• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Tanaman kentang dapat dibudidayakan di negara beriklim sedang, tropis dan subtropis (Otroshy 2006). Menurut Williams et al. (1993) kentang merupakan tanaman di daerah beriklim sedang (subtropis) dan dataran tinggi (1000-3000 m). Pusat konservasi keanekaragaman hayati kentang berada di dataran tinggi Andes, Amerika Selatan (Smith 1968; CIP 2010). Wilayah tersebut berada pada ketinggian antara 1500-4000 m. Budidaya kentang di Indonesia umumnya dilakukan di dataran tinggi pada ketinggian 800-1800 m (FAO 2008). Petani di dataran tinggi Indonesia menanam kentang sebagai sayuran utama.

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting ketiga di dunia setelah beras dan gandum untuk konsumsi manusia (CIP 2010). Penggunaan kentang di seluruh dunia untuk konsumsi segar mencapai 50% dan sisanya dijadikan produk olahan, pakan ternak, serta digunakan kembali sebagai benih (FAO 2008). Kandungan karbohidrat yang tinggi pada kentang dapat menggantikan bahan pangan karbohidrat lainnya seperti padi, jagung dan gandum (Pitojo 2004).

Kentang merupakan salah satu tanaman dikotil yang bersifat semusim dan berbentuk semak/herba. Susunan tubuh utama kentang terdiri dari batang, daun, umbi, akar, bunga, buah, dan biji. Batang kentang berada di atas permukaan tanah. Panjang batang sekitar 30-100 cm diatas permukaan tanah (Otroshy 2006). Daun kentang berupa daun majemuk. Umbi kentang merupakan perbesaran dari batang di dalam tanah (stolon) yang menyimpan hasil fotosintesis. Stolon mulai terlihat seminggu atau 10 hari setelah tanaman muncul ke permukaan (Smith 1968). Morfologi tanaman kentang disajikan pada Gambar 2.1

Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pertumbuhan kentang yaitu suhu udara, lama penyinaran, intensitas cahaya, media tumbuh serta kelembaban (Smith 1968). Pertumbuhan tanaman kentang dapat dibedakan menjadi tiga fase yakni fase pertumbuhan vegetative (pre emergence-emergence), fase pertumbuhan brangkasan (haulm growth) dan fase pertumbuhan umbi (tuber

growth) (Sulistiono 2005; Streck et al. 2007; Lutaladio et al. 2009). Tanaman

kentang pada setiap fase pertumbuhan menghendaki suhu yang berbeda-beda. Pada fase vegetatif, apabila suhu sekitar 25 °C maka pertumbuhan vegetatif tanaman baik. Suhu tersebut menyebabakan pertumbuhan batang, daun dan akar kentang lebih cepat, tetapi pertumbuhan umbi terhambat (Lovatt 1997; Milthrope dan Moorby 1975; Smith 1968). Pada fase inisiasi dan pembesaran umbi, suhu ideal untuk pembentukan umbi 15-20 °C (Lovatt 1997). Kombinasi suhu rendah dengan penyinaran matahari yang relatif pendek dapat berpengaruh baik terhadap pembentukan dan perkembangan umbi kentang (Gunawan dan Afrizal 2009).

Kelembaban rata-rata untuk pertumbuhan tanaman kentang sekitar 80-90% (Sunarjono 2007).

Gambar 2.1 Morfologi tanaman kentang (Sumber : FAO 2008) Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi. Menurut Burton (1981), untuk mendapatkan hasil yang maksimum tanaman kentang membutuhkan suhu optimum yang relatif rendah. Pertumbuhan umbi kentang membutuhkan suhu 15.6 sampai 17.8 oC dengan suhu rata-rata 15.5 oC. Peningkatan suhu 10 oC menyebabkan respirasi akan bertambah dua kali lipat. Laju pertumbuhan tanaman meningkat sampai mencapai maksimum jika suhu meningkat. Laju fotosintesis juga meningkat sampai mencapai maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi lebih besar pada kondisi suhu tinggi daripada penambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis. Akibatnya, tidak ada peningkatan hasil netto dan bobot kering tanaman dan menyebabkan hasil umbi menurun.

