• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause

Menopause merupakan sebuah kata yang memiliki arti atau makna yang menjelaskan tentang gambaran terhentinya haid atau menstruasi. Menopause dapat diartikan sebagai haid terakhir. Menopause disebut juga sebagai periode klimakterium di mana seorang wanita berpindah dari tahun reproduktif ketahun non- reproduktif dalam hidupnya, pada fase ini wanita akan mengalami akhir dari proses biologis dari siklus menstruasi, yang dikarenakan terjadinya perubahan hormon yaitu penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan ovarium (Kartono, 2007).

Menurut Mulyani (2013) masa menopause dibagi ke dalam empat periode yaitu: (1) Masa klimakterium dimana pada masa ini terjadi peralihan antara masa reproduksi dan masa senium, masa ini dikenal dengan masa pramenopause yaitu 4-5 tahun sebelum masa menopause. Pada masa ini wanita mengeluh haid tidak teratur, siklus haid panjang dan jumlah haid relatif banyak. Masa ini dimulai pada usia 40 tahun dan akan mengalami penurunan kesuburan. (2) Masa perimenopause yaitu masa peralihan antara masa pramenopause dan setelah menopause sampai usia 48 tahun. (3) Masa menopause yaitu masa tidak ada lagi menstruasi atau saat haid terakhir dimana terhentinya menstruasi sekurang-kurangnya satu tahun. Masa menopause terjadi pada usia 49-51 tahun. (4) Masa senium yaitu masa setelah menopause, ketika seorang wanita telah mampu menyesuaikan diri dengan

kondisinya, telah tercapai satu keadaan keseimbangan hormonal, sehingga tidak ada lagi gangguan fisik maupun psikis. Masa ini berlangsung 3-5 tahun setelah masa menopause yaitu usia antara 65 tahun.

Setiap wanita akan mengalami masa menopause pada usia yang berbeda, pada umumnya wanita akan mengalami masa menopause sekitar usia 45-55 tahun. Ada beberapa kasus menopause dapat terjadi pada usia paling muda yaitu 30-40 tahun yang disebut menopause prematur. Menopause prematur ditandai dengan terjadi penghentian masa menstruasi sebelumnya tepat pada waktunya, terjadinya hot flushes

serta peningkatan kadar hormon gonadotropin. Faktor penyebab terjadinya menopause prematur adalah herediter, gangguan gizi yang cukup berat, penyakit menahun dan penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium. Umumnya batas usia terjadinya menopause adalah usia 52 tahun namun ada beberapa faktor yang mendorong wanita mengalami menopause baru pada usia 58 tahun (menopause terlambat), ada beberapa penyebab wanita terlambat mengalami menopause karena

mengalami fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan estrogen (Mulyani, 2013). Menurut Bambang (2003) usia rata-rata wanita mengalami

menopause alami atau berhentinya haid adalah umur 50 tahun, wanita memasuki masa menopause berkisar antara umur 50 tahun hingga terjadinya penurunan atau hilangnya hormon estrogen yang menyebabkan perempuan mengalami keluhan atau gangguan pada aktivitas sehari-hari.

Perempuan pada masa Yunani kuno mengalami menopause sama seperti perempuan modern sekarang ini yaitu sekitar usia 50-51 tahun. Fakta ini telah

dilaporkan oleh Aristoteles dalam Histonia Animalonium. Pada sebagian besar wanita sekitar 70% mereka menjalani masa ini tanpa keluhan yang berarti. Jika dilihat dari berbagai kultur wanita Asia dibandingkan wanita Eropa dan Amerika, lebih banyak keluhan pada wanita Amerika dan Eropa dibandingkan wanita Asia. Di Jepang 60% wanita yang sudah menopause berpendapat bahwa menopause bukahlah hal yang penting bagi mereka bahkan tidak ada hot flushes untuk menggambarkan terjadinya perubahan yang terjadi, sementara di Eropa, wanita dari kalangan sosial ekonomi yang rendah lebih banyak bermasalah dengan menopause dibandingkan dengan ekonomi menengah ke atas, dalam hal ini pendidikan dan pengetahuan tentang perubahan masa menopause sangat berhubungan dengan keluhan menopause (Burger dan Boulet, 1991).

