• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGHARMONISASIKAN IMPLENTASI UU NO. 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN UU NO 22 TAHUN 2001

TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

A. Pengertian Harmonisasi

Istilah harmonisasi berasal dari Yunani, yaitu kata ”harmonia” yang artinya terikat secara serasi dan sesuai. Dalam arti filsafat dapat diartikan ”kerja sama antara berbagai faktor yang sedemikian rupa, hingga faktor-faktor tersebut menghasilan kesatuan yang luhur”.98 Istilah harmonisasi secara etimologi berasal dari kata dasar harmoni, yaitu menunjuk pada proses yang bermula dari suatu upaya untuk menuju atau merealisasikan sistem harmoni. Istilah harmoni juga diartikan, keselarasan, kecocokan, keserasian, keseimbangan yang menyenangkan.99 Namun dalam perspektif psikologi harmonisasi diartikan sebagai keseimbangan dan kesesuaian segi-segi alam, perasaan, alam pikiran dan perbuatan individu, sehingga tidak terjadi hal-hal ketegangan yang berlebihan.100

Dalam ”The Contemporary English-Indonesia Dictionery”kata harmoni diartikan sebagai selaras, serasi, dan harmonis. Dengan kata lain bisa diartikan sabagai keselarasan, persesuaian, “ harmonizet “ menjadikan serasi atau

98 Hasan Sadzily,dkk, Ensklopedi Indonesia, ( Jakarta ; Ictiar Baru, Van Hoeve ), hlm. 1262.

99

M. Dahlan Al Barry, Kamus Indonesia Modern Bahasa Indonesia, ( Yogyakarta ; Arkola,1995 ), hlm. 185

100

menyerasikan.101 Selanjutnya L.M Gandhi menarik unsur-unsur dari harmonisasi, yaitu adanya hal yang bertentangan secara proposional agar membentuk satu keseluruhan yang menarik, sebagai bagian dari satu sistem itu, atau masyarakat dan terciptanya suasana persahabatan dan damai.102

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil satu pemahaman harmoni diartikan sebagai keselarasan, kesesuaian,kecocokan dan keseimbangan. Unsur-unsur yang dapat ditarik dari perumusan pengertian harmonisasi antara lain :103

1. Adanya hal-hal ketegangan yang berlebihan.

2. Menyelaraskan kedua rencana dengan menggunakan bagian masing-masing agar membentuk suatu sistem.

3. Suatu proses atau suatu upaya untuk merealisasikan keselarasan, kesesuaian, keserasian, kecocokan dan keseimbangan.

4. Kerjasama antara berbagai faktor yang sedemikian rupa, hingga faktor-faktor tersebut menghasilkan kesatuan yang luhur.

Makna dari harmonisasi adalah baik yang artinya sebagai upaya maupun dalam arti sebagai proses, diartikan sebagai upaya atau proses yang hendak mengatasi batasan-batasan perbedaan, hal yang bertentangan dan kejanggalan. Upaya atau proses untuk merealisasikan keselarasan, kesesuaian, kecocokan, dan keseimbangan antara berbagai faktor yang sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut menghasilkan kesatuan atau membentuk satu keseluruhan yang luhur sebagai bagian dari suatu sistem.

101

Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia, ( Jakarta : Dictionary, Modern English Press, 1989), hlm. 842

102

L.M.Gandhi,op.cit. hlm.28

103

Juniarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, ( Bandung : Nuansa, Cetakan I 2009), hlm. 214

B. Pemikiran Harmonisasi Hukum Dan Sistem hukum

Perkembangan harmonisasi hukum telah muncul dalam ilmu hukum Jerman pada tahun 1902. Harmonisasi hukum dikembangkan dalam ilmu hukum kebijakan pemerintah dan hubungan antara keduannya terdapat keanekaragaman yang dapat mengakibatkan diharmonisasi.

