• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan

Indikator :

a. Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya.

b. Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang disusun.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 7 B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian Kinerja yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 1 : Penetapan Kinerja yang berisi Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja Tahun 2014 berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014

SASARAN

STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 2014

Meningkatkan upaya kesehatan dasar, rujukan, keperawatan dan keteknisian medik, penunjang medik dan sarana kesehatan, dan kesehatan jiwa

1 Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world

class)

5 kota

2 Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan

Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan

594 Fasyankes

3 Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang

ditingkatkan sarana dan prasarananya

44 UPT

4 Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang disusun

200 NSPK

5 Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas

perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk

96 puskesmas

6 Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED

100% 7 Persentase RS Kab/Kota yang

melaksanakan PONEK

100%

8 Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS)

100%

9 Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 8 SASARAN

STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 2014

10 Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan/atau

kebidanan sesuai standar dan pedoman 1.313 Puskesmas 11 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau

kebidanan sesuai standar dan pedoman

667 Rumah Sakit

12 Jumlah RS yang

melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman

189 Rumah Sakit

13 Persentase RSJ yang memberikan layanan

subspesialis utama dan Napza

100%

14 Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza

50%

15 Persentase Puskesmas yang memberikan layanan

kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat

40%

16 Jumlah Fasilitas Kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pejandu narkotika

240 Faskes

17 Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar

63%

18 Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 9

Tabel 2 : Target Indikator dan Target Kinerja selama 5 tahun berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014 Meningkatkan upaya kesehatan dasar, rujukan, keperawatan dan keteknisian medik, penunjang medik dan sarana kesehatan, dan kesehatan jiwa 1 Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)

1 kota 2 kota 3 kota 4 kota 5 kota

2 Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan 164 Fasyan-kes 206 Fasyan-kes 269 Fasyan-kes 394 Fasyan-kes 594 Fasyan-kes 3 Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya

34 UPT 44 UPT 44 UPT 44 UPT 44 UPT

4 Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang disusun 50 NSPK 90 NSPK 130 NSPK 170 NSPK 200 NSPK 5 Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk 76 pkm 81 pkm 86 pkm 91 pkm 96 pkm 6 Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED 60% 70% 80% 90% 100% 7 Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK 80% 85% 90% 95% 100%

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 10 SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014 8 Persentase RS Pemerintah menyelenggar akan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) 60% 70% 80% 90% 100% 9 Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) 14 Kab/ Kota 14 Kab/ Kota 16 Kab/ Kota 17 Kab/ Kota 24 Kab/ Kota 10 Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman 212 354 pkm 496 pkm 638 pkm 1.313 pkm 11 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman 54 220 RS 316 RS 412 RS 667 RS 12 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman 63 RS 95 RS 126RS 157RS 189RS 13 Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza 10% 30% 50% 70% 100%

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 11 SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014 14 Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza 10% 20% 30% 40% 50% 15 Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat 5% 10% 20% 30% 40% 16 Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pencandu Narkotika - - 170 Faskes 210 Faskes 240 Faskes 17 Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar 34% 41% 48% 56% 63% 18 Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar 45% 50% 55% 60% 65%

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 12 BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. PENGUKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA

Pengukuran kinerja dilakukan untuk membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2014.

Tahun 2014 merupakan tahun ketiga pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014. Adapun pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator.

Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/ kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna.

Selain untuk mendapat informasi mengenai masing-masing indikator, pengukuran kinerja ini juga dimaksudkan untuk mengetahui kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan khususnya dibandingkan dengan target di dalam Rencana Strategis. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Indikator Kinerja Utama dan Penetapan Kinerja.

Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 13

ditinjau indikator-indikator dari masing-masing sasaran yang telah ditetapkan. Sasaran Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat

2. Meningkatnya pelayanan medik spesialistik kepada masyarakat

3. Meningkatnya pembinaan pelayanan keperawatan, kebidanan dan keteknisian medik

4. Meningkatnya pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan sesuai standar

5. Meningkatnya mutu pelayanan Kesehatan Jiwa

6. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 14

Tabel 3 : Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2010 s/d 2014 di bidang Upaya Kesehatan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 18

Uraian kinerja dari masing-masing sasaran, indikator, dan capaiannya adalah sebagai berikut :

MENINGKATNYA PELAYANAN KESEHATAN DASAR

KEPADA MASYARAKAT

Untuk mencapai sasaran ini, ada beberapa indikator kinerja yang digunakan, dimana masing-masing indikator dapat diuraikan kondisi capaian, permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut:

a. Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau–pulau kecil terluar berpenduduk

1) Kondisi yang dicapai:

Tahun 2014 ditargetkan 96 Puskesmas dari 101 Puskesmas Prioritas Nasional di perbatasan dengan negara tetangga menjadi Puskesmas Perawatan, baik di perbatasan darat maupun di pulau-pulau kecil terluar berpenduduk. Target tahun 2014 sebanyak 6 puskesmas yang ditingkatkan menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk, yaitu : a) Puskesmas Wedomu b) Puskesmas Laktutus c) Puskesmas Haliwen d) Puskesmas Webora e) Puskesmas Manamas f) Puskesmas Sofi

Akan tetapi target tersebut tidak tercapai, sehingga capaian kumulatif sampai dengan tahun 2014 adalah sebanyak 90 Puskesmas.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 19

Grafik 1. Capaian indikator Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk

2) Permasalahan :

a) Rencana alokasi Dana TP (Tugas Pembantuan) tahun anggaran 2014 untuk peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan tidak dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh Revisi DIPA Dana TP turun pada bulan Oktober 2014 sehingga alokasi dana rehabilitasi gedung untuk mendukung peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.

b) Tidak dialokasikan dana DAK tahun anggaran 2014 untuk peningkatan Puskesmas.

c) Adanya pemekaran kecamatan di perbatasan yang mengakibatkan bergesernya kecamatan yang menjadi kecamatan terluar (berbatasan langsung dengan negara tetangga). Hal ini berdampak pada Puskesmas yang ditetapkan sebagai Puskesmas terdepan.

3) Usul Pemecahan masalah:

a) Perlu dilakukan advokasi pada pemerintah daerah maupun legislatif untuk dapat mendukung pencapaian sasaran

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 20

prioritas nasional melalui dana yang ada, baik dana DAU, DAK, TP, maupun PHLN.

b) Mengarahkan pemanfaatan dana DAK 2015 (telah dituangkan dalam Juknis DAK 2015) untuk mendukung tercapainya sasaran prioritas nasional.

c) Mengarahkan pemanfaatan dana TP 2015 untuk mendukung tercapainya sasaran prioritas nasional.

4) Anggaran:

Anggaran yang dialokasikan untuk mendukung indikator peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar tahun 2014 sebesar Rp 4.507.665.000,- dengan realisasi Rp 3.861.040.036,- atau 85,9%. Kegiatan yang dilaksanakan untuk memantau dan mendukung pencapaian indikator di atas berupa kegiatan penyusunan NSPK, pertemuan koordinasi, kunjungan ke lapangan (monev/bimtek) sebagaimana tugas dan kewenangan pusat.

b. Persentase Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED

Indikator ini merupakan Persentase puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada kondisi yang tidak mampu ditangani (Kepmenkes No.828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota).

1) Kondisi yang dicapai:

Sesuai dengan Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RPJMN) tahun 2010 – 2014 serta dijabarkan pula dalam Inpres No. 3 Tahun 2010 dan Indikator Rencana Strategis Kementerian

Jumlah puskesmas rawat inap yang mampu PONED Jumlah puskesmas rawat inap

(Baseline data tahun 2010 puskesmas rawat inap sebanyak 2.902)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 21

Kesehatan telah ditetapkan target Puskesmas PONED yakni persentase Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Pada akhir tahun 2014 diharapkan 100% Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED (Jumlah Puskesmas Perawatan/Rawat Inap tahun 2010 sebanyak 2.902 sebagai baseline data).

