• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kategori Aspek Yang Diamati

I Kegiatan Inti

Fase 1 Menyampaikan Tujuan dan Motivasi

Fase 2 Menyajikan Informasi 1. Siswa mendengarkan dan

memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru

83 Baik Fase 3 Mengorganisasikan Siswa Kedalam Kelompok-kelompok Belajar

2. Anggota kelompok membaca sub bab dari bahan ajar yang

ditugaskan untuk

mempelajarinya

83,5

Baik 3. Siswa berdiskusi aktif dengan

kelompok ahli menanyakan untuk memahami konsep

78,5

Baik Fase 4 Membimbing

Kelompok Bekerja dan Belajar

4. Siswa berkelompok berdiskusi aktif untuk memahami konsep

78

Baik 5. Siswa menyimpulkan jawaban

atau merangkum masukan-masukan dari anggota kelompok ahli

80

Baik 6. Setiap anggota kelompok ahli

kembali ke kelompok asalnya

81

Baik 7. Siswa kelompok ahli bertugas

mengajar teman-temannya serta pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupakuis

80,5

No

Aktivitas Pembelajaran Rata-rata (%)

Kategori Aspek Yang Diamati

individu

8. Siswa kelompok asal proaktif mengerjakan soal

79

Baik Fase 5 Evaluasi

9. Siswa membuat kesimpulan dari hasil kerja kelompok asalnya

82

Baik

Berdasarkan tabel 4.16, penilaian aktivitas siswa menggunakan model pembelajaran Jigsaw menunjukkan bahwa pada aspek 1 sampai aspek 9 mendapatkan presentase rata-rata aktivitas siswa dengan kategori baik. Aktivitas siswa dalam penerapan model pembelajaran

Jigsaw untuk tiap pertemuan ditampilkan pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Aktivitas siswa untuk tiap pertemuan menggunakan model pembelajaran Jigsaw

0% 20% 40% 60% 80% 100% RPP 1 RPP2

B. Pembahasan

Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok eksperimen 1 (kelas XI MIPA 1) adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran CIRC yang dilakukan dalam dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit pada setiap pertemuan. Jumlah siswa dikelas eksperimen 1 sebanyak 38 siswa. Pada pembelajaran menggunakan model CIRC yang bertindak sebagai guru adalah peneliti sendiri.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CIRC adalah pembelajaran yang juga menuntut siswa berfikir kritis dan dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan fisika. Model pembelajaran CIRC diawali dengan penyampaian materi oleh guru kepada siswa, setelah itu guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 siswa. Kemudian guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran yaitu usaha dan energi. Setelah wacana tersebut dibagikan setiap kelompok, siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar kertas. Kemudian siswa mempresentasikan/membacakan hasil diskusi kelompok. Guru memberikan penguatan (reinforcement). Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan.

Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok eksperimen 2 (kelas XI MIPA 2) adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Jigsaw yang dilakukan dalam dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit pada setiap pertemuan. Jumlah siswa dikelas eksperimen 1 sebanyak 38

siswa. Namun ada 2 siswa yang tidak dapat dijadikan sampel karena 2 siswa tidak mengikuti pre-test sehingga kelas eksperimen hanya ada 36 siswa yang dapat dijadikan sampel. Pada pembelajaran menggunakan model Jigsaw yang bertindak sebagai guru adalah peneliti sendiri.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw adalah pembelajaran yang juga menuntut siswa berfikir kritis dan dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan fisika. Model pembelajaran Jigsaw diawali dengan penyampaian materi oleh guru kepada siswa, kemudian siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya. Anggota dari kelompok lain yang mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. 1. Berfikir Kritis

Hasil analisis data pre-test berfikir kritis siswa yaitu dengan nilai rata-rata pre-test pada kelas eksperimen 1 sebesar 22,895 dan pada kelas eksperimen 2 sebesar 22,236. Nilai pre-test kedua kelas tersebut tidak jauh berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua kelompok mempunyai berfikir kritis yang sama sebelum diberikan perlakuan. Selain itu, pada kedua kelas tersebut sama-sama diberikan model yang sama. Hal itulah yang menyababkan kedua kelas tersebut mempunyai nilai rata-rata yang hampir

sama. Nilai rata-rata pre-test berfikir kritis kedua kelompok ini masih dalam kategori tidak kritis dan kurang kritis.Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model CIRC pada kelas eksperimen 1 dan model Jigsaw pada kelas eksperimen 2. Model CIRC diterapkan pada siswa kelas XI MIPA 1 dan model Jigsaw diterapkan pada siswa kelas XI MIPA 2.

