• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Prinsip Kerja kWh Meter Satu Fasa

2.3.2 Menghitung Kesalahan kWh Meter

Kesalahan dalam persen dapat dinyatakan

%

kesalahan = x 100 % ………..……….…..(2.21)

Jika untuk membuat N putaran diperlukan waktu t detik, sedangkan daya yang masuk sebesar P watt, maka jumlah energi sebenarnya ES adalah:

……….………..……….(2.23)

Dimana:

EP = Jumlah energi yang dicatat oleh meteran yang terpasang

ES = Jumlah energi yang sebenarnya

Maka kesalahan dalam persen adalah:

% kesalahan = ………(2.24)

Persen kesalahan dapat juga dihitung dengan membandingkan kecepatan putaran, jika daya yang mengalir adalah P watt, maka kecepatan putar piringan sebenarnya adalah:

(putaran per jam) …….……….……..(2.25)

Kecepatan perputaran piring yang diukur adalah

(putaran per jam) …….………..…...……..(2.26)

Maka kesalahan dalam persen dapat dinyatakan:

% kesalahan =

(

100% ………...……….(2.27)

Jika dihitung dengan waktu, maka waktu yang sebenarnya diperlukan untuk membuat N putaran pada daya P watt adalah:

...(2.28)

Maka kesalahan dalam persen dapat dinyatakan dengan:

% ...(2.29)

2.4 Rangkaian Ekivalen kWh Meter Satu Fasa

kWh meter digunakan untuk mengukur energi arus bolak balik, alat ukur

ini untuk mengetahui besarnya daya nyata (daya aktif). Pada alat ukur ini terdapat

kumparan arus dan kumparan tegangan, sehingga cara penyambungan watt pada

umumnya merupakan kombinasi cara penyambungan voltmeter dan amperemeter.

kWh meter merupakan alat ukur yang sangat penting, untuk kWh yang

diproduksi, disalurkan ataupun kWh yang dipakai konsumen-konsumen listrik.

Alat ukur ini sangat popular di kalangan masyarakat umum, karena banyak

terpasang pada rumah-rumah penduduk (konsumen listrik) dan menentukan besar

kecilnya rekening listrik si pemakai. Mengingat sangat pentingnya arti kWh meter

ini baik bagi PLN ataupun si pemakai, maka agar diperhatikan benar cara

penyambungan alat ukur ini. Gambar 2.5 ditunjukkan penyambungan kWh meter

Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen kWh meter satu fasa

2.5 Jaringan Meter Listrik

Jaringan meter listrik ini menunjukkan skema pemasangan jenis-jenis meter kWh yang dipasang baik di perumahan, institusi, ataupun tempat yang memerlukan perlakuan khusus dalam pemasangannya. Berikut cara pemasangannya.

2.5.1 1 Phasa (phasa tunggal)

1. 1 phasa 2 kawat 220 volt Meter Sensor Arus Sensor Tegangan B E B A N

Gambar 2.6 Skema diagram 1 phasa 2 kawat

Pelayanan 1 phasa 2 kawat biasanya disuplai dari transformator. Listrik 1 phasa disuplai oleh salah satu dari jaringan 3 phasa.

2.6 Perhitungan kWh Meter

kWh meter berarti Kilo Watt Hour Meter dan kalau diartikan menjadi n ribu watt dalam satu jamnya. Jika membeli sebuah kWh meter maka akan tercantum x putaran per kWh, artinya untuk mencapai 1 kWh dibutuhkan putaran sebanyak x kali putaran dalam setiap jamnya. Contohnya jika 1200 putaran per kWh maka harus ada 1200 putaran setiap jamnya untuk dikatakan sebesar satu kWh. Jumlah kWh itu secara kumulatif dihitung dan pada akhir bulan dicatat oleh petugas, besarnya pemakaian lalu dikalikan dengan tarif dasar listrik atau TDL ditambah dengan biaya abodemen dan pajak menghasilkan jumlah tagihan yang harus dibayarkan setiap bulannya.