Suhu malam untuk pembentukan umbi lebih penting dibandingkan dengan suhu siang. Jumlah umbi menurun dengan meningkatnya suhu malam. Suhu tinggi, terutama pada malam hari menyebabkan pertumbuhan lebih banyak terjadi pada bagian tanaman di atas tanah daripada bagian di bawah tanah. Pembentukan umbi memerlukan suhu siang hari 17.7 sampai 23.7 °C dan suhu malam hari 6.1 sampai 12.2 °C. Suhu malam yang tinggi lebih banyak menghasilkan daun baru, cabang, dan bunga serta stolon muncul di permukaan tanah membentuk batang

dan daun. Suhu malam yang tinggi menyebabkan umbi yang dihasilkan sedikit. Keadaan sebaliknya terjadi jika suhu malam yang rendah. Cekaman suhu yang tinggi selama perkembangan umbi menghasilkan umbi yang dihasilkan berbentuk abnormal. Hal tersebut karena terjadi pertumbuhan baru dari umbi yang telah terbentuk sebelumnya yang disebut pertumbuhan sekunder (retakan-retakan pada umbi, pemanjangan bagian ujung umbi, dan kadang-kadang terjadinya rangkaian umbi) (Nonnecke 1989).

Cahaya matahari yang sampai ke bumi tidak semua dapat diserap oleh tanaman. Cahaya yang dapat diserap tanaman ialah cahaya PAR (Photosynthetically Active Radiation) dengan panjang gelombang 0.38-0.68 μm (Handoko 1994; 1995). Radiasi surya merupakan faktor penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena berkaitan dengan proses fisiologi tanaman (Baharsjah dan Bey 1991; Boer 1994). Radiasi surya yang sampai ke tanaman mempengaruhi laju pertumbuhan, laju transpirasi, dan titik kritis pertumbuhan tanaman. Peningkatan radiasi surya mampu mempercepat pembungaan dan pembuahan tanaman (Sitompul 2002). Hal tersebut didukung juga oleh faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti ketersediaan unsur hara dan air di dalam tanah (Makarim 2009).

Suhu tinggi, keadaan berawan, dan kelembaban udara yang rendah akan menghambat pertumbuhan, pembentukan umbi, dan perkembangan bunga. Fluktuasi kelembaban yang sangat berbeda antara siang dengan malam akan mengurangi hasil. Jika malam hari kelembaban rendah, suhu udara menjadi tinggi, tanaman akan banyak melakukan respirasi. Suhu rendah dengan intensitas radiasi tinggi dan hari pendek mempercepat perkembangan tanaman kentang sehingga pemanjangan batang cepat terhenti, umbi cepat terbentuk, dan akhirnya tanaman cepat mengalami kematian.

Tanaman memerlukan intensitas cahaya yang tinggi yang diperlukan untuk mengaktifkan distribusi asimilat, memperpanjang cabang, dan meningkatkan luas serta bobot daun. Peningkatan penerimaan cahaya oleh tanaman akan mempercepat proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat menurunkan hasil karena terjadi transpirasi yang tinggi tetapi tidak dapat diimbangi dengan penyerapan air dari dalam tanah. Oleh karena itu, sel akan kehilangan turgor, stomata menutup, dan absorbsi CO2 berkurang sehingga hasil fotosintesisnya berkurang (Bodlaender 1983). Radiasi surya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman terbakar. Radiasi surya berpengaruh terhadap pertumbuhan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang, daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi (Pereira dan Shock 2006; Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Radiasi surya yang diintersepsi selain digunakan untuk pemanasan udara juga digunakan untuk evapotranspirasi dan fotosintesis. Rendahnya radiasi intersepsi menyebabkan rendahnya fotosintesis (Sulistyono et al. 2006). Fase pertumbuhan tanaman kentang disajikan pada Gambar 2.2.