Rudolf Stammler mengemukakan suatu konsep fungsi hukum bahwa tujuan atau fungsi hukum adalah harmonisasi sebagai maksud, tujuan, dan kepentingan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat ( A Just law aims at harmonizing indivudual purposes with that of society ).104 Prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup harmonisasi antara maksud dan tujuan serta kepentingan perseorangan, dan maksud dan tujuan serta kepentingan perseorangan, dan maksud dan tujuan serta kepentingan umum.

Usaha untuk melakukan harmonisasi sistem hukum berkenaan dengan terjadinya ketidakseimbangan antara perbedaan unsur-unsur sistem hukum, dapat dilakukan dengan cara menghilangkan ketidakseimbangan dan melakukan penyesuaian terhadap unsur-unsur sistem hukum yang berbeda itu. Secara konseptual harmonisasi sistem hukum bisa dilakukan secara keseluruhan yang dapat melibatkan mata rantai hubungan tiga komponen sistem hukum, yaitu substansi hukum (legal

104

Hari Chad, Modern Jurisprudence, ( Kuala lumpur : Internasional Law Book, 1994 ), hlm. 49

structur) dan kultur hukum (legal culture) atau salah satu bagian dari mata rantai hubungan dari tiga komponen sistem hukum itu.105

Harmonisasi hukum berkembang dalam ilmu hukum dan praktik hukum di Belanda sejak tahun 1970 dan untuk tujuan harmonisasi hukum maka didirikan “Inter Departemental Commision for Harmonization of Legislation” dan membentuk “Ministry of Justice a staff Bureau for Harmonization”. Berkenaan dengan tujuan harmonisasi hukum tersebut dikeluarkan petunjuk kepada semua lembaga pemerintahan di Belanda untuk melakukan harmonization of legislation.”106

Di Indonesia konteks harmonisasi hukum, dapat diketahui juga dalam Pasal 21, Pasal 22 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Dan Rancangan Peraturan Presiden, 107yang isi pasal tersebut adalah :

Pasal 21

(1) Dalam rangka penyusunan konsepsi Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemrakarsa wajib mengkonsultasikan konsepsi tersebut kepada Menteri

(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang.

Pasal 22

105

Juniarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajat, op.cit, hlm.215

106 B. Arif Sidarta, Butir-Butir Gagasan Tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan Yang layak, ( Bandung : Citra Aditya, 1997 ), hlm. 247.

107

Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 ini mengantikan Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998.

(1) Untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), menteri mengkoordinasikan pembahasan konsepsi tersebut dengan pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/ atau perancang peraturan perundang-undangan dari lembaga pemrakarsa dan lembaga terkait lainnya.

(2) Apabila dipandang perlu, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula melibatkan perguruan tinggi dan atau organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (5).

Upaya pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan perundang-undangan diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi itu dengan ideologi negara, tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya. UUD 1945 dan undang-undang lainnya yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaanya dan kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang akan diatur dalam rancangan Undang-Undang tersebut.

Sasaran program pembentukan peraturan perundang-undangan adalah terciptannya harmonisasi peraturan perundang undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan.108 Dalam ketentuan Pasal 18 ayat 2 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa:

Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undangan yang berasal dari presiden, dikordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

Menurut Abdul Gani Abdullah, Pasal 18 ayat 2 tersebut mengandung konsekuensi bahwa :

108

Lampiran UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004, sub program pembentukan peraturan perundang-undangan

Rancangan Undang-Undang harus melewati mekanisme tertentu yaitu pembahasan bersama Panitia Antar Departemen (PAD) agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan sebuah RUU. Mentri di bidang perundang-undangan diserahi tugas koordinasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pembantu presiden dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dibidang hukum pembinaan hukum nasional.

