• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK TERKENAL

C. Merek Terkenal dalam Konvensi Paris

Indonesia menjadi peserta Paris Convention melalui Keppres No. 15 Tahun 1997 dan Trademark Law Treaty melalui Keppres No. 17 Tahun 1997. Dalam Paris Convention merek terkenal diatur dalam pasal 6 bis yaitu negara anggota Union secara ex officio jika legislasinya mengizinkan atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, menolak atau membatalkan pendaftaran dan melarang penggunaan merek yang merupakan reproduksi, imitasi atau terjemahan yang dapat menciptakan kebingungan atas satu merek yang menurut pihak berwenang dari negara pendaftar atau pengguna sebagai merek terkenal di negara tersebut sebagaimana yang secara sah diberikan kepada orang yang berhak berdasarkan

43

Iman Sjahputra, Heri Herjandono dan Parjio, Hukum Merek Baru Indonesia, Harvarindo, Jakarta, 1997, hlm. 20.

konvensi ini dan digunakan untuk barang identik atau mirip. Ketentuan ini juga berlaku apabila bagian esensial dari merek terkenal atau imitasi yang dapat menciptakan kebingungan.

Pasal 10 bis Paris Convention menyebutkan bahwa negara-negara peserta Uni Paris terikat untuk memberikan perlindungan yang efektif agar tidak terjadi persaingan yang tidak jujur. Selanjutnya ditentukan bahwa tiap perbuatan yang bertentangan dengan honest practices industrial and commercialmatters dianggap sebagai perbuatan persaingan tidak jujur. Juga disebutkan bahwa dilarang semua perbuatan yang dapat menciptakan kekeliruan dengan cara apapun berkenaan dengan asal-usul barang atau berkenaan dengan usaha-usaha industrial dan komersial dari seorang pengusaha yang bersaing. Juga ditentang semua tindakan-tindakan dan indikasi-indikasi yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan asal-usul dari suatu barang.

Disamping peraturan perundang-undangan nasional tentang merek, masyarakat Indonesia juga terikat dengan peraturan merek yang bersifat Internasional. Pada tanggal 20 Maret 1983 diadakan Konvensi Paris Union khusus untuk melindungi hak milik perindustrian (Paris Convention for the protection of Industrial Property). Terdapat 11 negara yang turut serta dalam penandatanganan konvensi ini. Pada tanggal 1 Januari 1976 jumlah anggotanya bertambah menjadi 82 negara temasuk Indonesia. Sebagai peserta dari Paris Convention, Indonesia juga turut serta dalam International Union for the Protection of Industrial Property yaitu organisasi dunia yang khusus memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Milik Perindustrian yang diatur oleh Sekertariat International WIPO. WIPO merupakan salah satu dari 14 “specialized Agencies dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.45

Perlindungan merek terkenal di dalam Konvensi Paris dimuat di dalam amandemen Konvensi Paris, yaitu ketika dilakukan konferensi diplomatik tentang amandemen dan revisi

45

Konvensi Paris di Den Haag pada tahun 1925, setelah beberapa kali mengalami revisi rumusan Pasal 6 bis Konvensi Paris adalah sebagai berikut46 :

1) The countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request on an interest party, to refuse or to cancel the registration and to prohibit the use of trademark which constitutes a reproduction, an imitation or a translation, laiable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country registration or to use well-known in that country as being already the marks of a person entitled to the benefit of this Convention and used for identical or similar goods. These provision shall also apply when the essential part of the marks constitutes a reproduction of any such well-known mark or imitation liable to create confusion therewith.

(Negara Peserta diminta menolak, baik berdasarkan perundang-undangan merek yang dimiliki atau permintaan pihak yang berkepentingan permintaan pendaftaran atau pembatalan pendaftaran dan melarang penggunaan merek yang sama dengan, atau merupakan tiruan dan, atau dapat menimbulkan kebingungan (dan seterusnya) dari suatu merek yang menurut pertimbangan pihak yang berwenang di negara penerima pendaftaran merupakan merek terkenal atau telah dikenal luas sebagai merek milik seseorang yang berhak memperoleh perlindungan sebagaimana diatur dalam konvensi, digunakan pada produk yang sama atau sejenis.)

2) A period of at least five years from the date of registration shall be allowed for requesting the cancellation of such a marks. The countries of the union provided for a period within which the prohibition of use must be requested.

(Jangka waktu permintaan pembatalan setidaknya lima tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran merek yang menyerupai merek terkenal tersebut).

46

3) No time limit shall be fixed for seaking the cancellation or the prohibition of use of marks registered or use in bad faith.

(Apabila pendaftaran dilakukan dengan itikad buruk, tidak ada batas waktu untuk memintakan pembatalan)

Perlindungan terhadap merek terkenal di negara-negara mengacu pada ketentuan pasal 6 bis Konvensi Paris. 47 Menurut pasal 6 Paris Convention disebutkan bahwa persyaratan pengajuan dan pendaftaran merek ditentukan oleh Undang-undang setempat masing-masing negara anggota. Permohonan pendaftaran merek tidak dapat ditolak atau dibatalkan oleh sebuah negara anggota hanya karena semata-mata merek tersebut belum didaftar di negara asalnya. Di lain pihak, jika suatu merek dagang telah didaftarkan di negara asal, maka pendaftaran harus diterima di negara anggota tersebut walaupun merek tersebut tidak memenuhi kriteria merek dagang di negara setempat anggota tersebut. Contohnya: Perancis dan benelux termasuk dalam anggota Paris Convention. Bunga tulip terdaftar sebagai merek yang sah di Benelux, sedangkan Undang-undang nasional Perancis tidak mengakui bentuk-bentuk bunga sebagai merek dagang. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Paris Convention, meskipun merek dagang tersebut tidak didaftarkan sebagai merek di negara asal, Perancis wajib menerima merek dagang tersebut secara sah apabila dianggap sah di negara asal (Benelux), kecuali Perancis dapat membenarkan penolakan yang menyatakan bahwa merek dagang tersebut harus dianggap bertentangan dengan ketertiban umum dan kekurangan daya pembeda atau melanggar hak-hak dagang pihak lain.48

