• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menj elaskan Alur Cerit a, Pelaku, dan Latar Novel

Dalam dokumen SMP MTs Kelas VIII Kelas VII Maryati Sut (Halaman 94-101)

Seorang diri dengan kepala tertunduk dalam, Pak Prapto menelusuri lorong rumah sakit yang telah sepi. Dia tidak dapat

D. Menj elaskan Alur Cerit a, Pelaku, dan Latar Novel

Aspek: Menulis

Standar Kompetensi:

15. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, intensif, dan nyaring.

Kompetensi Dasar:

15.1. Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan latar novel remaja (asli atau terjemahan)

Bahasa dan Sastra I ndonesia SMP/ MTs Kelas VI I I

82

Selain alur dan latar, unsur penting lainnya adalah pelaku. Pelaku merupakan unsur penting yang mampu menghidupkan cerita. Pelaku dalam novel dibagi 2 yaitu.

a. Pelaku utama

Pelaku yang menjadi pusat pengisahan. Pelaku ini sering muncul dan menjadi pembicaraan

b. Pelaku sampingan

Pelaku yang pemunculannya hanya sekali atau beberapa kali saja. Pelaku tersebut hanya sebagai pelengkap sehingga tidak menjadi pusat pembicaraan.

Perhatikan contoh berikut ini!

Siang itu setelah usai pelajaran, aku cepat-cepat menuju kerumahnya. Aku mulai cemas ketika memasuki rumah itu. Ketika kubuka pintunya terlihat ruang kosong dan kotor. Aku tidak tahu sejak kapan mereka meninggalkan rumah ini. Aku masih ingat, di meja itulah aku dan Rusmaniar belajar bersama. Kadang hanya bercerita, kadang adu argumentasi layaknya orang mau berkelahi saja. Ah ... Rus ... kenapa kau tak mengabari kepindahanmu.

Dari contoh tersebut dapat dijelaskan bahwa:

1. Alur : Memasuki tahap penampilan masalah. Hal ini dapat dipahami ketika si Aku mulai memasuki ruang yang sudah ditinggalkan penghuninya. 2. Latar : Siang hari, di sebuah rumah kosong

3. Pelaku : Pelaku utamanya aku.

Pelaku sampingan Rusmaniar.

Dari Jendela SMP

Joko membungkukkan badannya dalam-dalam. Melongok ke dalam laci. Dan menyumpah-nyumpah. Begitu banyak sampah di dalam sana, seakan-akan sampah seluruh penduduk Jakarta dibuang ke situ. Sialan. Ini pasti perbuatan si Gino. Busuk bajingan itu! Busuk!

Dulu Gino malah pernah menaruh bangkai seekor tikus di dalam laci di bawah mejanya. Tidak sengaja benda lunak dan dingin itu terpegang oleh Joko ketika dia sedang membersihkan kelas mereka. Terperanjat dia lekas-lekas menarik tangannya keluar. Dan menghitung jarinya. Untung jumlahnya masih utuh. Binatang apa yang barusan dipegangnya? Astaga! Untung dia tidak menggigit!

Buru-buru Joko membungkuk. Melongok ke dalam laci. Bersiap-siap untuk memukul binatang itu dengan gagang sapunya ... Dan matanya yang sudah melotot dengan tegangnya itu membentur .. bangkai seekor tikus!

“Sialan.” geramnya sambil menendang bangku si Gino dengan gemasnya. Dia pasti sengaja menaruh bangkai tikus itu di sana. Tidak mungkin sang tikus sengaja mau mati di situ.

Teman-temannya memang senang mengolok-olokkan Joko. mentang-mentang dia cuma anak pesuruh sekolah. Sudah puluhan tahun ibunya bekerja sebagai pembantu di sekolah ini. Dan untuk membantu ibunya, Joko membersihkan kelas setiap pagi. Satu jam sebelum pintu gerbang sekolah dibuka. Entah sudah berapa kali Joko memperingatkan si Gino. Yang teakhir malah diserta ancaman. Usil amat sih pakai menaruh bangkai tikus segala. Seperti yang tidak ada kerjaan saja. Sekali-kali dia perlu diajar adat juga. Hari ini laci mejanya penuh dengan sampah. Kulit mangga. Belimbing busuk. Biji kedondong. Semua yang lengket-lengket. Joko terpaksa mempergunakan kertas untuk mendorongnya ke dalam tempat sampah. Kertas-kertas kumal yang berdesak-desakan di laci itu menarik perhatiannya.