Grafik 2. Capaian indikator Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED

Tabel 4 : Perhitungan Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Rawat Inap yang Mampu PONED

TAHUN TARGET

(%) TARGET KUMULATIF CAPAIAN KETERANGAN 2010 60 60% X 2.902 = 1.741 1.579 (54.41 %) Target belum tercapai 2011 70 70% X 2.902 = 2.031 2.037 (70.19 %) Target terlampaui 2012 80 80% X 2.902 = 2.322 2.570 (88.56 %) Target terlampaui 2013 90 90% X 2.902 = 2.612 2.782 (95.86%) Target terlampaui 2014 100 100% X 2.902 = 2.902 2.855 (98,38%) Target belum tercapai

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 22 2) Permasalahan :

a) Kemampuan PONED adalah merupakan kompetensi tim, sehingga sangat dipengaruhi dengan keberadaan tenaga dokter, bidan dan perawat di Puskesmas. Permasalahan saat ini masih banyak Puskesmas belum memiliki dokter, terutama pada Kab/Kota di daerah Indonesia bagian timur. b) Daerah Kota tidak mungkin memiliki 4 Puskesmas rawat inap

mampu PONED, karena akses ke RS sebagai pusat rujukan sangat mudah. Sehingga Puskesmas yang ada di Kota tidak perlu ditingkatkan kemampuannya menjadi Puskesmas PONED.

c) Peningkatan kemampuan Puskemas rawat inap mampu PONED tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi perlu peran serta Kab/Kota. Puskesmas adalah UPTD dinas kesehatan Kab/Kota.

d) Ketersediaan dana di Pemerintah Pusat juga terbatas dan harus dibagi kepada program prioritas lainnya

e) Validitas Puskesmas rawat inap mampu PONED yang masih aktif dan yang tidak aktif sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena kesehatan merupakan salah satu program pembangunan yang di era desentralisasi sudah dilimpahkan kewenangannya ke daerah. Sehingga mutasi SDM terlatih PONED, alat PONED, obat PONED, sarpras PONED, dan biaya operasional Puskesmas PONED menjadi kewenangan sepenuhnya Kab/Kota bersangkutan.

f) Pelaporan puskesmas mampu PONED dari daerah melalui e-DAK PI BUK, hanya dengan kolom pilihan iya dan tidak tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Pada Juni 2013 Puskesmas rawat inap mampu PONED telah masuk ke dalam data dasar Puskesmas di format pendataan Pusdatin.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 23 3) Usul Pemecahan masalah:

a) Penguatan Collaborative Improvement PONED-PONEK untuk membentuk sistem rujukan regional dan jejaring yang berkekuatan hukum.

b) Dukungan melalui dana DAK dan TP untuk fisik PONED (bangunan dan alkes)

c) Dukungan Dekon untuk pelatihan PONED

4) Anggaran:

Anggaran untuk mendukung indikator persentase Puskesmas rawat inap mampu PONED sebesar Rp 4.188.383.000 dengan realisasi sebesar Rp 3.637.623.157,- atau 86,85%.

Sisa anggaran yang tidak terserap ini disebabkan karena : a) Efisiensi penggunaan anggaran

b) Peserta kegiatan yang tidak seluruhnya hadir

MENINGKATNYA PELAYANAN MEDIK SPESIALISTIK

KEPADA MASYARAKAT

Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana masing-masing indikator dapat diuraikan kondisi capaian, permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya, sebagai berikut :

a. Jumlah kota yang memiliki rumah sakit standar kelas dunia (world

class)

Berdasarkan Permenkes Nomor 659 /MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Kelas Dunia, rumah sakit kelas dunia adalah rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan, standar dan kriteria rumah sakit kelas dunia serta telah disertifikasi oleh Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf Internasional yang telah ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Dalam rangka melaksanakan akreditasi rumah sakit telah diterbitkan antara lain :

1) Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 24

2) Kepmenkes Nomor 428 Tahun 2012 tentang penetapan lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit di Indonesia yang menetapkan bahwa lembaga independen untuk akreditasi internasional di Indonesia adalah JCI (Joint Commission

International) dan untuk akreditasi nasional adalah Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dengan menggunakan Akreditasi Rumah sakit versi 2012.

1) Kondisi yang dicapai :

Pada Tahun 2014, target yang harus dicapai pada Indikator kinerja renstra adalah 5 (lima) kota yang memiliki Rumah Sakit terakreditasi internasional JCI. Dalam mencapai target indikator Renstra tersebut, Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya pembinaan kepada rumah sakit agar dapat memenuhi standar akreditasi internasional.

