• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI KUALITAS UDARA KOTA YOGYAKARTA DAN ONGKOS EKONOMI KESEHATAN MASYARAKAT

3. METODA PENELITIAN

3.1 Data, Daerah Penelitian dan Sampel

Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta (Gambar 1), sebuah area urban di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota ini memiliki penduduk sebesar 3.120.480 jiwa. Data primer diambil dari responden masyarakat di sekitar titik-titik yang dianggap rawan polusi, sedangkan data sekunder diambil dari publikasi.

Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik Watson et al. (1993: 360) sebagai berikut.

(

)

( )ω

α 2 2 ½ 1 . 4 p p n=

Ζ

− ... (3.1)

n merupakan ukuran sampel, p adalah proporsi kesuksesan yang diharapkan dari sampel, q adalah proporsi sisa (1-p), Z½α adalah koefisien konfidensi, ω=L+R adalah jumlah

kesalahan yang dapat ditoleransi dari rerata populasi pada batas kiri (L) dan batas kanan (R). Pada dasarnya representasi sampel tergantung pada: (1) tingkat keyakinan yang diinginkan, (2) jumlah kesalahan yang ditoleransi dan (3) jumlah penyebaran (dispersi) dalam populasi yang ditaksir (Palumbo, 1977: 279). Zikmund (1991: 510-511) berpendapat bahwa besarnya ukuran sampel dapat juga ditentukan menurut pertimbangan keilmuan

(professional judgement) peneliti.

Oleh karena itu dengan (1) p kesuksesan 90 persen atau tingkat kegagalannya (q) 10%;

(2) error (α) 1% dan Z½α= 2,58; (3) kesalahan yang ditoleransi ω=10%. Berdasarkan rumus

(3.1) ditetapkan sampel n = {4. (2,58)2. (0,9).(0,1)}/(2.0,05)2 = 239,63 ≈ 240 orang. Sampel individu masyarakat diambil secara acak di wilayah sekitar titik polusi yaitu Bayeman, perempatan Pingit, Galeria Mall dan Wirobrajan, serta Pizza Hut, Mirota Kampus, Hotel Matahari, UIN, Hotel Saphir, RSU PKU Muhammadiyah, Pojok Beteng Kulon, dan Borobudur Plasa.

Selanjutnya untuk menghitung biaya degradasi lingkungan atau ongkos kesehatan akibat adanya pencemaran udara digunakan fungsi dose-response dan teknik valuasi kontingensi atau contingent valuation method (CVM).

3.2 Fungsi Dose-Response

Dose response (DR) dihitung memakai data sekunder, dasarnya menggunakan

pendekatan modal manusia (human capital approach, HC) untuk menilai atribut lingkungan melalui dampaknya terhadap kuantitas dan kualitas tenaga kerja. Secara tradisional teori modal manusia digunakan untuk mengukur kesehatan, pendidikan (Knowles, 1997) dan pelatihan (Wilson, 1983). Pendekatan HC adalah fokus pada kehilangan penghasilan akibat dari kecelakaan, sakit dan biaya medis.

Operasionalisasinya dengan (1) menilai kerusakan fisik akibat polutan, (2) mengestimasi nilai ekonomi kerusakan yang ditimbulkan. Pendekatan HC hanya dapat diaplikasikan dalam kasus yang jelas ada hubungannya antara degradasi lingkungan dengan penyakit atau sakit. Teknik ini menilai komoditi lingkungan seperti polusi udara, hubungan antara jumlah polusi (misalkan: 1 ton SO2 per tahun) dan observasi terhadap kerusakan yang disebabkannya

(kerusakan pada pertanian, bangunan, kesehatan individu dsb). Dampak kesehatan akibat PM10 (aerosol atau pertikel debu dengan diameter kurang dari 10 mikron) dari emisi

transportasi terhadap symptom pernafasan dan berhubungan dengan kerusakan jantung atau munculnya penyakit kanker. Perubahan mortalitas akibat PM10 dari dapat dihitung

dengan:

%dHMT = b.dPM10.CMR.POP.1/100... (3.2)

dHMT merupakan perubahan mortalitas, b adalah koefisien dose-response (misalnya:

0,096), CMR adalah tingkat kematian kasar (crude mortatility rate); POP adalah populasi masyarakat yang memiliki risiko kesehatan atau yang terkena dampak; dan faktor 1/100

digunakan untuk mengkonversi persentase menjadi angka absolut. Ostro (1994) menengarai hubungan di antara variabel-variabel adalah:

%dHMT = 0,096.dPM10 ... (3.3)

dHMT merupakan perubahan mortalitas. 1 μg/m3 perubahan konsentrasi PM10

berhubungan dengan 0,1 persen perubahan mortalitas, atau 10 μg/m3 perubahan

konsentrasi PM10 berhubungan dengan 1 persen perubahan mortalitas. Namun demikian,

dari hasil studi DR yang telah dilakukan peneliti dahulu (Garrod dan Willis, 1999) kisaran dampak yang terjadi berkisar antara:

%dHMT = 0,0130.dPM10 sampai dengan %dHMT = 0,062.dPM10 ... (3.4)

Fungsi ini digunakan bila hasil model simulasi kualitas udara ambien tersedia. Fungsi

dose-response terhadap dampak kesehatan, kesejahteraan untuk ozon dan PM10 dapat

digunakan untuk menghitung ongkos dampak pencemaran udara. Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia adalah perkiraan perubahan di dalam masyarakat dan kesehatan yang diakibatkan polutan udara. Sebagian besar dampak dihubungkan dengan volume udara yang dihirup. Artinya perubahan ini sesuai dengan kualitas udara ditempat masyarakat tinggal dan ditentukan perubahan-perubahan yang spesifik pada kualitas udara. Perubahan tingkat kesehatan yang diteliti adalah jumlah kasus atau jumlah masyarakat yang dirugikan, kemudian dapat diperkirakan sebagai “perubahan yang diketahui”. Kajian penurunan kesehatan akibat polutan udara terdiri dari kematian dini, infeksi akut selain pernafasan atas, penyakit lain pada saluran pernafasan atas, penyakit darah tinggi, asma dan bronchitis.

