• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merawat Alat Pencampur

Dalam dokumen smk11 KimiaIndustri Suparni (Halaman 58-65)

output input

D. Pencampuran Bahan Cair-Gas

4.4.5. Merawat Alat Pencampur

Untuk mendapatkan kerja yang efisien, bukan hanya kebutuhan daya yang merupakan hal terpenting tetapi juga laju pencapaian derajat pencampuran yang diinginkan serta perawatan yang terjadwal. Telah dibuktikan bahwa sangat sukar untuk mendapatkan derajat pencampuran yang diingikan pada suatu waktu, dan keputusan untuk menentukan kapan material tersebut sudah tercampur masih tergantung kepada perkiraan, pengalaman dan keputusan operator serta kegiatan perawatan yang terus menreus dilakukan.

Beberapa metode perawatan perlu diperhatikan agar pengadukan efektif adalah berdasarkan :

1. Laju dispersi pada suatu elektrolitnya

2. Laju distribusi pada campuran pasir dalam air, dan 3. Laju dissolusi padatan dalam zat pelarut yang berbeda. Perawatan dilakukan sebagai berikut :

 Pengaduk dikondisikan dapat berputar sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan yaitu dengan jalan memberikan pelumas pada tangki pengaduk

 Semua peralatan dijaga jangan cepat berkarat terutama yang terbuat dari logam besi dengan jalan membersihkan dari karat dengan mengamplas dan memoles.

 Pengoperasian alat dehumidifier untuk mengurangi kelembaban udara dalam ruangan yang di dalamnya menyimpan peralatan pencampuran

yang rentan terhadap serangan korosi. Peralatan-peralatan

pencampuran yang rawan terhadap pengaruh korosi perlu disimpan di ruang tertutup, jauh dari kemungkinan pencemaran udara akibat terlepasnya bahan-bahan korosif ke lingkungan.

 Menutup alat sewaktu tidak dipergunakan untuk menghindari masuknya debu-debu ke dalam alat. Perlu diketahui bahwa debu dapat tertempeli polutan korosif yang apabila terbang terbawa udara dapat masuk ke dalam alat dan menempelkan dirinya ke permukaan komponen-komponen elektronik di dalam alat tersebut.

4.5. PENYULINGAN (Distillation) 4.5.1. Pendahuluan

Distilasi (penyulingan) adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran yang berupa larutan cair-cair dimana karakteristik dari campuran tersebut adalah mampu-campur dan mudah menguap, selain itu komponen-komponen tersebut mempunyai perbedaan tekanan uap dan hasil dari pemisahannya menjadi komponen-komponennya atau kelompok-kelompok komponen. Karena adanya perbedaan tekanan uap, maka dapat dikatakan pula proses penyulingan merupakan proses pemisahan komponen-komponennya berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Sebagai contoh, proses penyulingan dari larutan garam yang dilakukan di laboratorium, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.60. Pada gambar tersebut, terlihat, larutan garam (NaCl) dimasukkan pada labu, dimana pada bagian atas dari labu tersebut dipasang alat pengukur suhu atau thermometer. Larutan garam di dalam labu dipanasi dengan menggunakan pembakar Bunsen. Setelah beberapa saat, larutan garam tersebut akan mendidih dan sebagian akan menguap. Uap tersebut dilewatkan kondensor, dan akan terkondensasi yang ditampung pada erlemeyer. Cairan pada erlemeyer merupakan destilat sebagai air murni.

Gambar 4.60: Penyulingan larutan garam skala laboratorium

Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan, maka uap tersebut dikondensasikan, selanjutnya akan didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan. Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, akan didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi. Untuk menunjukkan lebih jelas uraian tersebut, berikut digambarkan secara skematis:

1) Keadaan awal

Mula-mula, pada cairan terdapat campuran A dan B, dimana karakteristik dari komponen-komponen tersebut adalah komponen A lebih mudah menguap (volatil) dibanding komponen B. Komposisi dari kedua komponen tersebut dinyatakan dengan fraksi mol. Untuk fase cair komponen A dinyatakan dengan xA, sedangkan komponen B dinyatakan dengan xB.

xA,1 : fraksi mol A, fase cair xB,1 : fraksi mol B, fase cair xA,1 + xB,1 = 1

2) Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam keadaan setimbang.

xA,1 = fraksi A di fasa cair (setimbang) xB,1 = fraksi B di fasa cair (setimbang) xA +xB =1

yA,1= fraksi A di fasa uap (setimbang) yB,1= fraksi B di fasa uap (setimbang)

yA +yB =1

Pada keadaan ini maka: yA,1 > xA,1 dan yB,1< xB,1

Bila dibandingkan dengan keadaan mula: yA,1 > xA,1> xA,2 dan yB,1< xB,1 < xB,2

3) Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasi; maka didapat dua cairan, cairan I dan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit komponen A (lebih mudah menguap) dibandingkan cairan II

Gambar 4.61: Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi

Pada kondisi diatas, dari campuran dua komponen cairan (campuran biner) akan didapat dua cairan yang relatif murni. Hal ini dapat terlaksana, apabila beda titik didih dari kedua komponen tersebu relatif besar. Apabila perbedaan titik didih dari kedua komponen tersebut tidak terlalu jauh, maka perlu dilakukan proses penyulingan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.62.