Grafik 3. Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)

Sebagaimana indikator yang telah ditetapkan, target yang telah dicapai sampai akhir tahun 2014 sebanyak 19 (sembilan belas) rumah sakit standar internasional yang terdiri dari 6 rumah sakit

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 25

pemerintah dan 13 (tiga belas) rumah sakit swasta yang tersebar di 11 (sebelas) kota sebagai berikut :

No Nama Kota RS Pemerintah RS Swasta

1 Jakarta (1) RSUP

Dr.Ciptomangunkusumo

RS Premier Jatinegara (2) RSUP Fatmawati

(3) RSPAD Gatot Soebroto (1)

(2) RS Puri Indah Pondok Indah (3) RS Jakarta Eye

Center Kedoya 2 Denpasar (4) RSUP Sanglah

3 Makassar (5) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo 4 Yogyakarta (6) RSUP Dr. Sardjito

5 Surabaya (4) RS Premier Surabaya 6 Bandung (5) RS Santosa 7 Tangerang (6) RS Siloam Karawaci (7) RS Awal Bros Tangerang 8 Tangerang Selatan (8) RS Eka Hospital (9) RS Bintaro

9 Bekasi (10) RS Awal Bros

(11) RS Eka Hospital

10 Pekanbaru (12) RS Awal Bros

11 Batam (13) RS Awal Bros

Tabel 5. Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)

Untuk tahun 2015, rumah sakit yang sedang dipersiapkan untuk sertifikasi JCI selanjutnya yaitu RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUP Dr. Hasan Sadikin

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 26

Bandung. Selain dilakukan persiapan sertifikasi, selanjutnya juga dipersiapkan pelaksanaan akreditasi Internasional terhadap RSUP Persahabatan Jakarta Timur, RSJP Harapan Kita Jakarta Barat, RSKD Harapan Kita Jakarta Barat, RSAB Harapan Kita Jakarta Barat, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, RSUP Dr.M.Djamil Padang, RSUD Dr. Soedarso Pontianak, RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado dan RSUD Dok 2 Jayapura.

2) Permasalahan :

Meskipun capaian target tahun 2014 telah 220%, tetapi khusus untuk Rumah Sakit Pemerintah ada yang belum dapat tersertifikasi JCI karena beberapa permasalahan sebagai berikut : a) Pembiayaan mock, initial dan focus survey, cukup mahal

karena dalam bentuk dollar untuk pembiayaan pesawat kelas bisnis, hotel bintang 5, honor konsultan initial dan focus

survey sesuai kelas internasional, dll

b) Perlu komitmen Direktur beserta karyawan RS c) Perlu komitmen pemilik RS

3) Usul Pemecahan Masalah :

a) Perlu perencanaan pembiayaan untuk 5 tahun kesiapan akreditasi JCI (tahun 2015 - 2019)

b) Perlu bimbingan, simulasi survey dari tahun 2015 – 2019 dengan mendatangkan pembimbing dan simulasi survey oleh RS yang telah terakreditasi JCI dan difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi c) Perlu monitoring dan evaluasi dari tahun ke tahun dan

dilaporkan kepada pemilik RS untuk dilakukan tindaklanjut secara konsisten.

4) Anggaran :

Alokasi Anggaran sebesar Rp4.605.414.000,-, dengan realisasi sebesar Rp3.441.754.325,- atau74,7%.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 27 b. Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK

1) Kondisi yang dicapai :

Pada Tahun 2014 target yang harus dicapai adalah sebesar 100% (444 RS dari 444 RS kab/kota). Saat ini target yg telah dicapai sebesar 107,2% (476 RS dari 444 RS Kab/Kota). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan yaitu Manajemen Kolaborasi Perbaikan Kualitas Pelayanan Ponek dan Poned yang dilaksanakan di provinsi Banten dan Sulawesi Selatan.