Menurut Afan Gaffar, hukum tidaklah berada dalam keadaan yang vakum, akan tetapi etitas yang berada pada suatu environment di mana antara hukum dengan

environment tersebut terjadi hubungan yang kait-mengkait. Akan tetapi hukum merupakan produk berbagai elemen seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, nilai, dan agama. Oleh karena itu ekosistem hukum banyak tergantung kepada faktor-faktor yang berada di luar hukum. Jadi hukum bukan sesuatu yang

supreme. Adanya hukum karena adanya kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. 109

Siapa yang paling banyak terlibat di dalam pembentukan hukum adalah para elit utama negara sehingga terkadang orientasi hukumnya bersifat elitis dan selalu melindungi dan membela kepentingan mereka. Disamping itu karakteristik lain yang menonjol adalah sangat bersifat konservatif dan rumusan aturan sering bersifat selaras sehingga terbuka untuk mengadakan interprestasi baru dengan peraturan lebih lanjut dan harap diperhatikan bahwa interpretasi yang paling kuat adalah yang datang dari penguasa.

Dalam sistem politik, para pengambil keputusan selalu mempertimbangkan masukan berupa tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dan dukungan masyarakat yang percaya pada legitimasinya. Apabila ingin berkembang maka sebuah sebuah sistem politik harus memiliki mekanisme untuk menyerap umpan balik. Dengan kata lain hukum dan politik hukum pada dasarnya merupakan produk

109

Afan Gaffar, “ Pembangunan Hukum dan Demokrasi “, dalam Moh Busryo Muqoddas, dkk,

dari sistem pilitik. Dengan demikian terlihat jelas bahwa warna dan kualitas hukum yang berlaku dalam masyarakat akan tergantung pada warna dan kualitas sistem politik yang berlaku.110

Menurut Budiono Kusumohamidjojo suatu politik hukum yang berantakan pada tahap pertama akan menghasilkan kaidah hukum dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan yang simpang siur dan tidak jelas dalam tahap pelaksanaanya dan pada tahap kedua akan membisakan orang untuk melakukan

by-pass di segala tahapan pemerintahan. Kebiasaan ini akan mendorong orang untuk melakukan spekulasi hukum yang semakin meluas, yang pada akhirnya akan mengantarkan masyarakat apada tahap berupa keadaan tanpa kepastian hukum.111

Tidak dapat ditolak kebenaran bahwa cara perumusan termasuk bagian yang sangat penting dalam teknik perundang-undangan. Tanpa pengetahuan yang cukup mengenai cara perumasan, perancangan akan menemui kesulitan dalam mewujudkan kehendak pembentukan undang-undang dan tujuan yang hendak dicapai suatu peraturan perundangan. Tetapi kalau teknik perundang-undangan semata. Sebab dengan cara merumuskan seseorang perancang seolah hanya berkecimpung dalam ruang lingkup yang terbatas yaitu masalah tata susunan,sistematika dan bahasa.

Tata susunan mencakup mengenai tata letak, penggunaan dasar politik, dasar hukum, pembagian dan penggunaan bab, bagian pasal, ayat dan sebagainya. Sistematika meliputi antara lain urutan permasalahan, urutan materi pokok dan materi penunjang. Bahasa mencakup penggunaan bahasa yang sederhana, peristilahan yang monolit, struktur kalimat (pasif atau kalimat aktif, kalimat larangan atau perintah)

110 Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, ( Jakarta : Habibie Center, 2002 ), hlm. 259

111

Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum, Problem Ketertiban Yang adil, ( Jakarta : Grasindo, 2004 ), hlm. 52

Bagi pelaksanaan hukum, maka peraturan perundangan yang memenuhi syarat diatas akan mempelancar pelaksanaan tugas yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa teterkaitan. Sedang bagi masyarakat yang terkena, karena mengerti dan memahami, akan ikut mempertinggi proses daya guna dan daya hasil guna peraturan perundang undangan tersebut.

Dalam rangka pembinaan hukum nasional, seorang perancang peraturan perundangan dituntut lebih dari sekedar memahami cara merumuskan. Selain cara merumuskan harus perlu mengetahui dan menguasai beberapa hal sebagai berikut: 1. Tujuan pembentukan peraturan perundang – undangan.