“Jok, muka lu jelek kayak jok oplet!” tulisan yang besar-besar dan jelek itu pasti tulisan si Gino. Tapi kalau mereka cuma mengejeknya seperti ini, Joko memang tidak marah. Sudah biasa dia dijadikan bahan cemoohan.

Sering Joko harus menghapus tulisan di papan tulis yang mengolok-olokkannya. Teman-temannya tahu siapa yang harus membersihkan kelas setiap pagi. Termasuk membersihkan papan tulis. Sengaja mereka mencoret-coret papan tulis itu untuk mengejek Joko.

Julukan JAB, Joko Anak Babu, juga berasal dari tulisan liar di papan tulis di muka kelas. Entah siapa yang jail punya ide seperti itu. Yang jelas sejak saat itu Joko jadi populer dengan julukannya. Teman-temannya lebih senang memangilnya Jab daripada Joko.

Bahasa dan Sastra I ndonesia SMP/ MTs Kelas VI I I

84

“Lebih keren,” gurau si Rono. “Joko sih apaan! Kampungan!

Waktu masih kecil dulu, Joko tidak mau menjadi kacung, tukang membersihkan kelas. Malu. Dia pernah menolak masuk sekolah. Malu dikatai anak babu oleh teman-temannya.

Lalu Joko melihat ibunya harus bangun lebih pagi. Mengambil alih tugasnya. Memompa air. Membersihkan kelas. Membersihkan WC. Mengepel serambi sekolah. Dan Joko merasa trenyuh. Tidak sampai hati melihat ibunya bekerja seorang diri.

Ibu sudah cukup menderita. Sejak muda dia harus berjuang seorang diri menghidupi mereka berdua. Ayah Joko entah ke mana perginya. Sampai sekarang Joko sendiri belum tahu di mana laki-laki itu berada. Dia malah tidak tahu adakah seorang laki-laki yang pantas dipanggilnya Ayah.

Ibunya yang mencari makan untuk mereka. Dengan bekerja menjadi pembantu di sekolah ini. Begitu berat penderitaan ibu sampai rambutnya sudah putih semua, padahal kulit mukanya masih kencang. Ibu tidak marah ketika Joko tidak mau membersihkan kelas. Tetapi Ibu menangis ketika Joko menolak sekolah.

“Ibu bekerja keras supaya kamu jadi orang pintar, Nak,” desah Ibu di sela-sela tangisnya yang begitu getir. “Supaya kau tidak usah menjadi orang susah seperti Ibu ....”

Dan Joko terpaksa masuk sekolah kembali. Dengan menebal-nebalkan muka. Hanya supaya Ibu tidak kecewa. Tidak menangis lagi. Joko menyadari, setiap butir nasi yang dimakannya berasal dari butir-butir keringat ibunya. Dia juga tahu, dia dimungkinkan bersekolah di sekolah swasta yang mahal ini karena jasa Ibunya. Karena ibu rela bekerja bertahun-tahun sebagai pembantu yang setia di tempat ini, kepala sekolah mengizinkan Joko bersekolah di sini. Dan membebaskannya dari kewajiban membayar uang sekolah.

Kalau boleh memilih, sebenarnya Joko lebih suka besekolah di sekolah negeri. Di sana dia dapat bercampur gaul dengan anak-anak yang senasib. Penjual koran. Tukang semir sepatu. Tukang kue. Tidak seperti di sini. Hampir tiap hari Joko berkelahi. Soalnya ada saja anak yang menyinggung perasaannya. Mentang-mentang cuma dia yang anak babu!

Seperti hari ini. Sedang sibuk-sibuknya dia membersihkan laci meja teman-temannya, tanganya menyentuh benda basah.... Ketika Joko buru-buru menarik tangannya, dia melihat kelima

jarinya telah belepotan tinta!

Ada anak yang sengaja menaruh tinta tergenang di dalam lacinya. Sengaja mempermainkan Joko! Pasti ulah si Gino juga. Memang dia yang paling sentimen!

Dengan sengit Joko menendang meja anak itu. Berkali-kali. Sampai kakinya terasa sakit. Dan dia baru sadar, percuma mengamuk dengan meja. Bergegas Joko berlari ke keran air di halaman sekolah. Tetapi airnya belum ada. Dia belum sempat memompanya. Sesekali lagi dengan kesal ditendangnya keran itu. Terpaksa dia mencuci tangan di WC. Dan WC sekolah tempat yang paling kotor di seluruh jagat.