Menurut Yatim (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya wanita memasuki usia menopause yaitu: (1) Faktor psikis dan pekerjaan dimana keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja akan mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita, mereka akan mengalami waktu menopause yang lebih mudah atau cepat dibandingkan dengan wanita yang menikah dan tidak bekerja atau bekerja dan tidak menikah. (2) Faktor cemas; kecemasan yang dialami akan sangat menentukan kecepatan atau bahkan keterlambatan masa-masa menopause. Ketika seorang perempuan lebih sering merasa cemas dalam kehidupannya, maka bisa diperkirakan bahwa dirinya akan mengalami menopause lebih dini, sebaliknya jika seorang wanita lebih santai dan rileks dalam menghadapi hidup, biasanya masa-masa menopause lebih lambat. (3) Umur sewaktu mendapat

haid pertama kali (menarch), beberapa peneliti menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause, semakin muda umur sewaktu mendapat haid pertama kali, semakin tua usia memasuki menopause. Wanita yang mendapatkan menstruasi pada usia 16 atau 17 tahun akan mengalami menopause lebih dini, sedangkan wanita yang haid lebih dini akan mengalami menopause sampai pada usia 50 tahun. (4) Usia melahirkan; wanita yang melahirkan diatas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause yang lebih tua atau lama, hal ini disebabkan karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistim kerja organ reproduksi bahkan akan memperlambat sistim penuaan tubuh. (5) Jumlah anak; makin sering melahirkan maka akan makin lama memasuki usia menopause. (6) Merokok; seorang wanita yang merokok akan lebih cepat mengalami menopause. Pada wanita perokok diperoleh usia menopause lebih awal sekitar 1,5 tahun. Merokok mempengaruhi cara tubuh memproduksi atau membuang hormon estrogen. Di samping itu juga merokok juga berpotensi membunuh sel telur. Wanita perokok akan mengalami masa menopause pada usia yang lebih muda yaitu usia 43 hingga 50 tahun. Selama menopause, ovarium wanita akan berhenti memproduksi sel telur sehingga wanita tersebut tidak bisa hamil lagi. (7) Pemakaian kontrasepsi; pemakaian kontrasepsi hormonal akan mempengaruhi wanita memasuki lebih lama usia menopause, hal ini di karenakan cara kerja kontrasepsi yang menekan kerja ovarium atau indung telur. (8) Sosial ekonomi; keadaan sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, pendidikan serta pekerjaan. Bila faktor tersebut cukup baik maka akan mempengaruhi beban fisiologis. Keadaan

klimakterium akan berkaitan dengan kesehatan fisiologis. (9) Penyakit diabetes; penyakit autoimun seperti diabetes melitus menyebabkan terjadinya menopause dini. Pada penyakit autoimun, antibodi yang terbentuk akan menyerang FSH. (10) Status gizi; faktor yang mempengaruhi menopause lebih awal biasanya juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang sembarangan. Jika ingin mencegah menopause lebih dini dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat seperti tidak merokok, serta mengkonsumsi makanan yang baik misalnya sejak masih muda rajin mengkonsumsi makanan seperti kedelai, kacang merah, bengkong atau pepaya. (11) Stress; stress juga merupakan salah satu faktor yang bisa menentukan kapan wanita akan mengalami menopause. Jika seseorang sering merasa stres maka sama halnya dengan cemas, maka wanita tersebut akan lebih cepat mengalami menopause. (12) Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut; wanita yang tinggal di ketinggian lebih dari 2000-3000 m dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tinggal di ketinggian < 1000 m dari permukaan laut.