Berdasarkan pengamatan terhadap tinggi tanaman dan ketebalan batang utama diketahui bahwa klon-klon introduksi untuk dataran medium lebih vigor dibandingkan dengan varietas Granola. Tinggi tanaman klon-klon introduksi yang toleran suhu panas menunjukkan perbedaan dengan Granola dan MB-17 yang umumnya ditanam di dataran tinggi (Handayani et al. 2011). Perbedaan antara klon toleran dan rentan suhu panas terlihat pada karakter tinggi tanaman, jumlah

ruas, dan jumlah daun (Morpugo dan Ortiz 1988; Amadi et al. 2008). Ukuran daun merupakan salah satu karakter yang dipengaruhi oleh perubahan suhu. Suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal menyebabkan ukuran daun mengecil dan luas daun berkurang (Fleisher et al. 2006; Wheeler et al. 1986). Hal ini berhubungan dengan perubahan metabolisme tanaman pada peningkatan toleransi tanaman terhadap suhu tinggi melalui pengurangan kehilangan air dengan cara penurunan luas permukaan transpirasi.

Gambar 2.2 Fase pertumbuhan tanaman kentang (International of The Potato 2013)

Peningkatan produksi benih kentang melalui pemberian pupuk kalium belum dapat meningkatkan produksi umbi di dataran rendah (Herman 1986). Perlakuan pupuk daun super ACI konsentrasi 3 cc/l pada varietas Atlantik meningkatkan tinggi tanaman 39.9%, luas daun 77.2%, jumlah umbi 61%, dan diameter batang 8.9% dibandingkan tanpa pupuk daun (Merlyn 2006). Produksi umbi yang dihasilkan tersebut berkulit tipis, sehingga rentan terhadap busuk umbi. Variasi pertumbuhan dan hasil, serta kulit umbi kentang yang tipis diduga belum tercukupinya unsur nutrisi yang dibutuhkan. Produksi benih kentang dengan media steril (tanah plus pupuk kandang) pada seed bed di rumah-rumah kasa, hanya menghasilkan benih 1.5-3 umbi/tanaman(Gunawan dan Afrizal 2009).

Usaha memperoleh produk yang berkualitas, sehat, bebas pestisida, seragam, dan kontinyu telah banyak dilakukan, yaitu melalui penanaman secara hidroponik dan aeroponik di dalam greenhouse (rumah tanaman) (Tchamitchian

et al. 2005; Perret et al. 2005; Tawegoum et al. 2006; Gunadi et al. 2006).

Beberapa keuntungan sistem aeroponik yaitu kemudahan panen (umbi dapat dipanen sesuai ukuran umbi melalui jendela yang dibuat di samping aeroponic

chamber), kontrol nutrisi, efisien dalam penggunaan lahan dan air serta kadar

oksigen dalam larutan nutrisi cukup sehingga menguntungkan tanaman, menghasilkan umbi kentang yang cukup banyak (10 kali lipat dibandingkan cara konvensional sekitar 3-5 umbi/tanaman) (Farran dan Castel 2006; Correa et al. 2008). Total produksi benih kentang di negara subtropik dengan sistem aeroponik 70% lebih tinggi dengan jumlah umbi 2.5 kali lipat dari sistem hidroponik (Ritter

et al. 2000). Sistem aeroponik yang dikembangkan di Peru, Amerika Selatan disajikan pada Gambar 2.3.

Budidaya kentang di dataran rendah terkendala suhu yang tinggi, karena berakibat stress dan terjadi penghambatan inisiasi umbi (Jin Ahn et al. 2004; Kar dan Kumar 2007; Wang et al. 2009). Pengendalian lingkungan mikro greenhouse di daerah tropika basah seperti Indonesia belum banyak dikembangkan. Hal ini disebabkan sulitnya menurunkan suhu udara di dalam greenhouse pada radiasi matahari yang tinggi (Suhardiyanto 2009). Hal tersebut dapat diatasi dengan teknik aeroponik dan pendinginan terbatas (zone cooling). Penggunaan evaporatif

cooling untuk pendinginan udara di dalam greenhouse tidak efektif ketika

kelembaban udara tinggi (Gonzalez-Real dan Baille 2006), karena terjadi peningkatan serangan penyakit (Max et al. 2009). Konsep zone cooling adalah mendinginkan terbatas daerah perakaran tanaman, sehingga tidak ditujukan untuk mendinginkan seluruh volume udara di dalam greenhouse. Suhu perakaran mempengaruhi proses fisiologi pada akar seperti penyerapan air, nutrisi dan mineral (Juan dan Perez 2009; Chadirin et al. 2011a; 2011b).

