No Indikator Kinerja Utama Satuan Existing Tahun 2013
Tahun 2014 Target
Akhir 2018 Target Realisasi
1. Prosentase Perusahaan yang
berkasus tentang
ketenagakerjaan Persen -- 5,51 5,51 4,09
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
2. Prosentase Kasus yang
diselesaikan melalui
Perjanjian Bersama (PB) Persen 61,32 55,00 55,00 58,00
3. Prosentase pekerja/buruh
yang menjadi peserta
program Jamsostek Persen 27,68 72,33 72,33 82,97
4. Jumlah Perusahaan Yang Melaksanakan Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Perusah aan
6.258 1.977 1.977 2.300
1.! Indikator Prosentase Perusahaan yang berkasus tentang ketenagakerjaan Indikator kinerja pertama direalisasikan 100 persen
sesuai target yang direncanakan, rumusannya adalah realisasi 109 kasus yang masuk dibanding dengan 1.977 perusahaan yang melaksanakan wajib lapor ketenagakerjaan pada Tahun 2014, target ini adalah indikator kinerja baru hasil Reviu Tim Menpan&RB. Meningkat dan menurunnya kasus yang masuk tergantung pada pembinaan dan pengawasan yang
dilakukan oleh kedua bidang yang menangani perlindungan ketenagakerjaan, selain faktor internal juga faktor eksternal sangat mempengaruhi tingginya kasus yang masuk, diantaranya faktor ekonomi dan politik, seperti adanya peningkatan harga BBM dan tarif Listrik akan berpengaruh pada pelaku ekonomi, yaitu menurunkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi biaya produksi, dan Tenaga Kerja adalah salah satu faktor produksi yang ikut terpengaruh akibat kebijakan Pemerintah tersebut. Target akhir RENSTRA menurunnya prosentase kasus yang masuk dari Tahun 2014 sebesar 5,51 persen menjadi 4,09 persen dari jumlah Perusahaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan pada Tahun 2018 dapat direalisasikan dengan mengoptimalkan kinerja kedua Bidang yang menangani Perlindungan Ketenagakerjaan, melalui pembinaan SP/SB/SBSI, sosialisasi peraturan ketenagakerjaan&jamsostek, pemeriksaan dan pengawasan perusahaan karena walaupun prosentase kecil tetapi yang namanya penyelesaian perselisihan hubungan industrial bobotnya sangat berat dan memerlukan waktu untuk penyelesaiannya.
2.! Indikator Prosentase Kasus yang diselesaikan melalui Perjanjian Bersama (PB) Target kedua yang didasarkan pada indikator kinerja SPM Permennakertrans Nomor 2 Tahun 2014, adalah tindak lanjut penanganan target pertama yaitu 109 kasus yang masuk, realisasi 100 persen yaitu perbandingan 60 kasus yang diselesaikan melalui Perjanjian Bersama. Relisasi Tahun 2013 sebesar 61,32 persen adalah perhitungan 65
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
kasus selesai melalui Perjanjian Bersama dari 106 kasus yang masuk. Target Tahun 2014 diperkirakan 55 kasus selesai melalui Perjanjian Bersama dari perkiraan 100 kasus yang masuk/terdaftar. Realisasi dari 109 kasus yang masuk kasus selesai melalui PB 60 kasus, 40 kasus selesai dengan Anjuran, 9 kasus karena bobotnya berat penyelesaian masih harus dilanjutkan pada tahun berikutnya. Target kinerja ini sama dengan target kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM). Perlu diketahui bahwa permohonan penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebanyak 109 kasus didominasi kasus perselisihan PHK sebanyak 81 kasus, selesai melalui Perjanjian Bersama (PB) 51 kasus; perselisihan Hak 11 kasus, selesai melalui PB 5 kasus, dan ketiga Perselisihan Kepentingan 17 kasus selesai melalui PB dari 4 kasus yang masuk, sedangkan perselisihan Antar SP/SB Nihil. Kasus yang masuk dengan kasus yang dapat diselesaikan melalui Perjanjian Bersama, dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Grafik 3.6 Perbandingan Kasus Masuk dengan Kasus Selesai Melalui Perjanjian Bersama Tahun 2010-2014
Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Perselisihan Hubungan Industrial merupakan perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu
46 74 90 106 109 42 46 61 65 60 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2010 2011 2012 2013 2014
Perbandingan*Kasus*Yang*Masuk*dengan*Kasus*Selesai*Melalui*
Perjanjian*Bersama*Tahun*2010=2014
Kasus1Selesai Kasus1masukLaporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
perusahaan
.