3.3 Valuasi Kontingensi

Untuk mengukur nilai total kesediaan individu membayar barang lingkungan di bawah beberapa skenario pasar hipotetis digunakan close-ended contingent valuation method (CVM) (Mason dalam GCI, 2002: 32). Metode ini digunakan karena dapat untuk: (1) mengestimasi kesediaan individu untuk membayar (WTP, willingness to pay) perubahan kualitas lingkungan, (2) menilai kenikmatan memakai sumberdaya baik oleh pengguna atau bukan pengguna, dan (3) menilai barang yang dinilai terlalu rendah (Mitchell & Carson, 1989;

Lee et al., 1998: 41)

Skenario hipotetis diinformasikan kepada responden bilamana lingkungan Yogyakarta ditetapkan menjadi kawasan hijau dengan rerimbunan dedaunan dan udara bersih. Namun di saat yang bersamaan sarana transportasi pribadi baik mobil dan sepeda motor yang ada tetap dipertahankan meskipun telah berusia tua, sedangkan transportasi publik seperti bus belum saatnya diutamakan. Hal ini dilakukan karena sarana pribadi lebih potensial akan memberikan pendapatan asli daerah. Jawaban responden yang diharapkan adalah setuju dan tidak setuju.

Kemudian, sebagai konsekuensi jawaban di atas, responden dikonfrontasikan dengan harga penawaran yang berbeda. Jawaban responden hanya “ya” dan “tidak” untuk menerima atau menolak harga yang ditawarkan dari serangkaian penawaran yang diberikan dalam sebuah pasar hipotetis (Bishop & Heberlein, 1979: 927-928). Nilai dicatat, jika responden menjawab “Ya”. Jika ongkos menggunakan sumberdaya kesehatan dibebankan pada individu, maka ada dua pilihan, berpartisipasi dengan menerima harga yang ditawarkan atau menghentikan aktivitas dengan menolak biaya tersebut. Individu mengetahui maksimal pilihan untuk melakukan aktivitas tersebut. Menurut Henemann (Lee et al., 1998: 42) penawaran akan diterima atau ditolak jika:

v adalah utilitas tidak langsung yang diasumsikan setara dengan utilitas; u. Y adalah pendapatan. A merupakan penawaran menggunakan udara bersih, s adalah karakteristik sosial-ekonomi yang mempengaruhi preferensi individu, εn merupakan identitas, variabel

acak yang didistribusikan secara independen dengan rerata nol. Kemudian, perbedaan utilitas (Δv) dapat diekspresikan sebagai berikut.

Δv = v(1, Y-A; s) - v(0, Y-A; s) + (ε1 - ε0) ... (3.4)

Format close-ended of CVM dengan dependent variable bersifat dikotomi merupakan model pilihan kualitatif yang terdiri dari linear probability (LP), probit, logit dan tobit (Gujarati,

2003: 541; Hair et al., 1998: 276-278). Namun, model LP seringkali mengandung

keberadaan heteroskedastisitas (distribusi tidak normal dari disturbance term), dan kemungkinan probabilitas keluar dari prediksi interval antara 0 dan 1 (Capps & Cramer, 1985; Gujarati, 2003: 542-543). Dengan demikian, model probit dan logit disiapkan untuk menghindari masalah yang muncul pada model LP melalui penggunaan transformasi monotonik. Model probit berdasarkan pada fungsi distribusi kumulatif standar, sedangkan model logit berdasarkan pada fungsi distribusi kumulatif logistik. Meskipun demikian, model logit lebih disukai dibandingkan model probit, karena relatif sederhana untuk dihitung. Berdasarkan asumsi WTP individu mengikuti distribusi logistik, probabilitas (Pi) individu akan

menerima penawaran (A) dapat diekspresikan sebagai model logit (Gujarati, 2003; Greene, 2003) berikut. Pi = Fη (Δv) =

e

e

v

+

O I

+

−Δ

=

− + +

1

1

( )

1

1

γ β α ... (3.5)

Fη adalah fungsi distribusi kumulatif logistik dari variasi logistik standar, β dan γ adalah koefisien estimasi. Secara a priori koefisien β berasosiasi negatif dengan penawaran (O), sedangkan koefisien γ berasosiasi positif dengan penghasilan (I). Jadi, model logit persamaan (3.5) linier dalam parameter. Nilai harapan WTP diestimasi menggunakan parameter metode Maximum Likelihood atau ML (Lee et al., 1998: 43):

E (WTP) =

F

η 0 ∞

( )

Δv .dO=

F

η 0 ∞

*

α

+

β

O

(

)

.dO= ln 1+ *

α

e

⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟

β

... (3.6) Offer (Rp .000) d d 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 Probability "Yes" 0,9 1,0 0 10 50 200 250

Gambar 2. Fungsi Kesediaan Untuk Membayar Sumber: Lee et al. (1998: 43)

E (WTP) adalah nilai harapan dari WTP dan α* = α + γI. Persamaan (3.6) mengindikasikan bahwa nilai harapan dari WTP individu dihitung dengan integral numerik yang berkisar antara 0 hingga ~. Daerah di bawah kurva pada Gambar 2 digunakan untuk membuat inferensi rerata WTP.