• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 – FUNGSI SOSIAL

5.1. Model Silvofishery

ekonomi. Silvo ataupun budidaya hutan selaku upaya pelestarian mewakili aspek ekologi, sedang fishery adalah kegiatan perikanan sebagai upaya pemanfaatan mewakili aspek ekonomi (Boekeboom et angkatan laut (AL). 1992)

Fitzgerald (1997) melaporkan kalau wanamina (Silvofishery) bertujuan guna konservasi serta menggunakan sumberdaya hutan mangrove dan perairannya. Dengan terdapatnya wanamina (Silvofishery) tersebut diharapkan kedudukan hutan mangrove bisa terpelihara dan kerusakannya bisa dicegah. Pelaksanaan wanamina (Silvofishery) di kawasan ekosistem hutan mangrove di Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin diharapkan bisa menghasilkan ekosistem yang balance serta bisa tingkatkan kesejahteraan warga tanpa mengganggu hutan itu sendiri sebab banyaknya guna dari hutan mangrove untuk warga.

Usaha budidaya perikanan pada ekosistem mangrove untuk jadikan silvofishery, hendaknya sistem budidaya yang diterapkan merupakan sistem polikultur ialah memelihara sebagian tipe organisme air ataupun komoditas perikanan pada sesuatu lahan secara bertepatan (Clough serta Jonhson 2000). Tidak hanya itu, sistem budidaya polikultur dari segi ekologi serta ekonomi efektif serta efisien, sebab secara ekologi kesempatan terbentuknya pencemaran perairan relatif kecil, sebab organisme yang dibudidayakan mempunyai watak yang berbeda, terdapat herbivora, karnivora serta omnivora, sehingga santapan yang ada

dalam perairan empang habis termakan, serta secara ekonomi bisa meminimalkan bayaran operasional.

Model tambak silvofishery di Indonesia yang sudah diperkenalkan Bangen (2002) dibagi 3 model ialah: (1) model empang parit, (2) model empang parit disempurnakan, serta (3) model komplangan. Ketiga model tambak silvofishery yang sudah diperkenalkan hendak jadi penjelasan utama dalam bab ini selaku referensi buat mendesain tambak silvofishery yang berbasis energi dukung area serta kelayakan usaha.

5.1.1. Model Empang Parit

Salah satu model pengelolaan ekosistem mangrove yaitu model empang parit. Model empang parit sesungguhnya masih sangat simpel buat mengintegrasikan aktivitas kehutanan serta aktivitas budidaya perikanan, sebab model ini masih menyatu hamparan mangrove selaku zona konservasi serta tambak selaku zona budidaya ikan serta masih diatur oleh satu pintu air.

Dengan demikian model ini masih membolehkan terbentuknya penyusutan mutu air akibat dari proses dekomposisi serasah mangrove.

Gambar: Model empang parit sederhana

Menurut Bengen (2002) bahwa untuk mempertahankan dari berbagai ancaman baik konservasi untuk tambak maupun konservasi untuk peruntukan lainnya diperlukan suatu model pengelolaan ekosistem mangrove yang terintegrasi antara aspek ekologi dan aspek ekonomi. Sebagai solusi dibuatlah suatu model pengelolaan yang memadukan antara kegiatan kehutanan serta perikanan. Model ini merupakan penanaman tumbuhan mangrove yang langsung di dalam daerah budidaya ikan. Pada model ini, tumbuhan mangrove serta budidaya ikan terletak pada satu lahan dengan memakai satu pintu air.

hutan mangrove diletakkan di tengah serta pada bagian pinggir diberi daerah selaku tempat ikan berenang leluasa. Model ini masih sangat

sederhana dan bersifat alami apabila dibandingkan pola silvofishery yang lain. Pola empang parit ini dalam perkembangannya memgalami kemajuan, sehingga terjalin penyempurnaan serta melahirkan empang parit yang disempurnakan.