Hasil penelitian Astuti (2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menopause pada wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan 26 Ilir Kecamatan Bukit Kecil Palembang dengan desain penelitian survey dan pendekatan cross sectional terhadap 67 responden didapatkan hasil rata-rata usia menopause > 47 tahun yaitu sebanyak 38 orang (59,7%) dan jumlah usia menopause < 47 tahun sebanyak 29 orang (40,3%), responden yang mengalami menarche lambat yaitu pada usia > 13 tahun sebanyak 42 orang (67,16%) dan usia < 13 tahun sebanyak 25 orang (32,84%),

dengan uji statistik Chi-Sguare menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia menarche dengan usia menopause. Hasil univariat responden yang memiliki paritas tinggi yaitu 26 orang (70,27%) rata-rata usia menopause > 47 tahun dan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan usia menopause. Dari faktor usia ibu terdapat 35 responden melahirkan terakhir pada usia tua > 40 tahun sebanyak 26 tahun (74,26%) rata-rata usia menopause > 47 tahun, hasil penelitian ini sesuai dengan ungkapan Beth Israel dalam Kasdu (2002) yang mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause lebih tua.

Terjadinya menopause menyebabkan penurunan bahkan terhentinya produksi hormon estrogen dan progesteron, sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah. Ketika kadar estrogen menurun, maka bagian tubuh yang mendapat suplai estrogen akan bereaksi sehingga otak akan terus memerintahkan hipofisis untuk meningkatkan FSH dan LH dalam rangka memproduksi ertrogen agar dapat mencukupi kebutuhan organ yang membutuhkan. Selama masa reproduksi kelenjar pituitari memproduksi dua hormon yaitu hormon LH (luteiningsing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormon). Hormon FSH berfungsi merangsang ovum atau sel telur dan hormon LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi atau pelepasan sel telur. Hormon ini sangat menentukan jumlah hormon estrogen dan progesteron yang akan dihasilkan oleh ovarium. Ketika akan mendekati masa menopause ovulasi akan semakin jarang terjadi akibat ovarium melepaskan sedikit hormon ertrogen, hal ini menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur dan akhirnya sama sekali berhenti. Hormon

merupakan pembawa pesan kimia yang dilepaskan dalam sistim peredaran darah yang akan mempengaruhi organ yang ada di seluruh tubuh dan juga mengakibatkan terjadinya perubahan tubuh (Manan, 2013).

Pada masa menopause wanita akan mengalami perubahan-perubahan dimana perubahan itu akan terjadi secara menyeluruh baik fisik, sosial, mental dan moral spiritual, yang keseluruhannya saling kait mengkait antara satu bagian dengan bagian yang lain. Setiap perubahan memerlukan penyesuian diri (adaptasi), padahal dalam kenyataannya semakin menua usia kita akan semakin kurang fleksibel untuk menyesuaikan terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan disinilah berbagai gejolak yang harus dihadapi oleh setiap wanita menopause, gejolak tersebut dapat terjadi akibat perubahan fisik, perubahan psikis dan perubahan sosial (Padila, 2013).

Perubahan fisik yang dirasakan oleh wanita menopause akibat penurunan hormon estrogen dan progesteron adalah perubahan pola menstruasi dimana perdarahan akan terlihat beberapa bulan dan akhirnya akan berhenti sama sekali, rasa panas (Hot flush), gejala ini akan dirasakan mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh, rasa panas disertai warna kemerahan pada kulit dan berkeringat, rasa panas ini akan mempengaruhi pola tidur wanita menopause yang akhirnya akan membuat wanita menopause kekurangan tidur dan mengalami kelelahan. Hot flush dialami oleh sekitar 75% wanita menopause dan akan dialami selama 1 tahun dan 25-50% wanita akan mengalami hot flush selama 5 tahun. Hot flush juga dapat mempengaruhi wanita menopause mengalami keluar keringat malam yang akan membuat wanita menopause merasa tidak nyaman ( Mulyani, 2013).

