• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menginginkan Indonesia Berbentuk Kerajaan

“Maka untuk menjamin persatuan, kami merancangkan adanya Kepala Negara yang sangat

bersahaja dan dicintai oleh rakyat, dapat dinobatkan jadi raja kemudian hari.”

federasi- sebab dalam rapat yang dahulu ada aliran yang suka kepada federasi dan yang menyukai uni- di sini pertama saya berpendapat bahwa kita harus memahamkan arti dan perbedaan antara

uni dan federasi itu, yang mengenai 3

macam susunan negara. Uni: yang berhak untuk berhubungan dengan luar negeri,

hanya dan melulu pemerintah pusat.

Federasi yang bercorak Bondstaat: baik

pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah berhak berhubungan dengan luar negeri. Dan pemerintah pusat berhak mengadakan aturan langsung untuk semua penduduk. Adapun perbedaan antara Bondstaat dan Statenbond ialah demikian. Dalam negara yang bersifat Bondstaat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berhak berhubungan dengan luar negeri. Tetapi di dalam Statenbond, pemerintah pusat tidak berhak langsung membuat aturan untuk penduduk, melainkan hanya dengan

perantaraan pemerintah daerah.” Selanjutnya, dalam Rapat Besar tersebut, Soesanto kemudian menyatakan, memilih bentuk Uni. “Dengan mengingat itu saya memilih bentuk Uni, seperti juga yang dirancangkandi dalam rancangan Undang-Undang Dasar yang telah saya usulkan,” ujarnya.

Mengusulkan Indonesia Berbentuk Kerajaan

Sebuah usulan yang berbeda dari ya ng la in nya oleh So es a nto ad a la h keinginannya agar Indonesia berbentuk kerajaan. Walau demikian menurutnya, tidak ada satu raja dari raja-raja yang ada saat itu yang dapat diterima dengan puas oleh seluruh rakyat sebagai raja.

Selengkapnya Soesanto menyatakan, “Tentang republik atau kerajaan, seperti

saya alami di desa-desa, memang rakyat jelata hanya mengenal bentuk sebagai kerajaan mengenai pekerjaannya. Akan tetapi kita harus membentuk negara dengan segera. Jadi, sukarnya, ialah memilih raja pada waktu sekarang. Seandainya yang dipilih menjadi raja itu salah satu daripada raja-raja yang sekarang ada, maka menurut hemat saya, tidak adalah raja yang dapat diterima dengan puas oleh seluruh rakyat. Apabila yang dijadikan raja itu lain daripada raja-raja yang sekarang ada, maka pun menurut hemat kami mungkin ia oleh seluruh Rakyat diterima sebagai pemimpin negara tetapi tidak atau bellum sebagai raja.”

O l e h k a r e n a i t u , S o e s a n t o mengusulkan rancangan Undang-Undang Dasar yang mengatur norma bahwa Kepala Negara dipilih untuk beberapa lama, tetapi Kepala Negara yang dianggap sangat berjasa dan dicintai oleh rakyat dapat dinobatkan menjadi Raja. “Maka untuk

menjamin persatuan, kami merancangkan

adanya Kepala Negara yang sangat

bersahaja dan dicintai oleh rakyat, dapat dinobatkan jadi raja kemudian hari. Saya cantumkan dalam rancangan Undang- Undang Dasar, bahwa Kepala Negara dipilih untuk beberapa lama, tetapi Kepala Negara yang sangat berjasa dan dicintai oleh rakyat dapat dinobatkan menjadi raja. Jadi, inilah dalam pokoknya pendirian saya tentang bentuk negara,” jelasnya.

Usulan Legal Drafting

Kontribusi pemikiran lain dari Mr. Soesanto adalah dalam Rapat Panitia

Perancang Undang-Undang Dasar pada tanggal 13 Juli 1945. Ketua Panitia saat itu, Ir. Soekarno, mempersilahkan Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo untuk menyampaikan lap ora nnya. At a s lap ora n ra nca nga n Undang-Undang Dasar itu, Mr. Soesanto mengajukan usulan, yaitu:

a. Minta pembagian dalam bab-bab (hoofdstuk) dengan nomor Romawi. Untuk Bab I diusulkan titel” Bentuk dan Kedaulatan Negara”, dan selanjutnya supaya kata “tentang” dalam titel-titel dihapuskan.

b. Pokok Uni supaya ditegaskan, dengan dinyatakanbahwa hanya Pemerintah Pusat boleh berhubungan dengan negara lain.

c. Sifat pembentukan negara “di depan mata musuh”, supaya ditegaskan dalam Bab pertahanan negara.

Atas berbagai usulan tersebut, Ketua Panitia Kecil, So ep omo menyata kan, “Tentang a: tidak keberatan. Tentang b:

tidak perlu ditegaskan; dalam negara merdeka hanya Pemerintah Pusatlah yang berhak berhubungan dengan luar negeri. Tentang c: pasal 38 sudah dipandang cukup.” Dengan demikian, hingga sekarang model legal drafting UUD 1945 mengikuti usulan dari Mr. Mas Soesanto Tirtoprodjo.

Atas jasa-jasa beliau, pemerintah Republik Indonesia memberikan tanda penghargaan, yaitu Bintang Gerilya Nomor 296 Tahun 1960, Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan No.Skep.228 Tahun 1961, dan Bintang Mahaput ra Adipra d a na b erd a s ar ka n Kepu t u s a n Presiden Nomor 048/ TK/ Tahun 1992, bertanggal 12 Agustus 1992.

LUTHFI WIDAGDO EDDYONO

Daftar Bacaan:

Safroedin Bahar, dkk. (Penyunting).Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Sekretariat Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998).

ustaka

P

KLASIK

P

idana penjara diadopsi begitu s aja da la m sis tem huk um pid a na Negara I nd on esia. Pidana penjara masuk menjadi s a la h jen is pid a na p okok dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai warisan dari Belanda dengan pandangan hidup yang berbeda.

Sebelumnya, baik dalam hukum adat maupun hukum agama sama sekali tidak dikenal pidana pencabutan kemerdekaan tersebut. Meskipun terdapat tempat atau gedung yang digunakan untuk menutup (mengurung) manusia, tetapi pengertiannya jauh berbeda dengan penjara seperti yang kita kenal sampai saat ini.

Pandangan hidup

Unt u k m em a ha m i p enja ra d i Indonesia tida k bisa dilepa ska n dari sejarah penjara diberlakukan. Sebagai negara bekas jajahan Belanda, pidana penjara di Indonesia merupakan buah dari pandangan hidup Belanda sebagai negara penganut individualis-liberalis di mana pidana pencabutan kemerdekaan sebagai jenis pidana pokoknya.

Bagi Koesnoen, pandangan hidup b er p engar uh terhadap cara pa nda ng terhadap hukum pidananya, termasuk jenis pidana yang diterapkan. Seperti kita lihat, aliran pencerahan yang puncaknya dengan Revolusi Perancis menganggap pidana badan dan pidana mati telah gagal dan setiap orang dianggap memiliki kemerdekaan. Selain itu, tidak hanya jiwa dan badan yang diutamakan, tetapi manusia merupakan individu yang hidup dalam masyarakat bersama.

“ S e m u a n y a m e n y e b a b k a n berobahnya sistem pidana kuno menjadi hilang kemerdekaan. Mulai abad ini pidana hilang kemerdekaan menjadi pidana pokok

Dokumen terkait