5.1.2. Model Empang Parit Disempurnakan

Model empang parit disempurnakan merupakan usaha membetulkan empang parit biasa, sehingga keberdaannya lebih maju dan hadapi pergantian konstruksi yang lebih bertabiat ramah area. Model empang parit yang disempurnakan pada dasarnya merupakan gabungan dari model empang parit biasa serta model komplangan yang sudah menuju model pengelolaan tambak silvofishery yang bertabiat adaptif serta ramah area. Dari model empang parit disempurnakan ini yang hadapi pertumbuhan serta akan melahirkan model komplangan.

Gambar: Model empang parit disempurnakan

Model empang parit disempurnakan sedikit ramah lingkungan sebab hamparan hutan mangrove selaku zona konservasi serta zona tambak selaku zona budidaya diatur saluran air yang terpisah, telah hadapi kenaikan apabila dibandingkan dengan emparng parit biasa. Lahan peruntukan ekosistem mangrove selaku zona konservasi telah terpisah dalam 2 hamparan dengan lahan peruntukan tambak sebagai area budidaya udang dan ikan dan organisme air yang lain, diatur oleh saluran air dengan dua pintu secara terpisah. Model empang parit disempurnakan sekalipun hamparan hutan mangrove selaku zona konservasi masih satu hamparan dengan tambak selaku zona budidaya ikan yang diatur oleh saluran air yang terpisah.

Namun, masih berpotensi terjalin penyusutan

mutu air akibat proses dekomposisi serasah mangrove. Model ini paling tidak telah hadapi revisi buat mewujudkan desain tambak silvofishery yang ramah area.

5.1.3. Model Komplangan

Model komplangan ialah model penyempurnaan dari model empang parit serta empang disempurnakan. Model ini telah menuju pada desain tambak silvofishery yang ramah area.

Hamparan mangrove selaku zona konservasi berpisah dengan hamparan tambak selaku zona budidaya ikan. Secara teknis konstruksinya lebih rumit, akan tetapi lebih ramah area, di mana lahan mangrove sebagai zona konservasi terpisah dengan lahan tambak selaku area budidaya yang diatur oleh saluran air dengan 2 pintu yang terpisah. Terpisahnya lahan mangrove serta lahan tambak pada pola komplangan yang dibatasi oleh pematang antara serta 2 pintu. Sehingga pola ini bisa jadi pemecahan pengelolaan tambak ramah area. Berarti, yang jadi issu dalam pengelolaan tambak di kala ini untuk mengembalikan kualitas lingkungan yang sudah mengalami degradasi akibat berbagai aktivitas manusia berupa penerapan teknologi tinggi yang tidak dibarengi dengan pengelolaan area yang arif serta bijaksana.

Pada model ini lahan selaku tempat penanaman hutan mangrove serta budidaya ikan dipisah dengan memakai tanggul. Namun, ada pintu air

yang menyambungkan antara keduanya. Pada model ini, satu daerah tambak dipecah jadi 2 bagian dengan 2 pintu air. Pintu air awal menuju pada daerah budidaya ikan, serta yang kedua pada tumbuhan mangrove.

Gambar: Model komplangan

Dengan demikian proses dekomposisi serasah mangrove tidak hendak mempengaruhi terhadap mutu air pada tambak selaku zona budidaya sebab diatur pintu air selaku regulator perputaran air antara 2 hamparan yang berbeda.

Ketiga model di atas hendaklah jadi sesuatu referensi buat merubah anggapan warga dalam mengelola ekosistem mangrove secara terintegrasi, antara upaya pelestarian serta upaya pemanfaatan. Sehingga hendak menciptakan sesuatu model pengelolaan secara maksimal serta

berkepanjangan, ialah secara ekologi lestari serta secara ekonomi menguntungkan, lewat pendekatan konsep supply deman selaku pendekatan ekologi serta konsep benefit cost ratio.

Dokumen terkait