2. Fungsi peraturan perundang – undangan.

3. Benar-benar menguasai materi yang hendak diatur.

Dari uraian diatas, terutama dalam kait kaitannya dengan pembinaan hukum nasional, teknik perundang undangan bukan hanya sekedar terbatas mengenai cara merumuskan kehendak pembentuk Undang – Undang. Teknik peraturan perundang-undangan diartikan sebagai rangkaian pengetahuan dan kemampuan yang mencakup segala unsur yang diperlukan untuk menwujudkan peraturan yang baik. Suatu perundang-undangan yang baik harus memenuhi beberapa unsur, yaitu sebagai berikut :112

1. Perumusannya tersusun secara sistematik, bahasanya sederhana dan baku.

2. Sebagai kaidah, mampu mencapai daya guna dan hasil guna setinggi-tingginya baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan.

112

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negra, ( Bandung : Alumni, 1997 ), hlm. 260-261

3. Sebagai gejala sosial, merupakan perujudan pandangan hidup, kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat.

4. Sebagai subsistem hukum, hanya mencerminkan satu rangkain sistem yang teratur dari keseluruhan sistem hukum yang ada.

Selain hal tersebut, teknik perundang-undangan akan menentukan sampai sejauh mana pembinaan hukum melalui peraturan perundang-undangan dapat berhasil mewujudkan hukum nasional yang dicita citakan. Prinsip keseimbangan, keserasian dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara, merupakan salah satu azas materi muatan setiap peraturan perundang-undangan.113

Menurut L.M.Ghandi, Dalam harmonisasi hukum menuju hukum renpon

eningkatkan kesatuan hukum, kepastian hukum, kadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum tanpa mengamburkan dan mengo

sif:114

Harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan azas-azas hukum dengan tujuan m

rbankan pluralisme hukum.

Bertitik tolak dari perumusan diatas, harmonisasi hukum merupakan suatu upaya atau proses melakukan pembatasan-pembatasan perbedaan yang berkenaan dengan adanya kejanggalan dan bertentangan dengan hukum. Selanjutnya mengenai harmonisasi sistem hukum dapat digunakan dalam studi hukum ini adalah konotasi sistem sebagai wujud atau entitas. Dalam konteks ini sistem hukum nasional sebagai suatu himpunan bagi hukum atau sub sistem hukum yang saling berkaitan yang

113

Pasal 6 ayat (1) huruf d UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

114

membentuk satu keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupa satu kesatuan, dengan tolak ukur Pancasila dan titik tolak UUD 1945 sebagai konsep dasar sistem hukum nasional. Sila-sila Pancasila sebagai dasar negara merupakan satu kesatuan, kebulatan dan keseluruhan, nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan landasa

nilai ya

satu sama lainnya saling memberikan dukungan dan memiliki tujuan

n bagi sistem nilai dalam sistem hukum nasional.

Dengan adanya sistem nilai demikian, maka Bangsa Indonesia mempunyai tuntutan nilai yang menunjukkan arah dan tujuan akan dicapai. Nilai tersebut menjadi pengangan hidup dan memberi tuntutan serta menentukan arah untuk masa sekarang dan masa datang serta menjadi kerangka acuan dalam memecahkan semua persoalan dasar dibidang hukum yang diantaranya adalah penegakan hukum, perancangan hukum, proses pembentukan hukum, kesadaran hukum dan lain-lain. Dengan demikian sistem hukum nasional menyerap sistem nilai yang terdiri atas sejumlah

ng saling berkaitan yang bersumber pada pandangan hidup bangsa indonesia. Disini dapat diperoleh gambaran mengenai sistem yang merupakan himpunan bagian, bagian-bagian tersebut saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja secara simultan di mana

yang sama.