Joko paling jijik kalau disuruh membersihkan WC. Kalau boleh memilih, lebih baik dia seratus kali membersihkan kelas daripada sekali membersihkan tempat ini. Tetapi Joko tidak sampai hati menyuruh ibunya. Ibu sudah cukup repot. Jadi terpaksa Joko membersihkannya. Tetapi pada kesempatan terakhir.

Sialnya pagi ini dia terpaksa mencuci tangan di sini. Lebih sial lagi, setelah lengok sana lengok sini, semua bak air kosong melompong. Dan produk manusia yang mengaku calon orang-orang terpelajar berserakan di sana-sini. Heran, bagaimana mereka bisa begini jorok. Padahal di sekolah ini pelajaran kebersihan termasuk salah satu pelajaran pokok.

Akhirnya terpaksa Joko hanya mengelap tangannya. Dan memompa air lebih dulu, sementara dendam dan kemengkalan yang sudah hampir meledak, disimpannya baik-baik di dalam dadanya. Dia harus menunggu beberapa saat lagi. Sampai pintu gerbang sekolah dibuka. Dan teman-temannya berebutan masuk ...

“Selamat pagi Jab, kelas sudah bersih?”

Ah, itu ejekan biasa. Kalau begitu saja dia marah, jangan-jangan dia harus berkelahi dengan seluruh kelas.

Dengan menyabar-nyabarkan diri, Joko menunggu si Gino di pintu gerbang. Dia tidak mau berkelahi di halaman sekolah. Dia akan mencegat Gino di pintu, menyeretnya keluar, dan menantangnya berkelahi.

Selama ini Gino sudah keterlaluan. Makin didiamkan, makin tengik lagaknya. Mentang-mentang bapaknya orang pangkat, punya pabrik tekstil pula, seenaknya saja dia menghina orang miskin! Mempermainkan orang yang tidak punya!

“Nggak masuk Jab?” tegur Roni datang terburu-buru. Dia terlambat satu menit. Dan biasanya kepala sekolah sudah berdiri di depan pintu kantornya. Melihat siapa yang

Bahasa dan Sastra I ndonesia SMP/ MTs Kelas VI I I

86

terlambat datang.

“Masuk deh duluan,” sahut Joko sambil mencari-cari sebuah mobil berwarna hitam di antara kendaraan hilir mudik di depan sekolah. Mobil yang akan berhenti tepat di muka pintu. Dan penumpangnya yang sombong itu akan bergegas turun ....

“Nunggu siapa Jab?” desak Roni heran. “Nggak masuk? Sudah telah nih! Ntar dinyanyiin lu!”

Sekali lagi Joko menoleh ke jalanan. Tetapi mobil yang ditunggu-tunggu itu belum muncul juga. Terpaksa dia mengikuti Roni masuk.

Sebenarnya Joko lebih suka berkelahi di luar sekolah. Supaya kepala sekolah tidak ikut campur. Supaya ibunya tidak perlu ikut dipanggil. Tetapi kalau Gino belum muncul juga, apa boleh buat. Berkelahi dimana pun boleh.

Bapak Drs. Raden Mas Suprapto masih tegak di depan kantornya ketika Joko lewat. Tetapi tidak berkata apa-apa. Tidak menegur. Tidak memarahi. Hanya menatap tajam. Padahal Joko sudah terlambat tiga menit. Roni saja sudah lari lintang pukang ke kelas. Barangkali selalu ada maaf untuk Joko. Bapak kepala sekolah tahu pekerjaan Joko cukup berat. Dia harus mandi dulu. Menukar bajunya dengan seragam sekolah. Baru kembali kemari. Meskipun rumahnya di belakang sekolah, dia perlu waktu. Mungkin juga dia mesti membantu ibunya dulu di rumah.

. Tentukan latar/setting dari novel yang kalian baca!

No Setting/Latar Bukti/Alasan

2. Tentukan pelaku-pelakunya!

No Pelaku Nama Bukti/Alasan

1. Utama ... ... 2. Sampingan ... ...

3. Tentukan Alurnya!

No Tahap Bukti Penahapan

a. Pemaparan ... b. Penampilan masalah ... c. Masalah memuncak ... d. Puncak ketegangan ... e. Ketegangan menurun ... f. Penyelesaian ...

Bahasa dan Sastra I ndonesia SMP/ MTs Kelas VI I I

8 8

10

GEJALA ALAM

Dalam dokumen SMP MTs Kelas VIII Kelas VII Maryati Sut (Halaman 94-101)

Dokumen terkait