Suatu hal yang sangat mendukung pada kondusifitas tripartit yaitu adanya aksi Walikota Bandung yang proaktif menanggapi usulan para pengusaha dan Serikat Pekerja pada tahun 2014 Walikota Bandung langsung menghadap Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmgirasi RI pada saat diminta Serikat Pekerja menyampaikan usulan peningkatan jumlah item yang dijadikan alat survey dalam penentuan Kebutuhan Hidup Layak/KHL, maka hubungan industrial di Kota Bandung cukup kondusif sehingga target kinerja dapat direalisasikan dengan baik.Sebagai perbandingan Persentase Kasus Selesai Melalui Perjanjian Bersama berdasarkan data capaian SPM Kota Bandung dan Propinsi Jawa Barat sebagai berikut :
Tabel 3.23
Persentase Kasus Selesai Melalui Perjanjian Bersama Propinsi Jawa Barat – Kota Bandung
Berdasarkan Realisasi SPM Tahun 2014
Uraian Kasus Selesai Melalui PB Kasus Masuk Persentase
Propinsi Jawa Barat 300 400 75
Kota Bandung 60 109 55
Sumber Data : Disnakertrans Prop.Jabar Tahun 2014
Persentase kasus PHI selesai melalui Perjanjian Bersama di Kota Bandung 55 persen berada dibawah Propinsi Jawa Barat yaitu 75 persen. Walaupun dibawah Propinsi, namun kondisi ini tetap merupakan permasalahan, bahwa di Kota Bandung kasus yang masuk bobotnya cukup berat, terutama terjadinya perselisihan kepentingan yang lebih sulit untuk diselesaikan. Dari 400 kasus Jawa Barat 27,25 persen adalah kasus yang terjadi di Kota Bandung, mengandung arti kasus Perselisihan Hubungan Industrial di Jawa Barat hampir didominasi oleh Kota Bandung, dan kemudian yang diselesaikan melalui Perjanjian Bersama dibandingkan dengan Jawa Barat, 20 persennya adalah penyelesaian kasus PHI yang dilakukan Kota Bandung. Oleh karena itu perlu ada penyelesaian masalah yaitu pada tahun berikutnya fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan dan serikat pekerja harus lebih ditingkatkan, jika para pihak memahami peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, dimungkinkan akan menurunkan terjadinya perselisihan hubungan industrial.
Target akhir RENSTRA di Tahun 2018, kasus yang dapat diselesaikan melalui Perjanjian Bersama meningkat menjadi 58 persen, karena trend yang terjadi berdasarkan
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
pengalaman setiap akhir masa jabatan seorang Kepala Daerah, suhu politik meningkatkan, berkaitan dengan kondisi politik diluar kewenangan Disnaker biasanya paling mudah mempropokasi para pekerja untuk dijadikan alat politik, sehingga sering terjadi demo, akibatnya kegiatan perekonomian terganggu, bisa berdampak pada terjadinya PHK. Maka untuk target ini tidak dapat diperjanjikan pada akhir RENSTRA yang otomatis berakhirnya masa Jabatan Walikota Bandung untuk menetapkan target dibawah Tahun sebelumnya.
3.! Indikator Prosentase pekerja/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek Indikator ketiga dari target sasaran 4 Perlindungan Ketenagakerjaan yaitu Prosentase pekerja/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek adalah, sama seperti indikator kedua adalah target kinerja SPM urusan ketenagakerjaan. Tahun 2014 persentase 72,33 adalah 105.867 jumlah pekerja/buruh yang masuk program Jamsostek dari 146.374 pekerja/buruh berdasarkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan. Tahun 2013 realisasi prosentase hanya 27,68 persen, dari 283,173 pekerja/buruh yang masuk program Jamsostek, pembandingnya adalah jumlah Bekerja 1,047,235 orang berdasarkan data BPS sehingga prosentase yang didapat lebih kecil.
Perbandingan Kota Bandung dengan Propinsi Jawa Barat sesuai Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Perbandingannya seperti tabel di bawah ini :
Tabel 3.24
Prosentase pekerja/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek Propinsi Jawa Barat – Kota Bandung
Berdasarkan Realisasi SPM Tahun 2014
Uraian pekerja/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek
Jumlah pekerja/buruh
berdasarkan W.L. Persentase
Propinsi Jawa Barat 8.921.180 19.443.783 45,88
Kota Bandung 283.173 391.501 72,33
Sumber Data : Disnakertrans Prop.Jabar Tahun 2014
Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat JAMSOSTEK adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santuan berupa uang penggganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Penjaminan ini sangat penting bagi para
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
pekerja/buruh sebagai upaya preventif bagi perlindungan diri sendiri maupun keluarganya. Dari data di atas, Kota Bandung tingkat kesadaran perusahaan dan pekerjanya sangat tinggi dalam hal keikutsertaan dalam penjaminan sosial ketenagakerjaan, realisasi kepesertaan dari data pekerja/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek berdasarkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan sebesar 72,33 persen sedangkan untuk Jawa Barat tingkat kepesertaannya masih dibawah 50 persen, yaitu 45,88 persen.