Suhu udara pada malam hari yang lebih rendah dari 4 °C terlalu dingin untuk tanaman aeroponik. Suhu udara harian lebih besar dari 30 °C terlalu panas untuk tanaman aeroponik. Pada awal pembentukan umbi membutuhkan suhu udara malam 10-15 °C dengan suhu udara siang hari sekitar 20 °C (Otazu 2010). Pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman dapat dijelaskan dengan konsep akumulasi panas. Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman. Suhu udara di atas 25 °C dan di bawah 10 °C tanaman sulit untuk tumbuh. Penghitungan akumulasi panas digunakan suhu 10 °C, karena pada suhu tersebut konduktif untuk pertumbuhan vegetatif tanaman kentang (Sadik 1980). Faktor lain seperti panjang hari dianggap tidak berpengaruh. Nilai laju perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian di atas suhu dasar. Suhu udara yang tinggi pada saat penanaman mempercepat tanaman mencapai masa panen (Pahlevi 2006).

Tanaman aeroponik dapat tumbuh baik apabila memperoleh unsur hara yang diperlukan, cukup air dan oksigen. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan larutan dan sirkulasinya. Larutan nutrisi pada produksi tanaman secara aeroponik diberikan secara otomatis (Nugaliyadde et al. 2005). Zone cooling daerah perakaran telah digunakan untuk produksi sayuran dan mampu meningkatkan hasil pada tanaman mentimun (Ibarra-Jimenez et al. 2008), selada (He et al. 2001), stroberi (Iwasaki 2008), dan bayam (Matsuoka dan Suhardiyanto 1992).

Kentang merupakan tanaman dataran tinggi dengan suhu rendah (dingin). Permasalahan yang timbul apabila kentang ditanam di dataran rendah adalah suhu udara yang panas. Suhu udara yang panas akan mempengaruhi suhu tanah dan selanjutnya menghambat peningkatan produksi. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan zone cooling yang sesuai pada sistem aeroponik untuk produksi benih kentang di dataran rendah tropika basah.

Gambar 2.3 Sistem aeroponik benih kentang yang dikembangkan di Peru (Otazu 2010)

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juli 2012 di greenhouse Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB dengan ketinggian tempat 250 m dpl. Box aeroponik yang digunakan berukuran 1.5 m (P) x 1 m (L) x 1 m (T). Bahan box terluar dari kayu multiplex ketebalan 12 mm, bagian dalam diinsulasi dengan styrofoam setabal 2 cm. Styrofoam sebagai tempat tanaman menggunakan ketebalan 3 cm. Jarak tanam 15 cm x 15 cm, jadi dalam satu box terdapat 45 tanaman (terdapat 9 x 5 tanaman) (Gambar 2.4).

Ajir nozzel Filter Box styrofoam Filter untuk sirkulasi Pompa Pipa PVC

Alat yang digunakan meliputi Weather station Davis 6162 dan 6163 untuk mengukur iklim mikro greenhouse. Pompa bertekanan tinggi untuk mengalirkan nutrisi melalui nozel sampai ke akar tanaman, termokopel Tipe T untuk mengukur suhu di dalam box aeroponik. Hybride recorder Tipe MV 2000 dengan 48 Chanel dan Tipe MV 1000 dengan 24 Chanel untuk merekam data suhu. Timer digunakan untuk mengontrol waktu penyemprotan nutrisi, chiller digunakan untuk mendinginkan nutrisi, dan pompa celup untuk mengalirkan nutrisi yang akan didinginkan ke dalam chiller. Chiller yang digunakan pada penelitian ini merupakan chiller tipe portabel, 1 Pk, memiliki daya 900 Watt. Nutrisi tanaman dari ember disemprotkan melalui nozzel sampai akar tanaman dengan pompa tekanan tinggi dan akan mengalir lagi ke dalam ember nutrisi (sirkulasi).

