• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengulang dan putus sekolah

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Umum (Halaman 40-45)

2014 Target Realisas

4. Mengulang dan putus sekolah

Siswa mengulang/putus sekolah secara persentase tergolong sangat kecil rata-rata 1,22% siswa yang mengulang dan yang putus sekolah rata-rata 0,18% untuk semua jenjang pendidikan. Kondisi ini tentu masalah dalam kontek prestasi kerja Disdikpora. Prov. Bali. Beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya peristiwa mengulang atau putus sekolah antara lain : 1) Perpindahan tempat tugas para orang tua murid yang tidak dibarengi dengan prosedur administrasi yang benar, 2) Akibat pindah sekolah, 3) Kurangnya perhatian kalangan pendidik di sekolah terhdap anak-anak yang potensial gagal sekolah, 4) Akibat terjadinya peristiwa perkawinan usia dini, 5) Akibat terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan terjadinya gangguan fisik permanen, 6) Akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) para orang tua murid, 7) Akibat terjadinya disharmonisasi keluarga (broken home), 8) Akibat tidak ada minat untuk meneruskan sekolah, 9) Akibat ketidakberdayaan para orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya.

Adanya kondisi tersebut diatas maka Disdikpora. Prov. Bali mencoba mengatasinya dengan langkah-langkah berikut :

1. Meningkatkan fungsi-fungsi administrasi sekolah untuk melakukan pencatatan penting terhadap setiap peristiwa yang dialami peserta didik (siswa).

2. Meningkatkan peran guru BK dan para walikelas terhadap anak-anak potensial gagal sekolah.

3. Membangun komunikasi yang intensif antara Kepala Sekolah, guru kelas, wali kelas dan orang tua murid dalam upaya mencegah peristiwa anak putus sekolah/mengulang.

5. Buta Aksara

Program pemberantasan buta aksara di Provinsi Bali dari tahun ke tahun menunjukkan prestasi kerja yang baik dengan rata-rata per

diduga penyebab antara lain : 1) Sisa sasaran pendidikan keaksaraan adalah kelompok masyarakat sulit baik ekonomi, fisik geografis maupun sosial budaya, 2) Hasil pelaksanaan program pendidikan keaksaraan kurang mendapatkan pembinaan tindaklanjut (lebih bersifat ’konotasi projek’ artinya tidak ada projek, tidak jalan), 3) Data sasaran dan informasi pendidikan keaksaraan belum tersusun secara lengkap dan akurat (terkait dengan by name by address), 4) Kapasitas lembaga penyelenggara dan kompetensi pendidik maupun tenaga kependidikan cendrung lemah (apa adanya), 5) Sarana dan prasarana pendukung pendidikan keaksaraan masih terbatas, 6) Anggaran penyelenggaraan pendidikan keaksaraan relatif sedikit, dan 7) Koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan keaksaraan kurang efektif.

Adanya kondisi tersebut di atas maka Disdikpora. Prov. Bali berupaya mengatasinya dengan alternatif pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Membangun komitmen pemerintah baik pusat, daerah dan kabupaten/kota

yang dituangkan dalam keputusan bersama untuk menuntaskan kebutaaksaraan.

2. Mendorong tumbuhnya semangat volunteerisme dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan keaksaraan.

3. Adanya metode dan sistem pembelajaran yang berpihak pada masyarakat sasaran.

4. Adanya sisem evaluasi dan sertifikasi serta pengendalian program yang akurat dan kredibel.

5. Adanya dukungan anggaran yang memadai baik berupa blocgrant melalui APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota.

6. Kerjasama dan kemitraan yang terjalin baik antara Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan Nonformal dan Informal Kemendikbud dengan LSM, organisasi keagamaan, organisasi wanita, perguruan tinggi, dan lain-lain.

6. Rata-rata Lama Sekolah

Adanya asumsi, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan nilai kebahagiaan yang dirasakan orang tersebut. Asumsi itu, mengindikasikan bahwa tingkat kebahagiaan penduduk Bali jauh lebih tinggi dibanding tingkat kebahagiaan rata-rata penduduk Indonesia. Hal itu didasarkan atas kenyataan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk Bali sebesar 8,4 tahun lebih tinggi dari rata-rata nasional. Hal itu pula, Bali tinggal selangkah lagi mampu mencapai tuntas wajib belajar sembilan tahun. Namun, perlu disadari bahwa angka 0,6 tahun itu sangatlah

tersebut.

3.6. Realisasi Anggaran

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Sebagaimana telah diubah beberapa kali terkahir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah maka Laporan mengenai realisasi anggaran 2014 merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali. Untuk itu dapat dilaporkan realisasi anggaran tahun 2014 sebagai berikut : (Lihat Tabel 12).