Menurunnya hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan perubahan seperti pusing, mual, gerah, berdebar-debar, tremor, terjadi peningkatan berat badan, penurunan lubrinasi pada vagina, vagina menjadi kering dan kurang elastis akibat penipisan jaringan pada dinding vagina sehingga ketika melakukan hubungan seksual bisa timbul rasa nyeri dan gatal-gatal pada vagina ibu, terjadinya peradangan pada kandung kencing dan vagina, terjadinya penurunan aktivitas sehari-hari disebabkan wanita menopause akan mudah merasakan kelelahan sehingga tidak sanggup melakukan pekerjaan yang terlalu berat. Masalah menopause juga memberikan perubahan psikis karena adanya anggapan bahwa menopause adalah saat berakhirnya semua sifat kewanitaan. Keadaan ini diperkuat oleh kurang pengertian atau kurangnya informasi mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada masa menopause (Mulyani, 2013).

Pada wanita menopause penurunan fungsi seksual sering kali berhubungan dengan berbagai perubahan fisik. Wanita menopause akan berkurang keinginan seksualnya karena keringat malam, keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur dapat mengurangi energi, aktivitas seksual membutuhkan energi. Penurunan fungsi seksual juga terjadi karena adanya perubahan pada organ reproduksi. Perubahan organ reproduksi terjadi akibat berhentinya menstruasi karena sel telur tidak lagi diproduksi sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi hormon dalam organ reproduksi.

Adapun perubahan organ reproduksi pada wanita menopause adalah: (1) tuba fallopi dimana saluran tuba akan mengalami penipisan dan mengkerut, lipatan-lipatan

tuba menjadi lebih pendek, endosalpingo menipis mendatar dan silia menghilang. (2) Uterus akan mengecil karena terjadi atropin endometrium dan juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat interstisal. (3) Servik atau mulut rahim akan mengkerut dan terselubung dinding vagina, saluran memendek dan menyempit. (4) Vagina akan mengalami kekeringan dan kurang elastisitas, lipatan- lipatan berkurang, dinding menipis dan mudah luka, hilangnya rugae karena penipisan. Keasaman vagina meningkat karena terhambatnya pertumbuhan basil donderlein yang menyebabkan glikogen seluler meningkat sehingga mudah terjadi infeksi. Terjadinya atrofi pada epitel vagina hingga hanya tinggal lapisan sel asal, vagina menjadi kering dan menyebabkan disreunia atau rasa sakit ketika berhubungan seksual. Pada wanita yang mengalami hal tersebut akan mudah sekali timbul infeksi dan terjadi vaginitis senilis dengan gejala fluor albus yang kadang bercampur darah, rasa nyeri dan gatal. (5) Dasar panggul; kekuatan dasar panggul juga sudah berkurang kekuatan dan elastisitasnya karena atropin dan lemahnya daya sokong disebabkan prolapsus uterus vagina. (6) Perenium dan anus; lemak subcutan menghilang, atropin dan otot sekitarnya menghilang menyebabkan tonus spinkter melemah dan menghilang. (7) Kelenjar payudara; terjadi perubahan terhadap payudara yaitu puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang, payudara kelihatan mengendor dan mendatar. Hormon estrogen mempunyai tanggung jawab terhadap penampilan luar kelenjar payudara pada wanita. Pada wanita menopause terjadinya penurunan hormon estrogen menyebabkan bentuk payudara tidak menarik lagi. (8) aktivitas kendali spinkter destrussor pada kandung kencing menghilang sehingga sering kencing tanpa disadari dan hormon estrogen memegang peranan penting dalam

mempertahankan mukosa kandung kencing dan uretra, selain itu perubahan hormonal juga sangat mempengaruhi dalam pengendalian pertumbuhan, perkembangan ciri-ciri seksual dan penyimpanan energi serta pengendalian valume cairan, kadar air dan gula dalam darah. Hormon merupakan satu zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari satu kelenjar pada sistim endokrin yang berpengaruh pada aktivitas sel-sel tubuh yang mengendalikan fungsi organ tubuh secara keseluruhan. Pada masa menopause perubahan hormon estrogen dan progesteron mampu mempengaruhi langsung perubahan pada seorang wanita. Penurunan hormon estrogen akan mempengaruhi langsung pada kondisi fisik maupun organ reproduksi (Mulyani, 2013).