Gambar 2.4 Sistem aeroponik benih kentang dengan zone cooling daerah perakaran (A), nozzel di dalam box (B), tanaman kentang pada box aeroponik (C)

Cara kerja sistem aeroponik dengan aplikasi zone cooling adalah sebagai berikut : nutrisi ditampung di dalam ember sebanyak 50 liter (sesuai dengan kapasitas ember penampung). Nutrisi didinginkan melalui chiller (yang telah di setting suhunya sesuai dengan perlakuan suhu zone cooling di masing-masing

chamber). Nutrisi yang masuk ke dalam chiller dipompakan dengan pompa celup

yang berada di dalam ember penampung nutrisi. Ember penampung nutrisi di- isolasi bagian luarnya dengan styrofoam sebagai upaya mempertahankan suhu nutrisi agar tetap dingin. Setelah tercapai suhu sesuai dengan setting yang diinginkan maka nutrisi tersebut akan bertahan cukup lama pada suhu rendah. Nutrisi yang telah mencapai suhu zone cooling disemprotkan ke dalam aeroponic

chamber dengan pompa bertekanan tinggi. Nutrisi yang disemprotkan tersebut

akan keluar melalui nozzel-nozzel yang berada di dalam aeroponic chamber sehingga membasahi seluruh permukaan dalam chamber dan mencapai akar tanaman kentang.

Keterangan :

1. Chiller (pendingin nutrisi) 2. Ember penampung nutrisi 3. Pompa

4. Pompa celup (di dalam ember penampung nutrisi)

5. Box aeroponik 6. Filter 7. Nozzel

A B C

1 2

3

4

5 6

7

15 15 15 15 15 15 15 15

1

1.5

0.42

0.53

Bibit kentang yang digunakan adalah Granola hasil kultur jaringan dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Bandung yang telah diaklimatisasi dan berumur 20 hari. Bibit tersebut kemudian dilakukan pindah tanam ke dalam sistem aeroponik. Kentang varietas Granola banyak dibudidayakan di Indonesia. Kentang varietas Granola menjadi salah satu varietas unggul (SK MENTAN No 81 tahun 2005). Deskripsi umum kentang varietas Granola adalah sebagai berikut : umbi berbentuk oval, kulit daging umbi berwarna kuning. Umur Genjah (90-100 hari), dan tahan terhadap beberapa penyakit berbahaya. Potensi hasil tinggi, yaitu dapat mencapai 30 ton per hektar (Cahyono 1996).

Gambar 2.5 Skema set up percobaan sistem aeroponik dengan zone cooling (ukuran dalam m)

Nutrisi yang digunakan adalah ABMix. Electric conductivity (EC) larutan nutrisi pada fase vegetatif 1.8 dan pH 6, sedangkan pada fase generatif 2.5 dan pH 5.8. Lama penyiraman nutrisi 16 menit dan kondisi timer mati selama 2.5 menit. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan zone cooling (10 oC, 15 oC, 20 oC dan kontrol/tanpa pendinginan) dengan tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan (UJGD) pada taraf  = 5%.

Hasil dan Pembahasan Iklim Mikro di dalam Greenhouse

Suhu udara maksimum rata-rata di dalam greenhouse percobaan mencapai 35.3 oC, suhu udara rata-rata siang hari 29.9 oC, suhu udara rata-rata malam hari 26.3 oC, kelembaban relatif 78% (Tabel 2.1). Iklim mikro di dalam greenhouse tersebut menunjukkan kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkambangan tanaman kentang. Menurut Krauss dan Marschner (1984), suhu tanah yang lebih tinggi dari 24 °C menyebabkan aktivitas beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme pati tertekan. Kondisi tersebut menyebabkan

