobot Testis terhadap Berat Badan

Ukuran testis merupakan indikator yang digunakan untuk memperkirakan kapasitas produksi spermatozoa hewan jantan. Testis berukuran normal memiliki hubungan positif dengan potensi subtansi fungsional (tubuli seminiferus) yang terkandung didalam testis (Axner & Forsberg 2002). Perlakuan borax pada tikus jantan dapat menyebabkan lesio pada testis ditandai dengan penghambatan spermiosis yang diikuti oleh atropi pada dosis tinggi (Chapin & Ku 1994). Atropi testis adalah pengecilan testis dari ukuran normal, diduga sebagai akibat dari gangguan hormonal yang disebabkan oleh toksikan yang masuk melalui kelenjar- kelenjar endokrin di testis. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya tubuli seminiferus yang merupakan pabrik pembuatan spermatozoa. Kelompok tikus normal yang diberi ekstrak rumput kebar menunjukan peningkatan rataan berat testis. Perlakuan pemberian rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap berat testis untuk tikus normal. Rataan berat testis tikus yang diinduksi borax pada perlakuan ekstrak rumput kebar, memiliki rataan yang lebih tinggi. Perlakuan rumput kebar pada tikus yang diborak dapat berpengaruh dan dapat mengembalikan bobot testis ke ukuran semula.

Hasil penelitian Soestoeboen (2005) menyatakan bahwa ekstrak rumput kebar memiliki protein dengan Berat Molekul (BM) yang sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonatropin (PMSG). PMSG adalah hormon yang mempunyai bioaktifitas mirip FSH dan LH. Canipari (1994) dan Mattioli (1994) menyatakan bahwa PMSG secara in vitro dapat mengoptimalisasikan stimulasi sel-sel komulus untuk mengsekresikan progesteron, estradiol dan prostaglandin dengan kadar yang relatif cukup tinggi dan dapat berperan dalam proses suplai nutrisi yang dibutuhkan. Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995) estradiol, progesterone, dan faktor pertumbuhan lain merupakan perangsang pertumbuhan jaringan.

Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Reproduksi Konsentrasi Spermatozoa.

Konsentrasi spermatozoa pada tikus normal yang diberi ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh nyata. Kelompok tikus yang diinduksi borax dan diberi ekstrak rumput kebar memiliki rataan konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan berpengaruh pada hari ke-7, 14, dan 21 terhadap konsentrasi spermatozoa tikus. Terjadi peningkatan jumlah spermatozoa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3. Pada minggu ke-4 konsentrasi mendekati normal.

Penurunan kualitas spermatozoa tikus jantan yang diperlakukan dengan borax terjadi karena borax berikatan dengan sisi ribitil dari riboflavin membentuk kompleks riboflavin-borax yang merupakan metabolit tidak aktif. Adanya ikatan ini menyebabkan defisiensi riboflavin, sehingga energi yang diperlukan sel menjadi berkurang. Riboflavin diperlukan sel untuk menghasilkan energi termasuk sel spermatozoa. Energi diperlukan untuk mempertahankan kualitas kehidupan spermatozoa selama di epididimis. Kekurangan energi ini karena riboflavin merupakan komponen koenzim flavin adenin dinukleotida (FAD) yang merupakan pembawa elektron pada sistem trasfer elektron untuk menyediakan energi tinggi. Jika FAD diikat oleh borax, riboflavin tidak dapat bekerja sehingga mekanisme trasfer elektron terganggu, karena tidak ada molekul pembawa elektron yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia untuk menghasilkan energi tinggi (Rennie et al. 1990). Borax bersifat sitotoksis yang bekerja sebagai penghambat pembentuk ATP. Dengan dihambatnya pembentukan energi yang secara umum diperlukan sel untuk aktivitas hidup, maka kekurangan energi akan menyebabkan penurunan fungsi faal reseptor sel. Menurut Cook (1990) dan De Kretser (1997) fungsi pemeliharaan spermatozoa juga melibatkan kontrol hormonal yang melibatkan reseptor. Jika fungsi faal reseptor terganggu mengakibatkan fungsi pemeliharaan spermatozoa terganggu.

Pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan kadar 17 ß-estradiol dalam darah mencit (Pasaribu & Indyastuti 2004). Wajo (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan perkembangan folikel ayam buras, karena mengandung saponin yang merupakan bahan dasar

untuk sintesis hormon-hormon steroid. Steroid di dalam tubuh sangat berperan dalam sintesis protein di dalam sel target. Organ-organ reproduksi merupakan salah satu sasaran dari hormon steroid (Mountcastle 1999). Steroid dalam darah akan menyebabkan sel-sel granulose menjadi sensitif tergadap gonatropin dan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulose.

Morfologi Abnormal Spermatozoa

Borax dapat mempengaruhi abnormalitas spermatozoa. Sedangkan pemberian ekstrak rumput kebar setelah pemberian borax dapat mengembalikan jumlah spermatozoa normal (Gambar 20). Hasil pengamatan secara mikrokopis sel-sel kelamin jantan pada tikus yang diberi perlakuan borax tanpa rumput kebar terlihat adanya dominasi sel-sel spermatozoa tikus yang tidak normal yaitu tidak adanya ekor atau kepala dan juga bentuk kepala yang tidak normal. Menurut Hafez et al. (2000), hal tersebut menunjukan sel-sel tersebut mengalami degenerasi. Hal ini berkaitan dengan sifat borax yang menyebabkan terjadinya degenerasi pada spermatozoa. Menurunnya morfologi spermatozoa normal akibat perlakuan dengan borax tampaknya mulai terjadi pada saat spermatogenesis (Kaspul 2004), dengan berkurangnya energi pada saat pemeliharaan, sel spermatozoa mengalami degenerasi dan resorbsi. Penurunan morfologi normal ini semakin besar pada saat pemeliharaan di epididimis, karena kekurangan energi.

Pada kelompok tikus yang diborax dan dilanjutkan dengan pemberian ekstrak rumput kebar tampak bahwa persentase morfologi normal kembali meningkat atau penurunan degenerasi spermatozoa. Menurut Darmansyah (1987), degenerasi merupakan perubahan-perubahan morfologik yang nonfatal dimana perubahan tersebut bersifat reversibel atau dapat pulih kembali. Perubahan patologis terjadi pada sel-sel kelamin jantan pada tikus-tikus yang diberi borax, secara mikrokopis terlihat bentuk-bentuk yang tidak normal (Gambar 21). Menurut Hafez et al. (2000), bentuk-bentuk abnormalitas terdiri atas beberapa kategori yaitu kelainan kepala sperma, kerusakan pada ekor sperma, dan gangguan pada struktur dan ukuran sel. Kelainan kepala sperma antara lain berupa bentuk kepala besar, pendek atau mempunyai dua kepala, droplet pada leher atau

putusnya kepala sel. Sedangkan kerusakan pada ekor yaitu berupa hilangnya ekor, putusnya ekor pada bagian leher atau bagian tengah sehingga ekor menggulung, bentuk kembar, dan kombinasi kerusakan pada kepala atau ekor sel.

Gambar 20 Bentuk normal spermatozoa tikus

A B C.

Gambar 21 Bentuk spermatozoa tikus abnormal, (A) tanpa kepala dan ekor terputus; (B) dua kepala; (C) kepala cacat

Viabilitas Spermatozoa

Pemberian rumput kebar pada tikus, dapat meningkatkan viabilitas tikus normal. Perlakuan rumput kebar memiliki rataan kemampuan hidup yang lebih tinggi meskipun perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tikus normal. Perlakuan dengan pemberian rumput kebar setelah diinduksi borax berpengaruh terhadap viabilitas spermatozoa tikus. Kemampuan hidup spermatozoa yang rendah masih didapat pada kelompok hari ke-7 dan ke-14.

Kemampuan hidup yang rendah pada perlakuan borax disebabkan karena sifat toksin dari borax. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Hal ini digunakan sebagai dasar penilaian toksikologis suatu zat kimia (Indrasari 2003).

Beberapa zat kimia dapat mengganggu sistem reproduksi hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda diantaranya menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis seperti spermatozoa cacat, tidak aktif bahkan mati (Lu

Dokumen terkait