• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama bercakap-cakap Ardi hanya bisa mendengarkan. Dia sangat kagum dengan kekompakkan teman-teman Wildan. Ide mereka cukup cerdas dan cemerlang.

Beberapa waktu kemudian buah dari jerih payah mereka benar-benar terwujud. Ternyata cukup banyak yang menyumbang buku-buku dan majalah-majalah bekas. Taman bacaan untuk umum yang mereka impikan akhirnya berhasil didirikan dengan memanfaatkan ruangan bekas gudang kosong di samping rumah Yamin.

“Ternyata ide yang sederhana dapat berhasil dan bermanfaat jika dikerjakan bersama-sama,” pikir Ardi.

***

Sekarang Ardi sudah kembali berada di desanya. Liburan sudah berakhir. Namun, segala yang dia lakukan selama liburan di rumah Paman Madi di Kota Samarinda, bersama Wildan dan teman-temannya, masih terus ada dalam ingatannya. Ardi pun telah menceritakannya kepada teman-temannya. Semua terheran-heran dan kagum terhadap upaya teman-teman di Kota Samarinda dalam mendirikan taman bacaan. Oleh sebab itulah, ketika lonceng tanda waktu istirahat berbunyi, Ardi mengajak Dani untuk menemui Pak Jasmani di kantornya.

“Ada apa Ardi, Dani?” sambut Pak Jasmani tersenyum.

“Bagaimana acara liburan kalian?”

“Saya liburan di sini saja, Pak, kalau Ardi di Samarinda,” terang Dani seraya melirik Ardi. Mereka segera duduk di seberang meja setelah dipersilakan oleh Pak Jasmani.

“Wah, hebat dong kamu, Ardi, liburan di kota besar,” seloroh Pak Jasmani.

“Sudah pasti, Pak. Karena itulah, kami menemui Bapak,” kata Ardi.

Ardi menceritakan pengalaman liburannya di Kota Samarinda. Pak Jasmani tampak serius mendengarkan. Kemudian terdengar beliau menghela napas panjang.

“Sangat menarik apa yang kamu ceritakan, Ardi. Membaca memang harus menjadi kebutuhan jika seseorang ingin maju. Apa yang dilakukan oleh teman-temanmu di Kota Samarinda itu sungguh

luar biasa. Begitulah anak-anak kreatif

melakukannya,” kata Pak Jasmani.

“Ide mereka bisa kita terapkan di sini,” apalagi sekolah kita ini belum mempunyai perpustakaan.” kata Pak Jasmani bersemangat,

Ardi dan Dani mengangguk. Pak Jasmani menjelaskan bahwa pada tahun depan sekolah akan memiliki perpustakaan meskipun skalanya kecil saja. Pemerintah sudah mulai menganggarkan dana untuk membuat perpustakaan bagi seluruh SD di Indonesia. Pak Jasmani juga mengusulkan agar Ardi

dan teman-temannya dapat mendirikan taman bacaan untuk umum di luar lokasi sekolah agar semua orang bisa menikmati.

“Wah, asyik, lagi bicara apa ini?” tegur Ibu Rusminah, guru Bahasa Indonesia.

Namun, rupanya Ibu Rusminah tidak membutuhkan jawaban. Dia kemudian memandang kepada Pak Jasmani.

“Pak Jasmani diminta menghadap Kepala Sekolah sekarang, juga Ardi. Ada yang ingin beliau sampaikan.”

“Saya juga, Bu?” tanya Ardi tidak percaya. “Iya, kamu. Ikutlah bersama Pak Jasmani menemui Kepala Sekolah.”

Di ruangan kepala sekolah ternyata sudah ada pula dua orang mahasiswa dari Universitas Mulawarman yang sedang KKN itu. Satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Ardi sangat mengenal mahasiswa yang laki-laki. Dia adalah Kak Rahmat.

Kepala Sekolah dan kedua mahasiswa itu kelihatan sangat bersuka cita. Mereka tertawa-tawa.