Pembangunan hukum yang mencakup perencanaan, pembentukan dan pembaruan hukum nasional, secara ideal dilaksanakan dengan berorientasi kepada suatu sistem. Pembangunan hukum nasional dan sistem hukum nasional yang harmonis, dalam arti selaras, serasi dan seimbang untuk menghadapi masa yang akan datang. Dengan demikian pembangunan hukum nasional di dalamnya terletak

harmonisasi hukum dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum, sehimgga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis, selaras, serasi dan seimbang dalam kerangka sistem hukum nasional. Pada sisi ketertiban, sistem hukum adalah keseluruhan ketertiban hukum yang didukung oleh sejumlah azas. Azas sistem hukum nasional yang dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945 satu sama lain berfungsi sebagai pendukung hukum, menciptakan harmonisasi, keselarasan dan keserasian keseimbangan dan mencegah terjadinya tumpang tindih, serta menjamin adanya kepasti

alam sebuah tatanan yang harmonis dalam kerangka sistem hukum nasiona

dilakukan dalam tahap-tahap perencanaan hukum, proses pembentukan hukum an hukum dalam keselurauhan sistem hukum nasional.

Untuk mewujudkan sistem hukum nasional secara ideal dilakukan pembinaan yang terarah sejak tahap perencanaan hukum, pembentukan hukum, penerapan dan penegakkan, sehingga semua komponen sistem hukum nasional terangkai dalam suatu tatanan yang teratur dan berhubungan satu sama lain secara harmonis dalam satu kesatuan yang utuh. Dengan kerangka demikian, harmonisasi sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai produk hukum, sehingga tersusun d

l.

Dalam pola pikir satu kesatuan sistem hukum nasional yang digariskan dalam politik hukum. Yang dimaksud dengan sistem hukum nasional adalah hukum yang dibentuk berdasarkan pancasila dan UUD 1945, demi terlakasananya negara hukum dan prinsip konsitusional, serta terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dengan demikian rangka harmonisasi hukum secara ideal

melalui perundang-undangan. Harmonisasi hukum bersifat menyeluruh menyangkut semua komponen dalam rangka sistem hukum nasional.

Menurut Fuller untuk mengukur dan memberikan kualifikasi terhadap sistem hukum yang mengandung moralita tertentu, diletakkan dalam delapan principle of legality, yang diantaranya adalah:115

1. Peraturan harus berlaku juga bagi penguasa, harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaanya, dituangkan dalam peraturan yang berlaku umum, artinya suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan dan tidak boleh sekedar mengandung keputusan-keputusan yang bersifat sementara.

2. Aturan-aturan yang telah dibuat harus diumumkan kepada mereka yang menjadi obyek pengaturan aturan-aturan tersebut.

3. Tidak boleh ada peraturan yang memiliki daya laku surut atau harus non-retroaktif, karena dapat merusak integrasi peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang datang.

4. Dirumuskan secara jelas, artinya disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti.

5. Tidak boleh mengandung aturan-aturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Tidak boleh mengandung beban atau persyaratan yang melebihi apa yang

dapat dilakukan.

7. Tidak boleh terus menerus diubah, artinya tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah-ubah peraturan sehingga meyebabkan sesorang akan kehilangan orientasi.

8. Harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari.

Dengan memperhatikan prinsip diatas maka pembentukan undang-undang sebagai instrumen utama sistem hukum nasional, dalam hal substansinya dihadapkan pada berbagai kompleksitas. Diantaranya keterkaitan peraturan berbagai bidang yang makin kompleks dan adanya pengaruh global, serta sistem hukum yang dianut oleh

115

L. Fuller, dalam Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-undangan, ( Surabaya : JP BOOKS, 2006 ), hlm.88

Indonesia. Semua harus diperhatikan dipertimbangkan serta diharmonisasikan dalam pembentukan Undang-Undang.