2.7 Beban

Pada sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linier dan beban nonlinier. Beban pada perumahan-perumahan atau gedung umumnya teridiri dari kombinasi beban-beban linier dan beban nonlinier.

2.7.1 Beban Linier

Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan. Beban linier ini tidak memberikan dampak yang buruk pada perubahan gelombang arus maupun tegangan. Resistor (R), lampu pijar, pemanas merupakan beban linier tersebut. Gambar 2.7 memperlihatkan perubahan tegangan sebanding dengan perubahan arus yang berubah secara linier pada beban

linier, dan Gambar 2.8 memperlihatkan bentuk gelombang tegangan dan arus pada beban linier.

Tegangan (V) Arus (I)

Gambar 2.7 Kurva Arus-Tegangan beban linier

Tegangan

Beban induktif linier

Arus

Gambar 2.8 Bentuk gelombang pada beban linier

Untuk mengetahui karakteristik beban linier dapat diwakili dengan beban R, L seperti pada gambar 2.9 berikut ini:

Gambar 2.9 Rangkaian pengganti untuk beban linier

2.7.2. Beban Nonlinier

Beban nonlinier adalah bentuk gelombang keluarannya tidak sebanding dengan tegangan dalam setiap setengah siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama dengan gelombang masukannya (mengalami distorsi), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. Beban nonlinier menarik arus dengan bentuk non-sinusoidal, walaupun disuplai dari sumber tegangan sinusoidal. Gangguan yang terjadi akibat distorsi gelombang arus dan tegangan disebut dengan harmonik. Contoh dari beban-beban nonlinier ini seperti tungku busur api, las, printer, komputer, lampu hemat energi, kulkas, inverter, inti magnet pada transformator, dan lain-lain.

Untuk mengetahui karaktristik beban nonlinier satu fasa dapat diambil suatu pendekatan dengan menggunakan rangkaian penyearah satu fasa gelombang penuh yang dilengkapi dengan kapasitor perata tegangan DC seperti pada Gambar 2.11. Adanya kapasitor C ini dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan DC yang relatif murni yang dikehendaki untuk operasi komponen elektronik. Namun akibatnya arus pada jala-jala sistem Is hanya akan mengalir pada saat terjadi

pengisian muatan kapasitor C, yaitu di daerah puncak gelombang tegangan jala- jala, sehingga bentuk gelombang arus Is tidak proporsional lagi terhadap tegangannya (nonlinier) dan mengalami distorsi (non-sinusoidal), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.12.

Arus

Tegangan

Gambar 2.10 Kurva Arus-Tegangan beban nonlinier

Gambar 2.11 Rangkaian pengganti untuk beban nonlinier

Pada Gambar 2.12 dibawah ini memperlihatkan bentuk gelombang tegangan dan arus pada beban nonlinier.

Gambar 2.12 Bentuk gelombang pada beban nonlinier

2.8 Harmonisa

Harmonisa adalah suatu gelombang sinusoidal tegangan, arus atau daya yang berfrekuensi tinggi dimana frekuensinya merupakan kelipatan diluar bilangan satu terhadap frekuensi fundamental (frekuensi 50 Hz atau 60 Hz). Nilai frekuensi dari gelombang harmonisa yang terbentuk merupakan hasil kali antara frekuensi fundamental dengan bilangan harmonisanya (f, 2f, 3f, dst). Bentuk gelombang yang terdistorsi merupakan penjumlahan dari gelombang fundamental dan gelombang harmonisa (h1, h2, dan seterusnya) pada frekuensi kelipatannya. makin banyak gelombang harmonisa yang diikutsertakan pada gelombang fundamentalnya, maka gelombang akan semakin mendekati gelombang persegi atau gelombang akan berbentuk non-sinusoidal. Pada gambar 2.13 ditunjukkan bentuk gelombang harmonisa.

Gambar 2.13 Gelombang fundamental, harmonisa ketiga dan hasil penjumlahannya

Dokumen terkait