Jumlah pekerja 283.173 orang yang masuk menjadi peserta program Jamsostek di Kota Bandung adalah 3,17 persen dari jumlah 8.921.180 peserta program Jamsostek Propinsi Jawa Barat. Serta 19.443.783 orang pekerja/buruh di Jawa Barat, pekerja/buruh terdaftar di Wajib Lapor hanya 2,01 persen di Kota Bandung yaitu 391.501.
Kekurang sadaran pengusaha akan tanggungjawabnya dimana Undang-Undang tentang Jaminan Kesejahteraan Nasional (JKN) menyatakan semua masyarakat Indonesia wajib mengikuti program penjaminan sosial, maka target Tahun 2014 kepesertaan Program Jamsostek sebesar 72,33 persen sulit dilakukan, harapan jika para pejabat fungsional mediator, dan fungsional pengawas ketenagakerjaan meningkatkan kinerjanya, yaitu melakukan pembinaan, sosialisasi, dan pemeriksaan dan pengawasan terhadap perusahaan yang melanggar peraturan ketenagakerjaan, khususnya untuk indikator ini maka pada akhir Tahun 2018 target 82,97 persen akan terealisasikan. 4.! Indikator Jumlah Perusahaan Yang Melaksanakan Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Indikator kelima adalah realisasi sebanyak 1.977 Jumlah Perusahaan Yang Melaksanakan Wajib Lapor Ketenagakerjaan, sama dengan indikator nomor 1 adalah target baru hasil Reviu Tim Menpan, sebetulnya indikator ini kurang tepat karena yang diharapkan adalah ukuran seberapa banyak perusahaan yang melaksanakan Wajib Lapor Ketenagakerjaan yang mentaati peraturan norma ketenagakerjaan, hanya pada Tahun 2014 Dinas Tenaga Kerja belum siap data, maka khusus untuk Tahun 2014 indikator ini yang digunakan, Tahun 2015 diharapkan dapat menyusun data sesuai dengan yang disarankan, yaitu dari rencana 2.101 perusahaan yang melaksanakan Wajib Lapor Ketenagakerjaan, dapat dipilah berapa perusahaan yang melaksanakan ketentuan norma ketenagakerjaan (dari 33 norma, minimal 5 atau
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Tahun 2014
10 norma dilaksanakan) karena makin meningkatnya jumlah perusahaan yang melaksanakan norma ketenagakerjaan adalah bukti keberhasilan kinerja Dinas Tenaga Kerja melalui Bidang Pengawasan dengan dibantu 14 orang fungsional Pengawas Ketenagakerjaan (Umum dan spesialis) dalam melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan terhadap perusahaan.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan perlindungan ketenagakerjaan di atas, diantaranya adalah :
1.! Meningkatkan kerjasama dan harmonisasi LKS Tripartit melalui peningkatan volume rapat-rapat koordinasi dengan semua anggota Tim berdasarkan Surat Keputusan Walikota Bandung.
2.! Semakin bertambahnya kasus perselisihan kepentingan yang sulit diselesaikan secara damai (PB), sudah menjadi keharusan adanya penambahan tenaga fungsional mediator PHI secara proporsional membandingkan dengan jumlah 7.124 perusahaan pada tahun 2014, sehingga mediator PHI dapat melaksanakan fungsinya yang utama yaitu melakukan pembinaan hubungan industrial terhadap perusahaan untuk pencegahan terjadinya perselisihan hubungan industrial secara prefentif. Sehubungan tenaga fungsional mediator hanya tinggal 2 (dua) orang lagi, maka selama ini hanya fungsi penyelesaian kasus yang masuk saja yang dapat dilaksanakan. Yang terjadi seorang pejabat fungsional mediator tersita waktunya hanya untuk menyelesaikan kasus saja.
3.! Fungsi pemeriksaan perusahaan yang dilaksanakan oleh fungsional Pengawas Ketenagakerjaan perlu dimaksimalkan, misalkan menyelesaikan kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan secara tuntas, sehingga pada tahun berikutnya kasus yang sama di perusahaan yang sama tidak muncul kembali.
3.2.5. Analisis Capaian Kinerja Sasaran 5
Pengangguran terutama di Pulau Jawa dapat sedikit teratasi melalui upaya mendorong minat masyarakat untuk bertransmgirasi dengan penyuluhan dan pemberian stimulan bagi yang siap diberangkatkan dengan motivasi dan penyampaian informasi positif. Masih luasnya lahan di luar Pulau Jawa lebih banyak menyediakan lapangan pekerjaan. Baik peluang berwirausaha maupun pekerjaan di perusahaan lebih terbuka lebar.