Menurut Mulyani (2013) ada beberapa keluhan masa klimakterium berdasarkan persentase gejala atau tanda umum yang sering dialami oleh wanita :

Tabel 2.1. Keluhan Masa Klimakterium No Keluhan Klimakterik Menopause pada Wanita Usia

45-54 Tahun

Persentase(%) Kejadian 1 Mudah tersinggung, takut, gelisah dan mudah marah 90 %

2 Gejolak panas (hot flushes) 70 %

3 Depresi 70 %

4 Sakit Kepala 70 %

5 Cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga

65 %

6 Berat badan bertambah 60 %

7 Nyeri tulang dan otot 50 %

8 Gangguan tidur 50 % 9 Obesitas 40 % 10 Jantung berdebar-debar 40 % 11 Gangguan libido 30 % 12 Kesemutan 25 % 13 Mata berkunang-kunang 20 %

Ketidakmampuan wanita menopause untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik dapat menimbulkan masalah psikologis seperti perasaan gelisah, mudah tersinggung, tegang, cemas, perasaan tertekan, malas, sedih, merasa tidak berdaya, mudah menangis, mudah lupa, emosi yang meluap. Gejala ini juga timbul akibat adanya penurunan hormon estrogen dan progesteron, hormon ini berfungsi untuk mengatur memori, daya persepsi dan suasana hati. Penurunan hormon estrogen menyebabkan berkurangnya neurotransmiter di dalam otak, dimana neurotransmiter di dalam otak tersebut akan mempengaruhi suasana hati sehingga apabila neurotransmiter kadarnya rendah maka akan menimbulkan perasaan cemas yang akhirnya dapat menyebabkan depresi pada wanita menopause. Perubahan seksual pada wanita menopause juga sangat dipengaruhi oleh rasa malu untuk mempertahankan kehidupan seksualitasnya, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung serta diperkuat oleh budaya dimana masalah seksual lansia merupakan masalah yang tidak penting dan tabu untuk dibicarakan, masyarakat mengganggap seks orang lanjut usia itu praktis dan pelan-pelan akan hilang sendiri (Padila, 2013).

Burns (1997) dalam Wiknjosastro ( 2006) memaparkan beberapa mitos yang merugikan seksualitas perempuan, seperti tubuh perempuan milik laki-laki, kebahagian perempuan tergantung pada keberadaan laki-laki, tubuh perempuan itu memalukan dan perempuan kurang memiliki hasrat seksual, hal ini menyebabkan perempuan tidak punya kontrol terhadap kehidupan seksualitasnya, sehingga mereka menjadi rentan terhadap problema kesehatan seksualitasnya.

Upaya pencegahan terhadap keluhan atau masalah menopause yang dilakukan pada tingkat pelayanan dasar adalah pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar seperti liang dan leher rahim untuk melihat adanya kelainan yang mungkin timbul seperti lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal atau adanya benjolan dan tanda radang, melakukan papsmear untuk melihat adanya tanda radang dan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi, melakukan perabaan payudara; ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormon estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara, hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormon pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause, perabaan payudara sendiri atau SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) dapat dilakukan secara teratur untuk menentukan tumor payudara sedini mungkin, penggunaan bahan makanan yang mengandung unsur fito-estrogen yang dapat menggantikan penurunan hormon estrogen seperti mengkonsumsi kacang kedelai, pepaya, semanggi merah, penggunaan bahan makanan sumber kalsium (susu, yoghurt, keju, teri), menghindari makanan yang mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol (Pusdiknakes, 2006).

Dokumen terkait