Perlindungan terhadap merek terkenal diatur dalam Pasal 6 bis Paris Convention yang mewajibkan seluruh anggotanya untuk melindungi merek terkenal warga negara lainnya untuk barang yang menyerupai (similar) atau sama (identical). Hal ini berhubungan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Paris Convention yang menentukan bahwa setiap anggota Paris

47

Pasal 6 bis Konvensi Paris membebankan tanggung jawab untuk memahami dan melindungi merek-merek terkenal, meskipun merek-merek belum terdaftar.

48

Convention tidak boleh bertindak non-diskriminatif terhadap sesama anggota. Ditambahkan lagi dalam Pasal 4A Ayat (1) mengenai hak prioritas yang menentukan bahwa merek terkenal harus mendapat perlindungan hukum di negara yang termasuk dalam anggota Paris Convention sejak merek tersebut didaftar di negara asal atau salah satu negara peserta Paris Convention. Permohonan pendaftaran merek ini harus ditolak, dibatalkan oleh negara anggota secara ex officio sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan dan mengabulkan permohonan pembatalan dari pihak lain yang berkepentingan.

Menurut Bambang Koesowo prinsip yang diatur dalam pasal 6 bis Konvensi Paris tersebut masih begitu sederhana:

1. Negara Peserta diminta menolak, baik atas perundang-undangan (merek) yang dimiliki, atau atas dasar perundang-undangan(merek) yang dimiliki, atau atas dasar permintaan pihak yang berkepentingan, permintaan pendaftaran atau membatalkan pendaftaran, dan melarang penggunaan merek yang sama dengan, atau merupakan kebingungan (dan seterusnya) dari suatu merek yang :

a. Menurut pertimbangan pihak yang berwenang di Negara penerima pendaftaran merupakan merek terkenal atau telah dikenal luas sebagai merek milik seseorang yang berhak memperoleh perlindungan sebagaimana diatur dalam konvensi; b. Digunakan pada produk yang sama atau sejenis

2. Jangka waktu untuk minta pembatalan setidaknya lima tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran (merek yang menyerupai merek terkenal); dan

3. Kalau pendaftaran dilakukan dengan itikad buruk, tidak ada batas waktu untuk memintakan pembatalan.

Aturan dalam TRIPs dan Konvensi Paris yang diutamakan dalam pendaftaran merek adalah prinsip itikad baik. Inilah yang diberikan perlindungan seperti Undang-Undang Merek tahun 1997 bahwa merek hanya dapat di daftar atas dasar permintaan yang diajukan pemilik

yang beritikad baik. Peniruan dan pemalsuan terhadap merek terkenal tidak dilindungi yang dapat kita perhatikan adalah bahwa kantor merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya.49

Perlindungan terhadap merek terkenal diatur dalam Pasal 6 bis Paris Convention yang mewajibkan seluruh anggotanya untuk melindungi merek terkenal warga negara lainnya untuk barang yang menyerupai (similar) atau sama (identical). Hal ini berhubungan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Paris Convention yang menentukan bahwa setiap anggota Paris Convention tidak boleh bertindak non-diskriminatif terhadap sesama anggota. Ditambahkan lagi dalam Pasal 4A Ayat (1) mengenai hak prioritas yang menentukan bahwa merek terkenal harus mendapat perlindungan hukum di negara yang termasuk dalam anggota Paris Convention sejak merek tersebut didaftar di negara asal atau salah satu negara peserta Paris Convention. Permohonan pendaftaran merek ini harus ditolak, dibatalkan oleh negara anggota secara ex officio sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan dan mengabulkan permohonan pembatalan dari pihak lain yang berkepentingan.

Perlindungan terhadap merek terkenal yang diberikan oleh ketentuan ini adalah perlindungan atas merek terkenal warga negara asing untuk barang yang menyerupai (similar) atau sama (identical). Ketentuan ini kemudian memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-masing dengan berpedoman pada ketentuan yang terdapat dalam pasal 6 bis Paris Convention. Namun Pasal 6 bis Paris Convention ini tidak memberikan penjelasan lebih lanjut apakah perlindungan yang diberikan hanya kepada barang sejenis atau tidak. Dalam Paris Convention, suatu perlindungan dapat ditolak apabila:

49

Sudargo Gautama, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.75.

1. Registrasi atau pendaftaran di negara yang bersangkutan melanggar hak pihak ketiga terdahulu

2. Merek yang bersangkutan tidak memiliki karakter pembeda atau secara eksklusif mengandung syarat-syarat deskriptif

3. Merek tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip moralitas atau ketertiban umum yang diterima masyarakat

Sementara mengenai perlindungan merek terkenal, dalam Paris Convention tidak ditentukan mengenai jangka waktu perlindungan terhadap merek terkenal. Hal ini disesuaikan dengan ketentuan masing-masing negara anggota.

Dokumen terkait