Tabel 15

Realisasi Anggaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun Anggaran 2014

No Realisasi Anggaran Besarnya Anggaran (Rp) Persentase Capaian (%) 1 Realisasi Pendapatan 478.160.000,00 119,06 2 Realisasi Belanja 200.054.745.408,41 87,31 3 Realisasi Belanja Tidak

Langsung

85.400.981.659,00 91,52 4 Realisasi Belanja Langsung 114.653.763.749,41 84,41

Total 400.587.650.816,82 -

Dapat dilaporkan pula bahwa dari 183 kegiatan yang dibiayai dengan Anggaran Biaya Langsung Tahun Anggaran 2014 secara umum dapat dilaksanakan sesuai target kinerjanya atau merealisasikan anggaran 100 %, kecuali ada beberapa program kegiatan yang tidak dapat merealisasikan anggaran 100 %. Lihat Tabel 16.

Persentase realisasi anggaran kegiatan

No Program Kegiatan Persentase Realisasi

(%)

Hambatan Pencapaian Target

1. Program Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun

86,36 a. Efisiensi perjalanan dinas dalam daerah.

b. Adanya pembayaran

honorarium juri sesuai Pergub. 2. Program Pendidikan

Menengah

85,75 a. Jumlah peserta tidak sesuai kuota.

b. Efisiensi akomodasi dan uang saku.

c. Perpindahan kegiatan.

d. Efisiensi perjalanan dinas luar daerah.

e. Biaya lomba disesuaikan dengan hasil lomba nasional f. Batalnya kegiatan pertukaran

pelajar ke luar negeri karena ijin dari Pusat tidak turun. g. Pembayaran projek gedung

terealisasi sesuai pekerjaan yang diselesaikan.

h. Tidak dapat dikerjakannya perencanaan jaringan air limbah dan air minum di SMA/SMKN Bali Mandara 3 Program Pendidikan

Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

83,68 a. Efisiensi belanja percetakan modul.

b. Efisiensi perjalanan dinas luar daerah.

c. Tidak dibayarkannya uang saku dan transportasi karena peserta dalah guru provinsi. d. Anggaran perjalanan dinas luar

daerah dan peserta lomba O2SN, FLS2N dan OSN tingkat nasional sepenuhnya telah ditanggung Pusat.

e. Perubahan lokasi pembangunan SLB C Negeri Denpasar. 4 Program Peningkatan

Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

42,62 a. Efisiensi perjalanan luar daerah dan honorarium narasumber pusat.

b. Jumlah peserta lomba tidak sesuai dengan kuota.

c. Ada kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan karena kepastian pelaksanaan kurikulum 2013. d. Ada kegiatan yang sebagiannya

difasilitasi Pusat. 5. Program Manajemen

Pelayanan Pendidikan

69,19 a. Efisiensi perjalanan dinas luar daerah.

ujian pemantapan.

c. Jumlah peserta tidak sesuai kuota.

6. Program Pemuda dan Olahraga

88,21 a. Efisiensi honorarium

narasumber dan belanja cetak. b. Kegiatan lanjutan LPI tidak

dilaksanakan. c. Efisiensi uang saku,

transportasi, akomodasi dan konsumsi karena jumlah peserta tidak memenuhi kuota.

PENUTUP

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Tahun 2014 sesungguhnya merupakan bahan evaluasi sekaligus pijakan strategis untuk penyusunan program dan kegiatan tahun selanjutnya. Adanya LAKIP ini, dapat diketahui beberapa persoalan terkait perencanaan dan capaian kinerja serta realisasi anggaran. Beberapa persoalan yang hendaknya menjadi bahan pemikiran dan tindakan di tahun berikutnya antara lain : 1. Masih terlihatnya capaian kinerja terhadap Indikator Kinerja Utama (IKU)

seperti APK PAUD, APK SMA/SMK, APM SD, APM SMP dan APM SMA/SMK yang masih dibawah 100%.

2. Keberadaan tenaga administrasi/pegawai sekolah yang belum tersentuh program atau kegiatan.

3. Belum tuntasnya masalah kebutaaksaraan.

4. Masih adanya siswa mengulang dan putus sekolah.

5. Adanya realisasi anggaran yang tidak terserap 100% karena persoalan kegiatan tidak bisa dilaksanakan, kekurangan peserta, dan duplikasi anggaran.

Untuk itulah, ada harapan kedepannya agar kegiatan lebih menukik lagi pada upaya dan usaha meningkatkan APK PAUD, APK SMA/SMK, APM SD, APM SMP, dan APM SMA/SMK, pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi sekolah, penuntasan buta aksara, akses PAUD, dan mereview system penyusunan rencana kegiatan.

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Umum (Halaman 40-45)

Dokumen terkait