Grafik 4. Capaian indikator Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK

2) Permasalahan

Walaupun capaian melebihi dari target yang ditetapkan, tetapi pelaksanaannya belum optimal dikarenakan terkendala beberapa permasalahan antara lain :

a) Belum adanya data kualitas pelayanan Ponek bagi RS yang telah dilatih tim Ponek.

b) Belum terbentuk atau terlaksananya sistem rujukan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak dengan baik.

c) Masih kurangnya dukungan daerah dalam peningkatan pelayanan PONEK baik dari aspek regulasi/kebijakan, peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan serta sumber daya manusia.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 28 3) Usul Pemecahan masalah :

Untuk mengantisipasi permasalahan yang berpotensi menghambat pelaksanaan PONEK secara optimal, diharapkan adanya solusi atau rencana tindak lanjut antara lain :

a) Penilaian kualitas pelayanan ponek bagi rumah sakit yang dinyatakan sebagai RS Ponek

b) Penguatan sistem rujukan pelayanan kesehatan ibu dan anak sesuai dengan regionalisasi rujukan yang telah ditetapkan oleh pusat dan daerah diantaranya melalui kegiatan manajemen kolaborasi perbaikan kualitas pelayanan ponek dan poned di semua Propinsi, Kabupaten/Kota

c) Advokasi, serta mendorong Pememrintah Daerah untuk mengeluarkan regulasi/kebijakan dalam upaya mendukung peningkatan pelayanan Ponek dan Poned.

d) Sinkronisasi kegiatan upaya peningkatan pelayanan Ponek di rumah sakit antara Pemerintah Pusat, dan Daerah, dan stakeholder lainnya.

4) Anggaran

Alokasi Anggaran sebesar Rp. 313.342.000 dengan realisasi sebesar Rp. 260.447.200 atau 83%.

c. Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS).

1) Kondisi yang dicapai :

Pada Tahun 2014 target yang harus dicapai adalah sebesar 100% (444 RS dari 444 RS Kabupaten/Kota yang menjadi denominatornya). Saat ini target yang telah dicapai (kumulatif) yaitu sebesar 100,7% atau 447 RS dari 444 RS Kabupaten/Kota sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/482/2014 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 29

Dalam rangka upaya mencapai target Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS), kegiatan-kegiatan pendukung yang dilakukan yaitu Bimbingan Teknis pelayanan CST (Care support and Treatment) bagi Team HIV/AIDS di RS Rujukan ODHA dengan penetapan RS Rujukan ODHA. Kemudian juga telah dilakukan koordinasi dengan P2PL (subdit AIDS) untuk pengembangan instrumen monev dalam pemetaan pelayanan kesehatan Rujukan ODHA dan melibatkan unsur Dinas Kesehatan dalam pemberian rekomendasi terhadap RS di wilayahnya masing-masing yang dinilai layak untuk ditetapkan sebagai RS Rujukan ODHA.

Grafik 5. Capaian indikator Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA

2) Permasalahan :

Walaupun telah mencapai target yang ditetapkan, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala yang dihadapi antara lain:

a) Ketersediaan SDM yang belum terpenuhi.

b) Sarana dan prasaran pelayanan ODHA yang belum terpenuhi.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 30 3) Upaya Peningkatan Capaian Indikator :

Rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi permasalahan tersebut antara lain :

a) Advokasi Peraturan Menteri Kesehatan no 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.

b) Koordinasi dengan pemegang Program HIV/AIDS yakno Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan untuk penyiapan sarana dan prasarana pelayanan ODHA.

4) Anggaran :

Alokasi Anggaran sebesar Rp213.260.000,- dengan realisasi sebesar Rp117.360.000,- Atau 55,03 %.

d. Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh Rumah Sakit bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).

1) Kondisi yang dicapai :

Untuk memberikan pelayanan kesehatan rujukan yang paripurna kepada Masyarakat di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), daerah terpencil dan daerah dengan akses pelayanan kesehatan yang sulit, dilakukan upaya pendekatan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yaitu Rumah Sakit Bergerak. Sampai dengan tahun 2014 telah didirikan 24 RS Bergerak di 24 Kabupaten/Kota di daerah DTPK yaitu :

1) Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh 2) Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh

3) Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) Provinsi Sulawesi Utara.

4) Kabupaten Natuna (dimekarkan menjadi Kabupaten Kepulauan Anambas) Provinsi Kepulauan Riau

5) Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau 6) Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu 7) Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur 8) Kabupaten Alor Provinsi NTT

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 31

Dokumen terkait