Pada tingkat rancang UU diperlukan pemeriksaan aspek hukum, antara lain yang menyangkut segi teknik perumusan, konsitensi internal, meniadakan ketidakjelasan rumusan, struktur dan pemeriksaan dalam rangka harmonisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang lain. Dengan kata lain dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diperlukan pemeriksaan aspek-aspek hukum yang meliputi :116

1. Pemeriksaan untuk menghindari ketidakjelasan rumusan.

2. Pemeriksaan konsistensi rumusan, penggunaan istilah, struktur dan lain-lain. 3. Pemeriksaan dalam rangka harmonisasi dengan berbagai peraturan

perundang-undangan yang lain.

4. Pemeriksaan mengenai ketetapan norma ditinjau dari obyek yang diatur,subyek yang akan terkena serta dampak yang timbul dalam pelaksanaan undang-undang bersangkutan.

Sejalan dengan uraian diatas, untuk menjamin terbentuknya peraturan perundang-undangan yang baik, antara lain mengandung moralitas tertentu, mengandung keharmonisan, tidak terhalang oleh perbedaan-perbedaan, tidak saling bertentangan, terkait dalam sistem, berisi dan tahan waktu lama diperlukan proses harmonisasi hukum.

C. Harmonisasi Dalam Perpektif Perundang-Undangan

Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat mengenal aturan atau norma tertentu yang sejiwa dengan azas dan nilai yang menjadi sumber norma itu yang

116

berkembang menjadi sistem hukum meliputi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Sistem hukum nasional menganut azas, nilai yang bersumber pada pandangan hidup bangsa dan merasakan sebagai sistem hukum yang selaras dan serasi dengan perasaan keadilan dan cita hukum, serta selaras dan serasi dengan anggapan dan pandangan masyarakat tentang keadilan.117

Untuk memahami keberadaan sistem hukum yang sedang berjalan dan mendapatkan wawasan dalam mempertimbangkan kebijakan yang akan ditempuh di masa datang dengan dikaitkan pada proses globalisasi yang berimbas kepada liberalisasi ekonomi dan kompetisi pasar bebas, maka relevan dengan yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan philip Selznik yang terdiri dari repressive law, autonomous law dan responsive law.17

Politik hukum yang bersifat tetap dan bersifat temporer, politik hukum yang bersifat tetap, berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakan hukum. Politik hukum yang bersifat tetap selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan sistem hukum dan penegakannya adalah sistem hukum nasional yang dibentuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terlaksanannya negara hukum dan pemerintahan konstitusional, serta terwujudnya rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

117

Menurut Bagir Manan politik hukum yang bersifat tetap yang menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan sistem hukum dan penegakannya, antara lain:118

1. Ada satu kesatuan sistem hukum nasional.

2. Sistem hukum nasional di bangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 3. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga negara

tertentu.

4. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya, diakui sebagai subsistem hukum nasional, sepanjang nyata-nyata hdup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.

5. Pembentukan hukum dengan memperhatikan kemajemukan masyarakat. 6. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat. 7. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum atau keadilan

sosial bagi seluruh rakyat.

Sedangkan yang bersifat temporer senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan politik. Pada saat konfigurasi politik tampil secara demokratis, karakter produk hukum cenderung responsif-populistik. Ketika konfigurasi politik kesisi otoriter, produk hukum yang lahir lebih berkarakter konservatif-ortudok-elistis. Di Indonesia terjadi tolak tarik antara konfigurasi politik yang demokratis dan konfigurasi politik otoriter, yang dapat dilihat pada perkembangan karakter produk hukum.19

Hukum merupakan suatu sistem kerena diikat oleh azas hukum. Oleh karena itu apabila memahami hukum sebagai suatu sistem hukum, maka hukum mengandung nilai-nilai yang merupakan suatu kesatuan. Demikian halnya suatu peraturan perundang-undangan yang merupakan suatu sistem yang bersumber pada suatu nilai tertentu. Sistem nilai ini dapat membentuk masyarakat menurut pola yang dikehendaki dan pedoman bagi pembentukan Undang-Undang dalam menentukan

Dokumen terkait