Nozzel

Ember nutrisi Chiller

Pompa

Filter

PVC Pipa PE

penurunan kadar pati pada umbi dan secara langsung menghambat perombakan gula menjadi pati.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering dapat tertunda pada suhu tanah lebih dari 24 °C dan sangat terganggu pada suhu 33 °C. Suhu udara 33 °C menyebabkan sebagian besar karbohidrat digunakan untuk respirasi, sehingga karbohidrat yang digunakan untuk pertumbuhan berkurang. Peningkatan suhu di lingkungan tumbuh tanaman kentang akan mempengaruhi aktivasi energi pada reaksi kimia seperti penggunaan energi hasil proses fotosintesis untuk proses respirasi (Asandhi dan Gunadi 2006). Respirasi tumbuhan akan meningkat dengan peningkatan suhu dan akan menurun saat suhu mencapai 40 oC, pada suhu tersebut penyusun enzim akan mulai mengalami kerusakan (Sutcliffe 1977).

Tabel 2.1 Rata-rata suhu udara dan kelembaban udara di dalam greenhouse 1 sampai 90 HST

Iklim mikro di dalam greenhouse Rata-rata

Suhu udara maksimum (oC) 35.3

Suhu udara minimum (oC) 24.2

Suhu udara siang (oC) 29.9

Suhu udara malam (oC) 26.3

Kelembaban relatif udara (%) 78.0

Kentang optimal ditanam pada kondisi iklim yang cukup dingin seperti pada dataran tinggi tropis dengan suhu rata-rata harian 15-20 °C. Suhu yang tinggi akan mendukung perkembangan daun namun menghambat pembentukan umbi. Selain itu stess panas akan mengarah pada umbi yang kecil (Kline dan Halseth 1990). Radiasi matahari maksimum yang masuk ke dalam greenhouse dan diterima lantai selama pertumbuhan tanaman kentang menunjukkan nilai maksimum 410 Wm-2, maksimum rata-rata mencapai 368 Wm-2. Radiasi matahari maksimum rata-rata di sekitar greenhouse sebesar 775 Wm-2. Radiasi matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti batang, cabang, dan daun, serta pertumbuhan generatif seperti bunga dan umbi (Pereira dan Shock 2006). Bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil dari proses asimilasi dengan menggunakan radiasi matahari (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Radiasi matahari menentukan hasil tanaman, karena radiasi yang diserap tanaman menyediakan energi untuk proses fotosintesis (Sitompul 2002). Penyinaran matahari yang kurang karena pengaruh lokasi, mendung, atau terhalang naungan akan menyebabkan asimilasi tidak berjalan sempurna. Hal tersebut mengakibatkan tanaman akan tumbuh memanjang, kurus, dan pucat sehingga tidak mampu membentuk umbi (Kovatch 2003). Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan saat pembentukan umbi serta masa perkembangan umbi, sehingga lama penyinaran yang diperlukan oleh tanaman untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Radiasi matahari yang diterima lantai greenhouse disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Radiasi matahari yang diterima lantai di dalam greenhouse selama pengukuran

Di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, intensitas radiasi matahari dipengaruhi oleh musim, letak geografis, dan ketinggian tempat. Penerimaan radiasi matahari pada musim hujan berkisar 47% dan pada musim kemarau dimana pembentukan awan relatif berkurang, penerimaan radiasi matahari mencapai 70% (Lawlor 1993). Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman yaitu intensitas cahaya dan lama pencahayaan. Intensitas cahaya jenuh tanaman kentang sebesar 32.280 lux atau setara dengan 313.65 Wm-2 (Chang 1968).

Kentang merupakan tanaman hari pendek dan tanaman C3 yang memiliki tingkat kejenuhan cahaya yang rendah (Otroshy 2006). Dari hal tersebut dapat disampaikan bahwa radiasi matahari di lokasi penelitian ini telah mencapai batas jenuh untuk pertumbuhan tanaman kentang. Penerimaan intensitas radiasi matahari yang rendah mengakibatkan kandungan klorofil daun berkurang, selanjutnya menurunkan laju fotosintesis dan akumulasi fotosintat pada organ penyimpanan (Salisbury dan Ross 1992). Suhu yang tinggi dan radiasi matahari yang kurang akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah dan tanaman yang panjang serta kecil (Hartman et al. 1981).