Pak Jasmani dan Ardi turut pula bergabung dan duduk di sofa ruangan kepala sekolah.

“Jadi begitulah, Pak. Tidak terasa kami sudah dua bulan melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Long Ikis ini. Syukur semuanya berjalan lancar. Dan mungkin lusa kami sudah kembali lagi ke Samarinda,” kata yang perempuan, yang ternyata bernama Resitania.

“Iya, oleh sebab itu, kami mengundang semua Bapak dan Ibu guru di sekolah ini untuk hadir pada acara malam perpisahan di balai desa nanti malam. Tidak lupa kepada salah seorang murid Bapak yang bernama Ardi ini kami harapkan pula kehadirannya karena ada sesuatu yang akan diberikan kepadanya. Itu juga menjadi alasan mengapa kami datang kemari,” kata Kak Rahmat pula sambil tersenyum penuh arti menatap Ardi.

Ardi tersenyum kikuk. Hati kecilnya merasa bangga mendapat undangan acara perpisahan para mahasiswa itu.

Malam harinya ramailah acara di balai desa. Kelompok musik dari Tanah Grogot mulai menghibur hadirin. Berbagai lagu dinyanyikan. Seluruh warga Desa Long Ikis yang memang haus hiburan berdatangan ke balai desa untuk menyaksikan acara perpisahan yang dibuat oleh para mahasiswa itu. Suasana sangat meriah.

Tibalah panitia menyampaikan kata sambutan. Kak Rahmat naik ke panggung dan berbicara lewat pelantang. Kak Rahmat mengucapkan terima kasih kepada seluruh warga Desa Long Ikis yang telah ikut mendukung lancarnya pelaksanaan KKN yang berlangsung selama dua bulan.

“Kami juga melaksanakan berbagai lomba, seperti lomba menggambar atau melukis dan lain-lain untuk tingkat sekolah dasar,” pidato Kak Rahmat. “Khusus untuk lomba menggambar atau melukis itu benar-benar kami pilih dari anak yang

berbakat. Hasil karyanya kami kirim ke Samarinda untuk dinilai dewan juri di sana. Warga Desa Long Ikis harus bangga karena ada seorang murid SD di sini yang sangat berbakat menggambar dan hasil karyanya menjadi yang terbaik se-Kalimantan Timur. Dialah adik kita Ardi Pradesa, calon pelukis masa depan,” lanjut Kak Rahmat dan disambut tepuk tangan yang meriah.

Ardi, yang disuruh ayah dan ibunya agar berpakaian serapi mungkin malam itu, maju dan naik ke panggung dengan gagah. Musik instrumentalia mengiringi langkahnya. Tepuk tangan tambah riuh. Teman-teman Ardi yang menyaksikan bersuit-suit kegirangan. Mereka turut merasa bangga teman sekolah mereka menjadi juara. Gambar hasil karyanya menjadi yang terbaik tingkat SD se-Kalimantan Timur.

“Terima kasih, Kak Rahmat. Semua ini atas bantuan Kakak. Sekali lagi, terima kasih,” ucap Ardi setelah menerima piagam dan amplop putih berisi sejumlah uang. Ardi menyalami Kak Rahmat dengan hangat.

“Gambar buatanmu mengagumkan dewan juri di Samarinda, Ardi,” puji Kak Rahmat.

“Itu berkat pelajaran teknik melukis yang diajarkan oleh kakak sepupuku, Kak Halid,” kata Ardi merendah.

Ketika turun dari panggung Ardi segera bersalaman dengan Kepala Sekolah dan Pak Jasmani.

“Jangan berhenti belajar, Ardi. Teruslah berlatih mengasah bakat melukismu,” saran Pak Kepala Sekolah.

“Kamu telah mengharumkan nama sekolah kita, Ardi,” puji Pak Jasmani.

“Terima kasih, Pak. Ini berkat doa teman-teman dan Pak Guru semua,” Ardi kembali merendah.

Dokumen terkait