Pada gambar 4.62 merupakan contoh alat penyuling (distillation) kontinyu (sinambung). Pada gambar tersebut terlihat pendidih ulang (reboiler) yang mendapat umpan berupa zat cair secara kontinyu yang merupakan komponen yang akan dipisahkan. Karena adanya panas yang masuk (pemanasan) pada pendidih-ulang, maka zat cair masuk akan diubah sebagian menjadi uap, dalam hal ini uap akan kaya dengan komponen yang volatil (mudah menguap). Apabila perbedaan titik didih dari komponen tersebut relatif tinggi, maka uapnya hampir merupakan komponen murni. Akan tetapi apabila perbedaan titik didih dari komponen tersebut, tidak terlalu besar, maka uap merupakan campuran dari beberapa komponen. Kemudian uap campura tersebut dikondensasikan, kemudian zat cair hasil kondensasi, sebagian dikembalikan kedalam kolom, yang disebut dengan refluks. Cairan yang dikembalikan tersebut (refluks) diusahakan agar dapat kontak secara lawan arah dengan uap, sehingga diharapkan hasil atas (over head) akan meningkat kemurniannya. Untuk mendapatkan kondisi tersebut (kemurnian meningkat), diperlukan uap yang banyak agar dapat digunakan sebagai refluks dan hasil atas. Kondisi tersebut harus diimbangi dengan panas yang masuk pada reboiler harus besar (ditingkatkan). Hal ini perlu dipertimbangkan, khususnya dalam rangka penghematan energi.

3 ( 1 ' , ' , + 8 / $ 1 * 5 ( % 2 , / ( 5 3DQDV NHOXDU 8 0 3 $ 1 +DVLO $ WDV +DVLO %DZDK . 2 / 2 0 5HIOXNV

Gambar 4.63. Rangkaian alat distilasi fraksinasi di laboratorium

Dalam distilasi, fase uap yang terbentuk setelah larutan dipanasi, dibiarkan kontak dengan fase cairannya sehingga transfer massa terjadi baik dari fase uap ke fase cair maupun dari fase cair ke fase uap sampai terjadi keseimbangan antara kedua fase. Setelah keseimbangan tercapai, kedua fase kemudian dipisahkan. Fase uap setelah dikondensasikan dalam kondensor disebut sebagai distilat sedangkan sisa cairannya disebut residu. Distilat mengandung lebih banyak komponen yang volatil (mudah menguap) dan residu mengandung lebih banyak komponen yang kurang volatil.

Keterangan gambar: A : Piring (plate)

B : Lubang-lubang pada piring (perforasi) C : Saluran limpahan menuju piring berikutnya D : Saluran limpahan dari piring sebelumnya

Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa. Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda. Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan dan kedua atas dasar proses laju difusi. Distilasi dilaksanakan dengan rangkaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate/tray tower) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi, dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik didihnya. Proses ini memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan.

Untuk menentukan jumlah variabel bebas dalam suatu sistem digunakan kaidah derajat kebebasan:

DK = C – P + 2 Dimana:

DK = Derajat kebebasan C = Jumlah komponen P = Jumlah fase

Sebagai contoh, campuran antara CO2-udara-air pada kesetimbangan gas-cair, maka berdasarkan rumus diatas terdapat tiga derajat kebebasan (DK = 3), dimana C = 3 dan P = 2. Jadi apabila tekanan total dan suhu sudah ditentukan, maka tinggal satu variabel yang bisa diatur.

Jadi pada distilasi satu tahapannya yang memisahkan dua komponen (C=2), misalkan campuran amonia-air, dengan sistem uap-cair (2 fasa, P=2), maka pada sistem tersebut, mempunyai dua derajat kebebasan. Pada sistem tersebut, terdapat empat variabel yaitu tekanan, suhu, dan fraksi komposisi komponen A (NH3) pada fasa cair, xA dan fraksi komposisi komponen A (NH3) fasa uap, yA. Dimana fraksi komposisi komponen B sama dengan 1 dikurangi fraksi komposisi komponen A dapat diketahui, berdasarkan: xA + xB = 1 dan yA + yB = 1. Jika telah ditetapkan temperatur, hanya ada satu variabel saja yang dapat diubah secara bebas, sedangkan

temperatur dan konsentrasi fasa uap didapatkan sebagai hasil perhitungan sesuai sifat-sifat fisik pada tahap kesetimbangan.

Batas perpindahan fase tercapai apabila kedua fasa mencapai kesetimbangan dan perpindahan makroskopik terhenti. Pada proses komersial yang dituntut memiliki laju produksi besar, terjadinya kesetimbangan harus dihindari.

Dalam dokumen smk11 KimiaIndustri Suparni (Halaman 58-65)

Dokumen terkait