Suhu yang tinggi dengan intensitas cahaya yang kurang akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah dan tanaman yang panjang serta kecil (Hartman et al. 1981). Hasil penelitian pencahayaan buatan dengan lampu

fluorescent (TL) dengan intensitas cahaya rata-rata 9 Wm-2 di dalam ruangan pertumbuhan, suhu udara 20-26.5 °C, kelembaban udara (RH) relatif rendah (48-53%) menjadi kendala pertumbuhan tanaman.

Perbedaan perlakuan lama pencahayaan (12 dan 24 jam) mempengaruhi respon pertumbuhan tanaman kentang. Kondisi bibit yang digunakan serta varietas juga mempengaruhi respon pertumbuhan tanaman kentang (Ma‟rufatin 2011).

Suhu Udara di dalam Aeroponic Chamber

Suhu perakaran dengan pemberian zone cooling dan kontrol menunjukkan perbedaan. Penggunaan zone cooling mampu mempertahankan suhu perakaran tetap dingin dibandingkan tanpa pendinginan (Gambar 2.7). Interval pemberian larutan nutrisi dengan lama penyiraman 16 menit dan timer mati selama 2.5 menit.

Zone cooling 10 oC mampu menjaga suhu perakaran 10.1-10.8 oC, zone cooling 15 oC mampu mempertahankan suhu 15.2-15.3 oC, zone cooling suhu 20 oC dapat mempertahankan suhu 20.3-20.4 oC, sedangkan pada kontrol suhu perakaran berubah-ubah mengikuti suhu udara di dalam greenhouse, pada pukul 07.00-08.00 mencapai 23.8 oC, pukul 13.00-14.00 mencapai 32.6 oC dan pukul 16.00-17.00 mencapai suhu 30.3 oC.

Gambar 2.7 Perubahan suhu udara di dalam aeroponic chamber pada empat perlakuan percobaan yang dilakukan

Zone cooling mampu menurunkan suhu perakaran sampai 10 oC lebih rendah dibandingkan tanpa pendinginan. Penggunaan mulsa jerami untuk menurunkan suhu tanah di siang hari pada kedalaman 5 cm sebesar 6 oC lebih rendah dibandingkan tanpa mulsa, sedangkan pada mulsa plastik hitam perak sebesar 3 oC (Hamdani 2009).

Energi listrik untuk menjaga suhu udara 24 oC pada siang hari dan 15 oC pada malam hari di dalam greenhouse yang dilengkapi dengan shading materials mencapai 31 MJm-2hari-1 (Yamano et al., 1991). Energi listrik pada pendinginan terbatas daerah perakaran sekitar 13.24 MJm-2hari-1 (Randiniaty 2007). Jadi zone

cooling daerah perakaran dengan mendinginkan larutan nutrisi yang disemprotkan

ke dalam aeroponic chamber lebih efektif dan efisien. Hal ini karena, larutan nutrisi memiliki panas jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara, sehingga sekali larutan nutrisi didinginkan, suhunya akan bertahan pada tingkat cukup rendah dalam waktu yang lama (Matsuoka dan Suhardiyanto 1992).

Tinggi Tanaman

Pendinginan daerah perakaran memberikan pengaruh yang berbeda pada rata-rata tinggi tanaman (Tabel 2.2). Pemberian zone cooling 20 oC memberikan rata-rata tinggi tanaman tertinggi dibandingkan perlakuan lain, dan terendah pada

10oC 15oC 20oC

suhu kontrol. Tinggi tanaman merupakan karakter kuantitatif, yang ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan (Sofiari 2009). Tanaman kentang kultivar Granola tersebut diberikan ajir untuk mempertahankan tanaman tetap tegak dan tidak menjalar.

Tinggi tanaman kentang Granola pada kondisi stress 34.3-43.3 cm, dalam keadaan normal mencapai 59 cm (Kusmana 2003; Kusmana dan Basuki 2005). Suhu perakaran yang tinggi mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman karena perpanjangan dan peningkatan jumlah ruas batang. Perpanjangan ruas batang disebabkan oleh kandungan asam giberelat yang tinggi akibat suhu tinggi,

Dokumen terkait