• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Tinjauan Umum Tentang Apoteker

1. Menurut Peraturan Perundang – undangan

Menurut KepMenKes RI nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 1 menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia (Anonim, 2002).

Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/MENKES/PER/X/1993 menyebutkan syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker (pasal 5) adalah :

a.Ijazah telah terdaftar pada Departemen kesehatan. b.Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker. c.Memiliki Surat Ijin Kerja dari Menteri.

d.Memenuhi syarat-sayarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksakan tugasnya, sebagai Apoteker.

e.Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.

Menurut KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a).

Di Indonesia pemberian izin menjalankan pekerjaan apoteker pendamping, diatur oleh KepMenKes RI nomor 279/MENKES/SK/V/1981. Surat persetujuan sebagai Apoteker Pendamping dapat dicabut apabila, apabila (pasal 31) :

a. apoteker yang berkepentingan melakukan atau telah melakukan suatu perbuatan pidana

b. melakukan atau telah melakukan perbuatan yang melanggar susila kefarmasian

c. kesehatan fisik maupun mental terganggu sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik

d. membuat kesalahan-kesalahan teknis dalm bidang tugas/pekerjaan yang berbahaya

e. melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan umum. (Anonim, 1981a) Menurut KepMenKes RI nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, maka apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sedian farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau, dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek. (Anonim, 2002)

Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotik atai SIA adalah Surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya,

apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker pengelola apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dan telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak sebagai apoteker pengelola apotek di apotek lain (Anonim, 2002).

Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/MENKES/PER/X/1993 menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi (pasal 15) :

a.yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.

b.penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

Dalam Kode Etik apoteker Indonesia pasal 7 juga menyatakan bahwa seorang apoteker hendaknya menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu tugas apoteker adalah memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek, sehingga kewajiban apoteker, baik apoteker pengelola apotek atau apoteker pendamping atau apoteker pengganti adalah berada di apotek selama jam buka apotek dan memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 35 (d) menyatakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 86 yaitu barang siapa dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1, dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

2. Apoteker sebagai profesi dan perannya

Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang bersifat teoritis dan praktek dan diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan kepada yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan konsumen atau kliennya (Harding, 1993).

Menurut ISFI (2004) profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.

2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi. 3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian. 4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom. 5. memberlakukan kode etik keprofesian.

6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan. 7. proses pembelajaran seumur hidup.

8. mendapat jasa profesi.

Mengacu pada definisi apoteker di Kepmenkes no. 1027 tahun 2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan diperguruan tinggi farmasi baik dijenjang S-1 maupun jenjang pendidikan profesi. Lulusan perguruan tinggi farmasi ini tentunya akan memenuhi ciri profesi yang pertama dan kedua. Ciri ketiga terpenuhi ketika seorang apoteker melakukan praktek profesi dalam arti kemudian melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan Kepmenkes no. 41846/KB/121 tanggal 16 September 1965, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) merupakan satu – satunya organisasi sarjana farmasi / apoteker yang bersifat otonom yang menghimpun seluruh tenaga kesehatan sarjana dibidang farmasi.

Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker dan organisasi profesi. Berdasarkan Permenkes Nomor 184 tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu memahami isi dari Kode Etik Apoteker. Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka proses pembelajaran seumur hidup merupakan tuntutan bagi Apoteker, hal ini mendukung ciri profesi yang pertama dan kedua sehingga tujuan profesionalnya dapat tercapai karena tanpa belajar terus menerus maka tidak akan dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.

Satu – satunya ciri yang belum terpenuhi oleh apoteker di Indonesia adalah mendapat jasa profesi. Hal ini dikarenakan balas jasa pelayanan berdasarkan kemampuan apotek “menggaji” apoteker. Dalam hal ini apoteker

masih bekerja sebagai seorang yang bekerja bagi kehidupan apotek untuk mendapatkan imbal baliknya (Hartini dan Sulasmono,2006).

Di tingkat dunia, International Pharmaceutical Federation

mengidentifikasi bahwa profesi adalah kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimun yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etik kefarmasian. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “Seven Stars of Pharmacist” meliputi :

1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.

2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.

3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh

karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.

4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. 6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan

semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.

7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.

Dokumen terkait