Hasil analisis uji beda nilai posttes berfikir kritis dengan menggunakan

SPSS 17 pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memperoleh nilai

Asymp. Sig.(2-tailed) sebesar 0,763 ini dapat dilihat pada tabel 4.4. Nilai

posttes antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menyatakan tidak

terdapat perbedaan berfikir kritis siswa dengan nilai Asymp. Sig.(2-tailed) 0,763 > 0,05 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak.

Hasil nilai post-test berfikir kritis siswa antara kelas eksperimen 1 dengan menggunakan model CIRC dan kelas eksperimen 2 dengan menggunakan model Jigsaw tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan, karena kedua model pembelajaran ini sama-sama memacu siswa untuk berfikir kritis.

Dalam pembelajaran CIRC, setiap siswa bertanggungjawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama.80 Sehingga pada model CIRC dapat meningkatkan berfikir kritis siswa. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memungkinkan terjadinya pemaduan

80

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berfikir kritis dan kreatif. Siswa diberi peluang untuk lebih memahami suatu konsep fisika dan keterkaitanya dari hasil sharing ideas antar siswa. Dalam pembelajaran seperti itu, guru dapat mengajukan pertanyaan yang memancing siswa berfikir dalam memecahkan suatu masalah.81 Salah satu perbedaan yang sangat membedakan adalah tahapan dalam proses pembelajaran model yang digunakan.

Model pembelajaran CIRC menggunakan sebuah wacana yang berkaitan dengan peristiwa fisika khususnya materi usaha dan energi, sehingga dari sebuah wacana tersebut siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkap masalah dalam wacana dan memberikan solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut sehingga model pembelajaran CIRC ini dapat memacu siswa untuk dapat berfikir kritis. Sedangkan model pembelajaran

Jigsaw menggunakan bahan ajar yang berkaitan dengan materi usaha dan

energi, kemudian dari bahan ajar tersebut siswa menjawab pertanyaan yang telah disediakan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga pertanyaan yang dapat memacu siswa untuk berfikir kritis.

Pembelajaran model CIRC memiliki nilai rata-rata post-test berfikir kritis kelas eksperimen 1 yang sebesar 73,118. Pembelajaran model Jigsaw pada kelas eksperimen 2 memperoleh nilai rata-rata sebesar 71,139. Nilai presentase rata-rata berfikir kritis siswa sebelum menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

81

Tri Agung, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dan Tipe Jigsaw (Skripsi

adalah 5% untuk klasifikasi kurang kritis yaitu sebanyak 2 orang dan 95% untuk klasifikasi tidak kritis yaitu sebanyak 36 orang. Sedangkan nilai presentase rata-rata berfikir kritis siswa sesudah menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah 8% untuk klasifikasi kritis sekali yaitu sebanyak 3 orang, 10% untuk klasifikasi cukup kritis yaitu sebanyak 4 orang dan 82% untuk klasifikasi kritis yaitu sebanyak 31 orang. Sedangkan nilai presentase rata-rata berfikir kritis siswa sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw adalah 100% untuk klasifikasi tidak kritis yaitu sebanyak 36 orang.

Sedangkan nilai presentase rata-rata berfikir kritis siswa sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah 9% untuk klasifikasi kritis sekali yaitu sebanyak 3 orang, 72% untuk klasifikasi kritis yaitu sebanyak 26 orang, 8% untuk klasifikasi cukup kritis dan 11% untuk klasifikasi kurang kritis yaitu 4 orang. Artinya model pembelajaran CIRC dan jigsaw ini dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika yang dapat mempengaruhi berfikir kritis siswa.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah

Hasil analisis data pretest kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu dengan nilai rata-rata pretest pada kelas eksperimen 1 sebesar 12,974 dan pada kelas eksperimen 2 sebesar 12,694. Nilai pretest kedua kelas tersebut tidak jauh berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua kelompok mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang sama sebelum diberikan perlakuan. Selain itu, pada kedua kelas tersebut sama-sama diberikan model

yang sama. Hal itulah yang menyababkan kedua kelas tersebut mempunyai nilai rata-rata yang hampir sama. Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model CIRC pada kelas eksperimen 1 dan model Jigsaw pada kelas eksperimen 2.

Hasil analisis uji beda nilai posttest kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan SPSS 17 pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memperoleh nilai Asymp. Sig.(2-tailed) sebesar 0,002 ini dapat dilihat pada tabel 4.10. Nilai posttest antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menyatakan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan nilai Asymp. Sig.(2-tailed) 0,002 < 0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.

Dalam pembelajaran CIRC, setiap siswa bertanggungjawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama.82 Sehingga pada model CIRC dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, guru dapat mengajukan pertanyaan untuk memecahkan suatu masalah. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah antara menggunakan model pembelajaran CIRC dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dikarenakan adanya perbedaan tahapan dalam proses pembelajaran model yang digunakan.

82

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka

Pembelajaran model CIRC memiliki nilai rata-rata post-test kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen 1 yang sebesar 86,132. Pembelajaran model Jigsaw pada kelas eksperimen 2 memperoleh nilai rata-rata sebesar 83,222. Artinya model CIRC dan model Jigsaw yang peneliti terapkan pada pembelajaran fisika berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

3. Hubungan Berfikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan hasil analisis data hubungan antara berfikir kritis terhadap kemampuan pemecahan masalah menggunakan model pembelajaran CIRC dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan rumus korelasi

product moment dan spearman dengan berbantuan program SPSS for

Windows Versi 17.0 pada data pretest berfikir kritis-pretest kemampuan

pemecahan masalah pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang selanjutnya diuji signifikansi didapatkan hasil bahwa nilai sig untuk kedua kelas > 0,01 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sedangkan data

posttets pada kelas eksperimen 1 didapatkan nilai sig > 0,01 yang berarti

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Berbeda dengan data posttets pada kelas eksperimen 2 didapatkan nilai sig < 0,01 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Berdasarkan analisis uji hipotesis pada posttest berfikir kritis-posttest kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen 1 terdapat hubungan

positif yang signifikan antara berfikir kritis terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa dimana koefisien korelasi sebesar 0,275 dengan kategori rendah, sedangkan pada kelas eksperimen 2 terdapat hubungan positif yang signifikan antara berfikir kritis terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa dimana koefisien korelasi sebesar 0,474 dengan kategori sedang. Artinya berfikir kritis siswa dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa.

4. Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran CIRC dinilai melalui instrumen lembar pengamatan aktivitas siswa. Penilaian terhadap aktivitas ini meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup. Dari hasil pengamatan selama tiga kali pertemuan yaitu RPP 1 dan RPP 2. Diperoleh nilai persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model CIRC dan model jigsaw.

Penilaian aktivitas siswa menggunakan model pembelajaran CIRC menunjukkan bahwa pada aspek 1 mendapatkan presentase rata-rata aktivitas siswa yaitu 82,5 dengan kategori baik, pada aspek 2 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 74,5 dengan kategori cukup baik, pada aspek 3 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 77 dengan kategori baik, pada aspek 4 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 79 dengan kategori baik, pada aspek 5 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 76 dengan kategori baik, pada aspek 6 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 72 dengan kategori cukup baik, pada aspek 7

mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 87,5 dengan kategori sangat baik, dan pada aspek 8 mendapatkan presentasi rata-rata aktivitas siswa yaitu 81,5 dengan kategori baik.

Aktivitas siswa pada RPP 1 dan RPP 2 dengan menggunakan model pembelajaran CIRC pada setiap pertemuannya mengalami peningkatan dapat dilihat pada gambar 4.5. Artinya model pembelajaran CIRC ini mampu meningkatkan aktivitas siswa pada materi usaha dan energi.

Penilaian aktivitas siswa menggunakan model pembelajaran Jigsaw menunjukkan bahwa pada aspek 1 sampai aspek 9 mendapatkan presentase rata-rata aktivitas siswa dengan kategori baik. Aktivitas siswa pada RPP 1 dan RPP 2 dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw pada setiap pertemuannya mengalami peningkatan dapat dilihat pada gambar 4.6. Artinya model pembelajaran jigsaw ini juga mampu meningkatkan aktivitas siswa pada materi usaha dan energi.

Aktivitas siswa menggunakan model pembelajaran CIRC dan model pembelajaran jigsaw cukup aktif mengikuti proses pembelajaran fisika. Menurut Sardiman, dalam kegiatan pembelajaran siswa harus berbuat aktif yaitu diperlukannya sebuah aktivitas, tanpa aktivitas proses pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik.83

83

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Grafindo Persada,

Dokumen terkait